PERTANYAAN:
[@meranti]
Assalamualaikum WrWb
Ana ingin tanya.. dlm sholat seseorang itu diperbolehkan atau tidak jika berdo'a mengunakan bahasa selain bahasa arab; contoh ketika kunut nazilah.! dlm doa itu dibaca/disebutkan virus corona atau nama orang lain yg di do'akan..nah itu batal ga sholatnya.?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Dalam madzhab Syafi'i berdoa selain dengan bahasa Arab adalah boleh dalam shalat dengan setiap doa yang diperbolehkan di luar shalat dari urusan agama dan dunia, Dan dengan berdoa seperti yang demikian itu tidak menyebabkan batal shalat.
Maka dalam shalat boleh berdoa meminta reziki, contoh doanya:
اللهم ارزقني كسبا طيبا وولدا ودارا وجارية حسناء يصفها
Atau mendoakan orang lain agar dibebaskan dari penjara, contoh doanya:
واللهم خلص فلانا من السجن وأهلك فلانا
{Ya Allah bebaskanlah si fulan (disebutkan namanya) dari penjara dan binasakanlah si fulan (disebutkan namanya)}
Dan doa² lainnya.
Dan pendapat ini senada dengan perkataan imam malik, ast-Tsauri, abu Tsur dan Ishak. Berbeda dengan abu Hanifah dan imam Ahmad yang berpendapat bahwa dalam shalat tidak boleh berdoa kecuali dengan doa² yang ma`tsur yang sesuai dengan al-Qur'an.
Rasulullah ﷺ, ketika selesai membaca ayat pada shalat fajar lalu beliau bertakbir, kemudian mengangkat kepalanya seraya membaca "Sami'Allahu liman Hamidah Rabbana wa lakal Hand", dan masih dalam posisi berdiri Rasulullah ﷺ Membacakan doa:
«اللَّهُمَّ أَنْجِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِى رَبِيعَةَ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ كَسِنِى يُوسُفَ اللَّهُمَّ الْعَنْ لِحْيَانَ وَرِعْلاً وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ عَصَتِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ»
{Ya Allah selamatkanlah Walid bin Walid dan Salamah bin Hisyam dan 'Ayyasy bin abi Rabiah dan orang² yang lemah dari orang² mukmin...dst..}
Berdasarkan dalil ini, maka boleh bagi orang yang sedang shalat untuk mendoakan seseorang dalam shalat, baik seseorang itu tertentu orangnya atau tidak.
Reff:
📚[al-Majmu' Syarah al-Muhadzdzab. Juz. 3/ Hal. 471]:
(فرع) قد سبق في فصل تكبيرة الاحرام بيان حكم الدعاء بغير العربية فيما يجوز الدعاء به في الصلاة: مذهبنا أنه يجوز أن يدعو فيها بكل ما يجوز الدعاء به خارج الصلاة من أمور الدين والدنيا وله اللهم ارزقني كسبا طيبا وولدا ودارا وجارية حسناء يصفها واللهم خلص فلانا من السجن وأهلك فلانا وغير ذلك ولا يبطل صلاته شئ من ذلك عندنا وبه قال مالك والثوري وأبو ثور واسحق وقال أبو حنيفة واحمد لا يجوز الدعاء إلا بالأدعية المأثورة الموافقة للقرآن قال العبدري وقال بعضهم لا يجوز بما يطلب من آدمي وقال بعض أصحاب احمد ان دعا بما يقصد به اللذة وشبه كلام الآدمي كطلب جارية وكسب طيب بطلت صلاته واحتج لهم بقوله صلى الله تعالى عليه وسلم " ان هذه الصلاة لا يصح فيها شئ من كلام الناس إنما هو التسبيح والتكبير وقراءة القرآن " رواه مسلم
➖➖➖➖➖
📚[Syarah an-Nawawi 'ala Muslim. Juz. 2/ Hal. 134]:
حَدَّثَنِى أَبُو الطَّاهِرِ وَحَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى قَالاَ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِى يُونُسُ بْنُ يَزِيدَ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِى سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ وَأَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَنَّهُمَا سَمِعَا أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ حِينَ يَفْرُغُ مِنْ صَلاَةِ الْفَجْرِ مِنَ الْقِرَاءَةِ وَيُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ رَأْسَهُ «سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ». ثُمَّ يَقُولُ وَهُوَ قَائِمٌ «اللَّهُمَّ أَنْجِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِى رَبِيعَةَ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ كَسِنِى يُوسُفَ اللَّهُمَّ الْعَنْ لِحْيَانَ وَرِعْلاً وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ عَصَتِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ». ثُمَّ بَلَغَنَا أَنَّهُ تَرَكَ ذَلِكَ لَمَّا أُنْزِلَ (لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَىْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ
الشرح:
قوله : ( كان رسول الله - صلى الله عليه وسلم يقول حين يفرغ من صلاة الفجر من القراءة ويكبر ويرفع رأسه : سمع الله لمن حمده ربنا ولك الحمد ، ثم يقول : اللهم أنج الوليد بن الوليد ) إلى آخره فيه استحباب القنوت والجهر به ، وأنه بعد الركوع ، وأنه يجمع بين قوله : ( سمع الله لمن حمده ) ( وربنا لك الحمد ) . وفيه : جواز الدعاء لإنسان معين وغير معين
Minggu, 31 Mei 2020
189} Penyebab dari kebaikan dan keburukan
PERTANYAAN:
Assalamualaikum.. izin bertanyax
Benarkah orang yg slalu mengerjakan kabaikan itu akan bercahaya wajahnya?
JAWABAN:
Wa 'Alaikumus Salam
Iya benar, menurut sayidina Ibnu Abbas bahwa kebaikan dan keburukan (dosa) yang dilakukan manusia akan menyebabkan:
[إعلام الموقعين، ج ٤/ ص ٢٧٣]:
قال ابن عباس رضي الله عنهما: إن للحسنة ضياء في الوجه، ونورا في القلب، وسعة في الرزق، وقوة في البدن، ومحبة في قلوب الخلق، وإن للسيئة سوادا في الوجه، وظلمة في القبر والقلب، ووهنا في البدن، ونقصا في الرزق، وبغضة في قلوب الخلق
Telah berkata Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma: Sesungguhnya kebaikan itu akan menyebabkan:
1) Terang di wajah.
2) Cahaya di hati.
3) Luasnya rezeki.
4) Kuatnya badan.
5) Rasa cinta di hati manusia.
Dan sesungguhnya keburukan akan menyebabkan:
1) Kepekatan di wajah.
2) Kegelapan di dalam kubur dan hati.
3) Lemahnya badan.
4) Kurangnya rezeki.
5) Dan kebencian di hati manusia.
Assalamualaikum.. izin bertanyax
Benarkah orang yg slalu mengerjakan kabaikan itu akan bercahaya wajahnya?
JAWABAN:
Wa 'Alaikumus Salam
Iya benar, menurut sayidina Ibnu Abbas bahwa kebaikan dan keburukan (dosa) yang dilakukan manusia akan menyebabkan:
[إعلام الموقعين، ج ٤/ ص ٢٧٣]:
قال ابن عباس رضي الله عنهما: إن للحسنة ضياء في الوجه، ونورا في القلب، وسعة في الرزق، وقوة في البدن، ومحبة في قلوب الخلق، وإن للسيئة سوادا في الوجه، وظلمة في القبر والقلب، ووهنا في البدن، ونقصا في الرزق، وبغضة في قلوب الخلق
Telah berkata Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma: Sesungguhnya kebaikan itu akan menyebabkan:
1) Terang di wajah.
2) Cahaya di hati.
3) Luasnya rezeki.
4) Kuatnya badan.
5) Rasa cinta di hati manusia.
Dan sesungguhnya keburukan akan menyebabkan:
1) Kepekatan di wajah.
2) Kegelapan di dalam kubur dan hati.
3) Lemahnya badan.
4) Kurangnya rezeki.
5) Dan kebencian di hati manusia.
188} jika imam dan makmum ada penghalang di dalam masjid
PERTANYAAN:
assalamualaikum wrahmatullah..
Jika imam dan makmum dlm masjid tapi ada penghalang, apa sah sholatnya?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Sah shalatnya Jika makmum mengetahui pada shalatnya imam, ada kalanya makmum menyaksikan imam langsung, atau makmum mendengar takbirnya imam, atau sampai darinya (Muballigh), sama saja antara imam dan makmum jaraknya dekat ataupun jauh, sama saja antara keduanya ada penghalang atau tidak ada penghalang diantara keduanya.
Dan apabila mereka (imam dan makmum) berada di satu bangunan atau di dua bangunan, atau salah satunya ada di tanah lapang dan yang satunya lagi berada di bangunan, sementara semua tempat tersebut bukan masjid, maka beserta persyaratan yang telah lalu disyaratkan, juga disyaratka tidak adanya penghalang di antara mereka yang dapat mencegah melihat imam atau mencegah untuk bisa menuju imam sekira andai makmum berkehendak menuju imam, maka tidak memungkinkan atau membelakangi qiblat
(فرع) على المأموم أن يعلم حركات الإمام فإذا صلى بصلاة الإمام وهما في المسجد، فإنه يعتبر في صحة صلاة المأموم علمه بصلاة الإمام، إما أن يشاهده، أو يسمع تكبيره، أو يبلغ عنه، وسواء كان بين الإمام والمأموم قريب أو بعيد، وسواء كان بينهما حائل، أو لا حائل بينهما، وهذا إجماع لا خلاف فيه؛ لأن المسجد كله موضع للجماعة الواحدة
(Cabang) Wajib Bagi makmum mengetahui pergerakan Imam.
Ketika shalat degan shalatnya imam dan keduanya (imam dan makmum) di dalam masjid , maka sungguh dipertimbangkan dalam kesahan shalatnya makmum mengetahuinya makmum pada shalatnya imam, ada kalanya makmum menyaksikan imam langsung, atau makmum mendengar takbirnya imam, atau sampai darinya (Muballigh), sama saja antara imam dan makmum jaraknya dekat ataupun jauh, sama saja antara keduanya ada penghalang atau tidak ada penghalang diantara keduanya. Dan ini ijma' yang tidak ada khilaf dalam masalah ini, karena masjid itu seluruhnya adalah tempat untuk jamaah yang satu.
📚[Al-Bayan fi Madzhabil Imam Asysyafi'i. Juz. 2/ Hal.433]
➖➖➖➖➖
فإن كانا في بناء أو بنأين أو كان أحدهما في فضاء والآخر في بناء، والجميع غير مسجد أشترط مع ما مر آنفا عدم حائل بينهما يمنع الرؤية أو الإستطراق العادي بحيث لو أراد الوصول للإمام لايمكنه أو يستدبر القبلة... إلى أن قال... فلو حال بينهما جدار لا باب فيه أو باب مسمر أو مغلق أو مردود أو شباك منع صحة الإقتداء. إهـ
Apabila mereka (imam dan makmum) berada di satu bangunan atau di dua bangunan, atau salah satunya ada di tanah lapang dan yang satunya lagi berada di bangunan, sementara semua tempat tersebut bukan masjid, maka beserta persyaratan yang telah lalu disyaratkan tidak adanya penghalang di antara mereka yang dapat mencegah melihat imam atau mencegah untuk bisa menuju imam sekira andai makmum berkehendak menuju imam maka tidak memungkinkan atau membelakangi qiblat...sampai perkataan pengarang.. lantas andai di antara mereka terdapat dinding yang tak berpintu, atau pintu yang dicukil degan paku, atau pintu yang dikunci, atau ditutup, atau jendela teralis, maka hal tersebut dapat mencegah keabsahan shalat berjamaah.
📚[Nihayatuz Zain. Hal. 122]
assalamualaikum wrahmatullah..
Jika imam dan makmum dlm masjid tapi ada penghalang, apa sah sholatnya?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Sah shalatnya Jika makmum mengetahui pada shalatnya imam, ada kalanya makmum menyaksikan imam langsung, atau makmum mendengar takbirnya imam, atau sampai darinya (Muballigh), sama saja antara imam dan makmum jaraknya dekat ataupun jauh, sama saja antara keduanya ada penghalang atau tidak ada penghalang diantara keduanya.
Dan apabila mereka (imam dan makmum) berada di satu bangunan atau di dua bangunan, atau salah satunya ada di tanah lapang dan yang satunya lagi berada di bangunan, sementara semua tempat tersebut bukan masjid, maka beserta persyaratan yang telah lalu disyaratkan, juga disyaratka tidak adanya penghalang di antara mereka yang dapat mencegah melihat imam atau mencegah untuk bisa menuju imam sekira andai makmum berkehendak menuju imam, maka tidak memungkinkan atau membelakangi qiblat
(فرع) على المأموم أن يعلم حركات الإمام فإذا صلى بصلاة الإمام وهما في المسجد، فإنه يعتبر في صحة صلاة المأموم علمه بصلاة الإمام، إما أن يشاهده، أو يسمع تكبيره، أو يبلغ عنه، وسواء كان بين الإمام والمأموم قريب أو بعيد، وسواء كان بينهما حائل، أو لا حائل بينهما، وهذا إجماع لا خلاف فيه؛ لأن المسجد كله موضع للجماعة الواحدة
(Cabang) Wajib Bagi makmum mengetahui pergerakan Imam.
Ketika shalat degan shalatnya imam dan keduanya (imam dan makmum) di dalam masjid , maka sungguh dipertimbangkan dalam kesahan shalatnya makmum mengetahuinya makmum pada shalatnya imam, ada kalanya makmum menyaksikan imam langsung, atau makmum mendengar takbirnya imam, atau sampai darinya (Muballigh), sama saja antara imam dan makmum jaraknya dekat ataupun jauh, sama saja antara keduanya ada penghalang atau tidak ada penghalang diantara keduanya. Dan ini ijma' yang tidak ada khilaf dalam masalah ini, karena masjid itu seluruhnya adalah tempat untuk jamaah yang satu.
📚[Al-Bayan fi Madzhabil Imam Asysyafi'i. Juz. 2/ Hal.433]
➖➖➖➖➖
فإن كانا في بناء أو بنأين أو كان أحدهما في فضاء والآخر في بناء، والجميع غير مسجد أشترط مع ما مر آنفا عدم حائل بينهما يمنع الرؤية أو الإستطراق العادي بحيث لو أراد الوصول للإمام لايمكنه أو يستدبر القبلة... إلى أن قال... فلو حال بينهما جدار لا باب فيه أو باب مسمر أو مغلق أو مردود أو شباك منع صحة الإقتداء. إهـ
Apabila mereka (imam dan makmum) berada di satu bangunan atau di dua bangunan, atau salah satunya ada di tanah lapang dan yang satunya lagi berada di bangunan, sementara semua tempat tersebut bukan masjid, maka beserta persyaratan yang telah lalu disyaratkan tidak adanya penghalang di antara mereka yang dapat mencegah melihat imam atau mencegah untuk bisa menuju imam sekira andai makmum berkehendak menuju imam maka tidak memungkinkan atau membelakangi qiblat...sampai perkataan pengarang.. lantas andai di antara mereka terdapat dinding yang tak berpintu, atau pintu yang dicukil degan paku, atau pintu yang dikunci, atau ditutup, atau jendela teralis, maka hal tersebut dapat mencegah keabsahan shalat berjamaah.
📚[Nihayatuz Zain. Hal. 122]
187} Jika makmum tidak qunut bersama imam
PERTANYAAN:
Assalamualaikum,,
Gimana hukum'nya jika imam melakukan qunut sedang makmum tidak.....?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Apabila makmum tidak qunut bersama imam karena lupa, dan imam berdiri membaca qunut, maka wajib bagi makmum kembali mengikuti qunut imam, kalo sengaja tidak qunut maka si makmum sunah untuk kembali. dan ia tidak sunah sujud sahwi.
📚[Hasyiyah al-Bujairimi. Juz. 2/ Hal. 105]:
وَمِثْلُهُ الْقُنُوتُ فَلَوْ تَرَكَ الْقُنُوتَ نَاسِيًا وَالْحَالُ أَنَّ الْإِمَامَ وَقَفَ لَهُ وَجَبَ عَلَيْهِ أَيْ الْمَأْمُومِ الْعَوْدُ بِمُتَابَعَةِ إمَامِهِ أَوْ عَامِدًا نُدِبَ
➖➖➖➖➖
📚[Kifayatul Akhyar. Juz. 1/ Hal. 124]:
ﺃﻣﺎ اﻟﻤﺄﻣﻮﻡ ﻓﻼ ﻳﺴﺠﺪ ﺇﺫا ﺳﻬﺎ ﺧﻠﻒ اﻣﺎﻣﻪ
Assalamualaikum,,
Gimana hukum'nya jika imam melakukan qunut sedang makmum tidak.....?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Apabila makmum tidak qunut bersama imam karena lupa, dan imam berdiri membaca qunut, maka wajib bagi makmum kembali mengikuti qunut imam, kalo sengaja tidak qunut maka si makmum sunah untuk kembali. dan ia tidak sunah sujud sahwi.
📚[Hasyiyah al-Bujairimi. Juz. 2/ Hal. 105]:
وَمِثْلُهُ الْقُنُوتُ فَلَوْ تَرَكَ الْقُنُوتَ نَاسِيًا وَالْحَالُ أَنَّ الْإِمَامَ وَقَفَ لَهُ وَجَبَ عَلَيْهِ أَيْ الْمَأْمُومِ الْعَوْدُ بِمُتَابَعَةِ إمَامِهِ أَوْ عَامِدًا نُدِبَ
➖➖➖➖➖
📚[Kifayatul Akhyar. Juz. 1/ Hal. 124]:
ﺃﻣﺎ اﻟﻤﺄﻣﻮﻡ ﻓﻼ ﻳﺴﺠﺪ ﺇﺫا ﺳﻬﺎ ﺧﻠﻒ اﻣﺎﻣﻪ
186} Hukum merokok saat sedang berpuasa
PERTANYAAN:
[@adi]
assalamualaikum warahmatullah....izin tanya,,
Di karenakan asap bukan a'in..Batalkah puasa jika seseorang yang sedang berpuasa merokok....?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Para ulama fiqih menyatakan bahwa orang yang sedang berpuasa seandainya ia memasukkan asap ke dalam tenggorokannya maka batal puasanya, baik itu asap rokok atau asap gaharu atau ambar maupun yang lain jika ia ingat bahwa ia sedang berpuasa. Sebab ia berkemungkinan untuk memghindarinya.
Adapun jika asap itu masuk ke tenggorokannya dengan tanpa ia sengaja maka tidak batal puasanya sebab tidak mungkin menghindarinya karena jika ia menutup mulutnya maka asap itu masuk melalui hidungnya.
Reff:
📚[al-Mausu'atul Fiqhiyyah. Juz. 20/ Hal. 340_341]:
فَسَادُ الصَّوْمِ بِالدُّخَانِ:
٣ - ذَهَبَ الْفُقَهَاءُ إِلَى أَنَّ الصَّائِمَ لَوْ أَدْخَل فِي حَلْقِهِ الدُّخَانَ أَفْطَرَ، سَوَاءٌ كَانَ دُخَانَ تَبَغٍ، أَوْ عُودٍ، أَوْ عَنْبَرٍ، أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ إِذَا كَانَ ذَاكِرًا لِلصَّوْمِ. إِذْ يُمْكِنُ التَّحَرُّزُ عَنْهُ. وَأَمَّا إِذَا وَصَل إِلَى حَلْقِهِ دُونَ قَصْدٍ، فَلاَ يَفْسُدُ بِهِ الصَّوْمُ، لِعَدَمِ إِمْكَانِ التَّحَرُّزِ عَنْهُ، لأَِنَّهُ إِذَا أَطْبَقَ الْفَمَ، دَخَل مِنَ الأَْنْفِ.
[@adi]
assalamualaikum warahmatullah....izin tanya,,
Di karenakan asap bukan a'in..Batalkah puasa jika seseorang yang sedang berpuasa merokok....?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Para ulama fiqih menyatakan bahwa orang yang sedang berpuasa seandainya ia memasukkan asap ke dalam tenggorokannya maka batal puasanya, baik itu asap rokok atau asap gaharu atau ambar maupun yang lain jika ia ingat bahwa ia sedang berpuasa. Sebab ia berkemungkinan untuk memghindarinya.
Adapun jika asap itu masuk ke tenggorokannya dengan tanpa ia sengaja maka tidak batal puasanya sebab tidak mungkin menghindarinya karena jika ia menutup mulutnya maka asap itu masuk melalui hidungnya.
Reff:
📚[al-Mausu'atul Fiqhiyyah. Juz. 20/ Hal. 340_341]:
فَسَادُ الصَّوْمِ بِالدُّخَانِ:
٣ - ذَهَبَ الْفُقَهَاءُ إِلَى أَنَّ الصَّائِمَ لَوْ أَدْخَل فِي حَلْقِهِ الدُّخَانَ أَفْطَرَ، سَوَاءٌ كَانَ دُخَانَ تَبَغٍ، أَوْ عُودٍ، أَوْ عَنْبَرٍ، أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ إِذَا كَانَ ذَاكِرًا لِلصَّوْمِ. إِذْ يُمْكِنُ التَّحَرُّزُ عَنْهُ. وَأَمَّا إِذَا وَصَل إِلَى حَلْقِهِ دُونَ قَصْدٍ، فَلاَ يَفْسُدُ بِهِ الصَّوْمُ، لِعَدَمِ إِمْكَانِ التَّحَرُّزِ عَنْهُ، لأَِنَّهُ إِذَا أَطْبَقَ الْفَمَ، دَخَل مِنَ الأَْنْفِ.
185} Ragu-ragu terhadap anggota wudhu
PERTANYAAN:
[@Nisrina]
Assalamualaikum..
Gimma hukum jika ragu terhadap anggota wudhu atau ada sedikit anggota yg blum terbasuh..apa wudhu'Nya harus di ulang....?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Jika ragu terhadap anggota wudhu apakah sudah dibasuh/disucikan atau belum, maka:
1) Anggota wudhu yang masih diragukan dibasuh kembali dan juga anggota wudhu setelahnya, jika ragu masih dalam wudhu.
2) Jika ragunya setelah selesainya wudhu maka keraguan tersebut tidak berpengaruh (wudhunya sudah sah).
Dan Jika ada sedikit anggota yang terlewat belum terbasuh, dan baru diketahui setelah wudhu, Apakah wudhunya harus diulang dari awal..??
Wudhunya tidak perlu di ulang, cukup membasuh bagian anggota yang belum terbasuh (semisal jempol tangan, jika jempolnya belum terbasuh) kemudian tinggal meneruskan membasuh pada anggota wajib setelahnya.
📚[al-Iqna'. Juz. 1/ Hal. 46]:
وَلَو شكّ فِي تَطْهِير عُضْو قبل فرَاغ طهره أَتَى بِهِ وَمَا بعده أَو بعد الْفَرَاغ لم يُؤثر.
📚[Raudhatut Thalibin. Juz. 1/ Hal. 64]:
ولو شك في غسل بعض أعضائه في أثناء الطهارة لم يحسب له وبعد الفراغ لا يضره الشك على الأصح
📚[Nihayatuz Zain. Hal. 52]:
وتجب إزالة ما تحت الأظافر من الوسخ وكذا ما على اليدين من شمع ونحوه من كل ما يمنع وصول الماء إلى العضو ومثل اليدين في ذلك الوجه والرجلان فلو رأى بعد تمام وضوئه على يديه مثلا حائلا كقشرة سمك وعلم أن ذلك كان حاصلا وقت الوضوء وجب عليه إزالته وغسل ما تحته وإعادة تطهير الأعضاء التي بعده لأجل مراعاة الترتيب في الوضوء.
[@Nisrina]
Assalamualaikum..
Gimma hukum jika ragu terhadap anggota wudhu atau ada sedikit anggota yg blum terbasuh..apa wudhu'Nya harus di ulang....?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Jika ragu terhadap anggota wudhu apakah sudah dibasuh/disucikan atau belum, maka:
1) Anggota wudhu yang masih diragukan dibasuh kembali dan juga anggota wudhu setelahnya, jika ragu masih dalam wudhu.
2) Jika ragunya setelah selesainya wudhu maka keraguan tersebut tidak berpengaruh (wudhunya sudah sah).
Dan Jika ada sedikit anggota yang terlewat belum terbasuh, dan baru diketahui setelah wudhu, Apakah wudhunya harus diulang dari awal..??
Wudhunya tidak perlu di ulang, cukup membasuh bagian anggota yang belum terbasuh (semisal jempol tangan, jika jempolnya belum terbasuh) kemudian tinggal meneruskan membasuh pada anggota wajib setelahnya.
📚[al-Iqna'. Juz. 1/ Hal. 46]:
وَلَو شكّ فِي تَطْهِير عُضْو قبل فرَاغ طهره أَتَى بِهِ وَمَا بعده أَو بعد الْفَرَاغ لم يُؤثر.
📚[Raudhatut Thalibin. Juz. 1/ Hal. 64]:
ولو شك في غسل بعض أعضائه في أثناء الطهارة لم يحسب له وبعد الفراغ لا يضره الشك على الأصح
📚[Nihayatuz Zain. Hal. 52]:
وتجب إزالة ما تحت الأظافر من الوسخ وكذا ما على اليدين من شمع ونحوه من كل ما يمنع وصول الماء إلى العضو ومثل اليدين في ذلك الوجه والرجلان فلو رأى بعد تمام وضوئه على يديه مثلا حائلا كقشرة سمك وعلم أن ذلك كان حاصلا وقت الوضوء وجب عليه إزالته وغسل ما تحته وإعادة تطهير الأعضاء التي بعده لأجل مراعاة الترتيب في الوضوء.
184} Diantara syarat dua khutbah adalah di dengar 40 orang
PERTANYAAN:
assalamu'alaikkum..
Izin tnya, apa benar khutbah jum'at itu mesti di dengar 40 org???
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Masalah standart penyampaian kuthbah:
ومن شروط الخطبتين أن يسمعهما أربعون ممن تنعقد بهم الجمعة واختلف ابن حجر والرملي حول الإسماع هل يلزم بالفعل أو بالقوة؟ ابن حجر يقول لا بد من الإسماع بالفعل معناه لو كان هناك ضجة أو طبول تضرب أو صياح وجب على الخطيب أن يرفع صوته حتى يسمعوا بالفعل. أما الرملي فيقول السماع بالقوة فقط يرفع الخطيب صوته بحيث لو زال المشوش لسمعوا. ولو نام واحد منهم أو كان أصم ولم يزل العدد عن أربعين بطلت الجمعة.
Di antara syarat dua khutbah adalah didengar oleh 40 orang yang mengesahkan shalat Jum'at.
Mengenai standart pendengaran khutbah Ulama masih berbeda pendapat:
a) Menurut Imam Ibnu Hajar khutbah harus diperdengarkan secara nyata, sehingga andaikan ada suara² yang menghambat pendengaran jamaah kepada khutbah seperti ramai², maka tidak cukup, bahkan khatib harus lebih mengeraskan suaranya lagi sampai didengar oleh Jamaah.
b) Sedangkan menurut pendapat Imam Ramli, cukup memperdengarkan secara hukum saja, artinya khatib cukup membaca khutbah sekira didengar jamaah, meskipun mereka tidak mendengar karena ada keramaian yang menghambat pendengaran jamaah. Namun andaikan tidak ada penghalang (suara berisik dsb), jamaah tetap dapat mendengar isi khutbah.
c) Mereka berdua sepakat bahwa: tidak cukup ketika khutbah disampaikan ternyata pendengarnya (jamaah) kurang dari 40 ahli jum'at sebab ada yang tertidur atau tuli.
📚[Syarah Yaqut Nafis. Hal. 242]
assalamu'alaikkum..
Izin tnya, apa benar khutbah jum'at itu mesti di dengar 40 org???
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Masalah standart penyampaian kuthbah:
ومن شروط الخطبتين أن يسمعهما أربعون ممن تنعقد بهم الجمعة واختلف ابن حجر والرملي حول الإسماع هل يلزم بالفعل أو بالقوة؟ ابن حجر يقول لا بد من الإسماع بالفعل معناه لو كان هناك ضجة أو طبول تضرب أو صياح وجب على الخطيب أن يرفع صوته حتى يسمعوا بالفعل. أما الرملي فيقول السماع بالقوة فقط يرفع الخطيب صوته بحيث لو زال المشوش لسمعوا. ولو نام واحد منهم أو كان أصم ولم يزل العدد عن أربعين بطلت الجمعة.
Di antara syarat dua khutbah adalah didengar oleh 40 orang yang mengesahkan shalat Jum'at.
Mengenai standart pendengaran khutbah Ulama masih berbeda pendapat:
a) Menurut Imam Ibnu Hajar khutbah harus diperdengarkan secara nyata, sehingga andaikan ada suara² yang menghambat pendengaran jamaah kepada khutbah seperti ramai², maka tidak cukup, bahkan khatib harus lebih mengeraskan suaranya lagi sampai didengar oleh Jamaah.
b) Sedangkan menurut pendapat Imam Ramli, cukup memperdengarkan secara hukum saja, artinya khatib cukup membaca khutbah sekira didengar jamaah, meskipun mereka tidak mendengar karena ada keramaian yang menghambat pendengaran jamaah. Namun andaikan tidak ada penghalang (suara berisik dsb), jamaah tetap dapat mendengar isi khutbah.
c) Mereka berdua sepakat bahwa: tidak cukup ketika khutbah disampaikan ternyata pendengarnya (jamaah) kurang dari 40 ahli jum'at sebab ada yang tertidur atau tuli.
📚[Syarah Yaqut Nafis. Hal. 242]
183} Hukum menembok dan memberi kubah terhadap kuburan
PERTANYAAN:
[@nita]
Assalamualaikum warahmatullah...
Gimana hukum membangun bangunan ataw menembok kuburan???
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Mengenai Menembok, membangun, dan memberi kubah terhadap kuburan, di rincikan:
1) Makruh jika ditanah milik pripadi, atau ditanah milik orang lain walaupun ada izin dari pemiliknya.
2) Haram jika di pemakaman umum, karna dapat menyempitkan lahan pemakaman.
3) Boleh jika ada hajat, seperti mayatnya dikhawatirkan dimakan binatang buas dll.
4) Kecuali kuburan para wali, para syuhada dan orang orang shaleh, maka boleh dibangun dan ditembok, baik ditanah pripadi atau dipemakaman umum, untuk menghidupkan para peziarah dan tabarruk.
Reff:
(وكره بناء له) أي للقبر (أو عليه) لصحة النهي عنه بلا حاجة كخوف نبش أو حفر سبع أو هدم سيل ومحل كراهة البناء إذا كان بملكه فإن كان بناء نفس القبر بغير حاجة مما مر أو نحو قبة عليه بمسبلة وهي ما اعتاد أهل البلد الدفن فيها عرف أصلها ومسبلها أم لا أو موقوفة حرم وهدم وجوبا لأنه يتأبد بعد انمحاق الميت ففيه تضييق على المسلمين بما لا غرض فيه.
قوله : (وكره بناء له) أي في باطن الأرض. قوله : (أو عليه) أي وكره بناء على القبر أو فوقه والمراد في حريمه أو خارجه ولا فرق فيه بين قبة أو بيت أو مسجد أو غير ذلك. قوله : (لصحة النهي عنه) أي عن البناء وهو ما رواه مسلم قال نهى رسول اللّٰه ﷺ أن يجصص القبر وأن يبنى عليه وأن يقعد عليه زاد الترمذي وأن يكتب عليه وأن يوطأ عليه وقال حديث حسن صحيح اهـ شرح البهجة. قوله : (بلا حاجة) متعلق ببناء وخرج به ما إذا كانت حاجة فلا يكره.
قال البجيرمى واستثنى بعضهم قبور الأنبياء والشهداء والصالحين ونحوهم برماوى وعبارة الرحمانى نعم قبور الصالحين يجوز بناؤها ولو بقبة لإحياء الزيادة والتبرك قال الحلبى ولو في مسبلة وأفتى به وقد أمر به الشيخ الزيادى مع ولايته وكل ذلك لم يرتضه شيخنا الشوبرى وقال الحق خلافه وقد أفتى العز بن عبد السلام بهدم ما في القرافة اهـ.
Dan makruh hukumnya ialah menembok bagian dalam liang kubur atau menembok bagian atasnya tanpa adanya kebutuhan. Seperti adanya pembongkaran (maling), digali oleh binatang buas, dan longsor. Hal ini karena berdasarkan Hadist Shahih yang melarang hal demikian. Begitu juga dengan membangun kubah, rumah, masjid, dan lainnya diatas kuburan.
Adapun hukum kemakruhannya apabila kuburannya tersebut berada ditanah milik pribadi.
Namun apabila berada pada tanah musabbalah, yaitu berupa tanah yang disediakan oleh penduduk untuk digunakan sebagai lahan perkuburan, atau berada pada tanah waqaf, maka hukumnya adalah Haram dan wajib untuk dibongkar. Alasan keharamannya adalah bangunan tersebut akan menjadi abadi setelah hancurnya jasad mayat, yang berarti hal ini akan mempersempit tanah untuk perkuburan muslimin lainnya dengan tanpa adanya keperluan syara'.
Dan Qaul Mushannif: (Karena berdasarkan Hadist Shahih yang melarang hal demikian), yaitu mengenai pembangunan perkuburan. Ialah sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwasannya: "Rasulullah ﷺ, melarang untuk mengapur kuburan, memberi bangunan diatasnya, dan duduk diatasnya." Imam at Tirmidzi menambahkan riwayat: "Dan melarang membuat tulisan diatasnya, serta menginjaknya." Lalu Imam at-Tirmidzi Berkata: "Status Hadist ini adalah hasan shahih." Intaha Syarhul Bahjah.
Imam al-Bujairimi Berkata: "Sebagian Para Ulama mengecualikan pada Kuburan Para Nabi ﷺ, Para Syuhada, Para Shalihin, dan yang semisal." Barmawi. Adapun ibarat dari ar-Rahmaani: "Memanglah benar kuburan itu makruh atau bahkan haram untuk dibangun, namun untuk kuburan Para Shalihin itu boleh dibangun, walaupun dibangun dengan kubah, hal ini guna menghidupkan tradisi ziarah dan tabarruk."
Dan al-Halabi Berkata: "Meskipun kuburan Para Shalihin tersebut berada pada tanah musabbalah." Dan al Halabi menfatwakan hukum ini. Dan as Syaikh az Ziyadi memerintahkan akan hal ini dimasa kekuasaannya. Namun mengenai pembangunan makam Para Shalihin pada tanah musabbalah ini Guruku as-Shubari tidaklah menyukainya, dan Beliau Berkata: "Hukum yang benar adalah menyelisihi itu semua." Dan al-'Izzu bin Abdissalam sungguh telah Berfatwa untuk menghancurkan bangunan makam yang ada di qurafah. Intaha
📚[I'anatut Thalibin. Juz. 2/ Hal. 120 Maktabah al-Hidayah]
➖➖➖➖➖
Secara global, Menurut Madzhab Maliki, Syafi'i dan Hanbali Makruh hukumnya membangun kuburan baik bangunannya berbentuk kubah, rumah ata lainnya karena terdapat Hadits bahwasanya Rasulullah ﷺ, melarang membangun kuburan.
Dan Nash Malikiyah dan Syafi'iyyah Haram membangun kuburan di tempat pemakaman umum dan wajib untuk di bongkar.
📚[Al-Mausu'atul Fiqhiyyah]:
وَذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ إلَى كَرَاهَةِ الْبِنَاءِ عَلَى الْقَبْرِ فِي الْجُمْلَةِ، لِحَدِيثِ جَابِرٍ: نَهَى رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ.
وَسَوَاءٌ فِي الْبِنَاءِ بِنَاءُ قُبَّةٍ أَمْ بَيْتٌ أَمْ غَيْرُهُمَا.
وَقَال الْحَنَفِيَّةُ: يَحْرُمُ لَوْ لِلزِّينَةِ، وَيُكْرَهُ لَوْ لِلإِْحْكَامِ بَعْدَ الدَّفْنِ.
وَفِي الإِْمْدَادِ مِنْ كُتُبِ الْحَنَفِيَّةِ: وَالْيَوْمَ اعْتَادُوا التَّسْنِيمَ بِاللَّبِنِ صِيَانَةً لِلْقَبْرِ عَنِ النَّبْشِ وَرَأَوْا ذَلِكَ حَسَنًا، وَقَال عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ: مَا رَأَى الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ.
وَنَصَّ الْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ عَلَى حُرْمَةِ الْبِنَاءِ فِي الْمَقْبَرَةِ الْمُسَبَّلَةِ وَوُجُوبِ هَدْمِهِ.
[@nita]
Assalamualaikum warahmatullah...
Gimana hukum membangun bangunan ataw menembok kuburan???
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Mengenai Menembok, membangun, dan memberi kubah terhadap kuburan, di rincikan:
1) Makruh jika ditanah milik pripadi, atau ditanah milik orang lain walaupun ada izin dari pemiliknya.
2) Haram jika di pemakaman umum, karna dapat menyempitkan lahan pemakaman.
3) Boleh jika ada hajat, seperti mayatnya dikhawatirkan dimakan binatang buas dll.
4) Kecuali kuburan para wali, para syuhada dan orang orang shaleh, maka boleh dibangun dan ditembok, baik ditanah pripadi atau dipemakaman umum, untuk menghidupkan para peziarah dan tabarruk.
Reff:
(وكره بناء له) أي للقبر (أو عليه) لصحة النهي عنه بلا حاجة كخوف نبش أو حفر سبع أو هدم سيل ومحل كراهة البناء إذا كان بملكه فإن كان بناء نفس القبر بغير حاجة مما مر أو نحو قبة عليه بمسبلة وهي ما اعتاد أهل البلد الدفن فيها عرف أصلها ومسبلها أم لا أو موقوفة حرم وهدم وجوبا لأنه يتأبد بعد انمحاق الميت ففيه تضييق على المسلمين بما لا غرض فيه.
قوله : (وكره بناء له) أي في باطن الأرض. قوله : (أو عليه) أي وكره بناء على القبر أو فوقه والمراد في حريمه أو خارجه ولا فرق فيه بين قبة أو بيت أو مسجد أو غير ذلك. قوله : (لصحة النهي عنه) أي عن البناء وهو ما رواه مسلم قال نهى رسول اللّٰه ﷺ أن يجصص القبر وأن يبنى عليه وأن يقعد عليه زاد الترمذي وأن يكتب عليه وأن يوطأ عليه وقال حديث حسن صحيح اهـ شرح البهجة. قوله : (بلا حاجة) متعلق ببناء وخرج به ما إذا كانت حاجة فلا يكره.
قال البجيرمى واستثنى بعضهم قبور الأنبياء والشهداء والصالحين ونحوهم برماوى وعبارة الرحمانى نعم قبور الصالحين يجوز بناؤها ولو بقبة لإحياء الزيادة والتبرك قال الحلبى ولو في مسبلة وأفتى به وقد أمر به الشيخ الزيادى مع ولايته وكل ذلك لم يرتضه شيخنا الشوبرى وقال الحق خلافه وقد أفتى العز بن عبد السلام بهدم ما في القرافة اهـ.
Dan makruh hukumnya ialah menembok bagian dalam liang kubur atau menembok bagian atasnya tanpa adanya kebutuhan. Seperti adanya pembongkaran (maling), digali oleh binatang buas, dan longsor. Hal ini karena berdasarkan Hadist Shahih yang melarang hal demikian. Begitu juga dengan membangun kubah, rumah, masjid, dan lainnya diatas kuburan.
Adapun hukum kemakruhannya apabila kuburannya tersebut berada ditanah milik pribadi.
Namun apabila berada pada tanah musabbalah, yaitu berupa tanah yang disediakan oleh penduduk untuk digunakan sebagai lahan perkuburan, atau berada pada tanah waqaf, maka hukumnya adalah Haram dan wajib untuk dibongkar. Alasan keharamannya adalah bangunan tersebut akan menjadi abadi setelah hancurnya jasad mayat, yang berarti hal ini akan mempersempit tanah untuk perkuburan muslimin lainnya dengan tanpa adanya keperluan syara'.
Dan Qaul Mushannif: (Karena berdasarkan Hadist Shahih yang melarang hal demikian), yaitu mengenai pembangunan perkuburan. Ialah sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwasannya: "Rasulullah ﷺ, melarang untuk mengapur kuburan, memberi bangunan diatasnya, dan duduk diatasnya." Imam at Tirmidzi menambahkan riwayat: "Dan melarang membuat tulisan diatasnya, serta menginjaknya." Lalu Imam at-Tirmidzi Berkata: "Status Hadist ini adalah hasan shahih." Intaha Syarhul Bahjah.
Imam al-Bujairimi Berkata: "Sebagian Para Ulama mengecualikan pada Kuburan Para Nabi ﷺ, Para Syuhada, Para Shalihin, dan yang semisal." Barmawi. Adapun ibarat dari ar-Rahmaani: "Memanglah benar kuburan itu makruh atau bahkan haram untuk dibangun, namun untuk kuburan Para Shalihin itu boleh dibangun, walaupun dibangun dengan kubah, hal ini guna menghidupkan tradisi ziarah dan tabarruk."
Dan al-Halabi Berkata: "Meskipun kuburan Para Shalihin tersebut berada pada tanah musabbalah." Dan al Halabi menfatwakan hukum ini. Dan as Syaikh az Ziyadi memerintahkan akan hal ini dimasa kekuasaannya. Namun mengenai pembangunan makam Para Shalihin pada tanah musabbalah ini Guruku as-Shubari tidaklah menyukainya, dan Beliau Berkata: "Hukum yang benar adalah menyelisihi itu semua." Dan al-'Izzu bin Abdissalam sungguh telah Berfatwa untuk menghancurkan bangunan makam yang ada di qurafah. Intaha
📚[I'anatut Thalibin. Juz. 2/ Hal. 120 Maktabah al-Hidayah]
➖➖➖➖➖
Secara global, Menurut Madzhab Maliki, Syafi'i dan Hanbali Makruh hukumnya membangun kuburan baik bangunannya berbentuk kubah, rumah ata lainnya karena terdapat Hadits bahwasanya Rasulullah ﷺ, melarang membangun kuburan.
Dan Nash Malikiyah dan Syafi'iyyah Haram membangun kuburan di tempat pemakaman umum dan wajib untuk di bongkar.
📚[Al-Mausu'atul Fiqhiyyah]:
وَذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ إلَى كَرَاهَةِ الْبِنَاءِ عَلَى الْقَبْرِ فِي الْجُمْلَةِ، لِحَدِيثِ جَابِرٍ: نَهَى رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ.
وَسَوَاءٌ فِي الْبِنَاءِ بِنَاءُ قُبَّةٍ أَمْ بَيْتٌ أَمْ غَيْرُهُمَا.
وَقَال الْحَنَفِيَّةُ: يَحْرُمُ لَوْ لِلزِّينَةِ، وَيُكْرَهُ لَوْ لِلإِْحْكَامِ بَعْدَ الدَّفْنِ.
وَفِي الإِْمْدَادِ مِنْ كُتُبِ الْحَنَفِيَّةِ: وَالْيَوْمَ اعْتَادُوا التَّسْنِيمَ بِاللَّبِنِ صِيَانَةً لِلْقَبْرِ عَنِ النَّبْشِ وَرَأَوْا ذَلِكَ حَسَنًا، وَقَال عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ: مَا رَأَى الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ.
وَنَصَّ الْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ عَلَى حُرْمَةِ الْبِنَاءِ فِي الْمَقْبَرَةِ الْمُسَبَّلَةِ وَوُجُوبِ هَدْمِهِ.
182} Mimpi yang bisa di nilai kebenarannya
PERTANYAAN:
Assalamualaikum wr wb
Bagaiman kita tahu bahwa mimpi kita itu benar dan apakah harus bersuci dulu agar mimpi bisa jadi kenyataan?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Mimpi itu ada 3:
[الإشارة فى علم العبارات، ج ١/ ص ٦٠٤]:
عَن النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم: إِن الرُّؤْيَا ثَلَاثَة فالرؤيا الصَّالِحَة بشرى من الله تَعَالَى والرؤيا من تخويف الشَّيْطَان والرؤيا مِمَّا يحدث بِهِ الرجل نَفسه
Dari Nabi ﷺ, Sungguh mimpi itu ada 3:
1) Mimpi orang shalih adalah pertanda baik dari Allah Ta'ala.
2) Mimpi dari takhwifnya (mempertakutinya) syaithan.
3) Mimpi sebab dari apa yang seseorang berbicara dengan dirinya sendiri (Bunga tidur).
[الإشارة فى علم العبارات، ج ١/ ص ٦٠٤]:
(وَاعْلَم) أَن صدق الرُّؤْيَا إِن نمت على جَنْبك الْأَيْمن لقَوْل ابْن سِيرِين: من نَام على جنبه الْأَيْمن فَرَأى رُؤْيا فَهِيَ من الله تَعَالَى وَمن نَام على جنبه الْأَيْسَر أَو على ظَهره وَرَأى رُؤْيا فَإِنَّهَا من قبل الْأَرْوَاح وَرُبمَا يَصح بعض وَمَا كَانَ مِنْهَا فِي مَنَامه على بَطْنه فَهُوَ أضغاث أَحْلَام
Ketahuilah! Sungguh mimpi yang benar adalah jika anda tidur miring diatas sisi lambung kanan, berdasar perkataan ibn sirin: "Sesiapa tidur atas lambungnya yang kanan kemudian dia mimpi maka itu mimpi dari Allah Ta'ala, dan sesiapa tidur atas lambung kirinya (miring ke kiri) atau atas punggungnya (telentang) kemudian dia mimpi maka sungguh itu mimpi dari arah para arwah, dan terkadang bener sebagian. Dan apa yg termasuk mimpi dalam tidurnya ketika tidur atas perutnya maka itu mimpi yg kacau.
➖➖➖➖➖
Mimpi yang bisa dinilai kebenarannya (mu'tabar) tidaklah disyaratkan bagi orang yang bermimpi harus dalam keadaan suci, Namun tidurnya seseorang dalam keadaan bersuci, maka jika ia bermimpi maka mimpinya lebih bisa diharapkan menjadi mimpi yg benar.
Reff:
📚[Fathul Bari. Juz. 12/ Hal. 432]:
وذكر أئمة التعبير : أن من أدب الرائي أن يكون صادق اللهجة ، وأن ينام على وضوء ، على جنبه الأيمن .
📚[Shahih Muslim Bi syarhin Nawawi. Juz. 17/ Hal. 32]:
وفي هذا الحديث ثلاث سنن مهمة مستحبة ليست بواجبة: إحداها: الوضوء عند إرادة النوم ، فإن كان متوضأ كفاه ذلك الوضوء، لأن المقصود النوم على طهارة ، مخافة أن يموت في ليلته، وليكون أصدق لرؤياه ، وأبعد من تلعب الشيطان به في منامه، وترويعه إياه. الثانية: النوم على الشق الأيمن؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم كان يحب التيامن؛ ولأنه أسرع إلى الانتباه. الثالثة: ذكر الله تعالى؛ ليكون خاتمة عمله .
Assalamualaikum wr wb
Bagaiman kita tahu bahwa mimpi kita itu benar dan apakah harus bersuci dulu agar mimpi bisa jadi kenyataan?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Mimpi itu ada 3:
[الإشارة فى علم العبارات، ج ١/ ص ٦٠٤]:
عَن النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم: إِن الرُّؤْيَا ثَلَاثَة فالرؤيا الصَّالِحَة بشرى من الله تَعَالَى والرؤيا من تخويف الشَّيْطَان والرؤيا مِمَّا يحدث بِهِ الرجل نَفسه
Dari Nabi ﷺ, Sungguh mimpi itu ada 3:
1) Mimpi orang shalih adalah pertanda baik dari Allah Ta'ala.
2) Mimpi dari takhwifnya (mempertakutinya) syaithan.
3) Mimpi sebab dari apa yang seseorang berbicara dengan dirinya sendiri (Bunga tidur).
[الإشارة فى علم العبارات، ج ١/ ص ٦٠٤]:
(وَاعْلَم) أَن صدق الرُّؤْيَا إِن نمت على جَنْبك الْأَيْمن لقَوْل ابْن سِيرِين: من نَام على جنبه الْأَيْمن فَرَأى رُؤْيا فَهِيَ من الله تَعَالَى وَمن نَام على جنبه الْأَيْسَر أَو على ظَهره وَرَأى رُؤْيا فَإِنَّهَا من قبل الْأَرْوَاح وَرُبمَا يَصح بعض وَمَا كَانَ مِنْهَا فِي مَنَامه على بَطْنه فَهُوَ أضغاث أَحْلَام
Ketahuilah! Sungguh mimpi yang benar adalah jika anda tidur miring diatas sisi lambung kanan, berdasar perkataan ibn sirin: "Sesiapa tidur atas lambungnya yang kanan kemudian dia mimpi maka itu mimpi dari Allah Ta'ala, dan sesiapa tidur atas lambung kirinya (miring ke kiri) atau atas punggungnya (telentang) kemudian dia mimpi maka sungguh itu mimpi dari arah para arwah, dan terkadang bener sebagian. Dan apa yg termasuk mimpi dalam tidurnya ketika tidur atas perutnya maka itu mimpi yg kacau.
➖➖➖➖➖
Mimpi yang bisa dinilai kebenarannya (mu'tabar) tidaklah disyaratkan bagi orang yang bermimpi harus dalam keadaan suci, Namun tidurnya seseorang dalam keadaan bersuci, maka jika ia bermimpi maka mimpinya lebih bisa diharapkan menjadi mimpi yg benar.
Reff:
📚[Fathul Bari. Juz. 12/ Hal. 432]:
وذكر أئمة التعبير : أن من أدب الرائي أن يكون صادق اللهجة ، وأن ينام على وضوء ، على جنبه الأيمن .
📚[Shahih Muslim Bi syarhin Nawawi. Juz. 17/ Hal. 32]:
وفي هذا الحديث ثلاث سنن مهمة مستحبة ليست بواجبة: إحداها: الوضوء عند إرادة النوم ، فإن كان متوضأ كفاه ذلك الوضوء، لأن المقصود النوم على طهارة ، مخافة أن يموت في ليلته، وليكون أصدق لرؤياه ، وأبعد من تلعب الشيطان به في منامه، وترويعه إياه. الثانية: النوم على الشق الأيمن؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم كان يحب التيامن؛ ولأنه أسرع إلى الانتباه. الثالثة: ذكر الله تعالى؛ ليكون خاتمة عمله .
Sabtu, 30 Mei 2020
181} Status orang mati bunuh diri
PERTANYAAN:
[@Cintaistikharah. MIA.2]
Assalamualaikum wr wb..
Ustad gimana status orang mati bunuh diri...apakah kluar dr agama islam?
Mhon penjelasan & pencerahan"nya srta rujukan"nya
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Ijma' para ulama fiqh dan ahlussunnah: bahwasanya orang Islam yang mati bunuh diri tidaklah menyebabkan dirinya keluar dari agama Islam walaupun dirinya harus memikul dosa yang ditanggungnya. Sehingga jenazah orang Islam yang mati bunuh diri tetap dishalati dan jenazahnya tetap dikuburkan dipemakaman Islam. Namun seseorang yang melakukan bunuh diri, apabila hal itu dianggapnya perbuatan halal, maka kafirlah pelakunya, Apabila tidak menganggap halal, maka menjadi fasiq pelakunya.
Reff:
📚[Syarah Shahih al-Bukhari li Ibni Batthal. Juz. 3/ Hal. 349]:
أجمع الفقهاء وأهل السنة أن من قتل نفسه أنه لا يخرج بذلك عن الإسلام ، وأنه يصلى عليه ، وإثمه عليه كما قال مالك ، ويدفن في مقابر المسلمين.
➖➖➖➖➖
قاتل نفسه إن استحل ذلك فهو كافر وإن لم يستحل ذلك فهو فاسق، وقد ترك الرسول الكريم الصلاة عليه ردعا لغيره عن مثل فعله، وقد صلى عليه الصحابة رضي اللّٰه عنهم لئلا يدفن بلا صلاة.
Seseorang yang melakukan bunuh diri, apabila hal itu dianggapnya perbuatan halal, maka kafirlah pelakunya. Apabila tidak menganggapnya halal, maka menjadi fasiq pelakunya. Dan sungguh Baginda Rasulullah ﷺ Yang Agung enggan menshalati orang yang mati dengan cara seperti ini, hal ini lantaran untuk mencegah yang lain melakukan hal sama yaitu bunuh diri. Namun Para Sahabat RA yang menshalatinya, hal ini dilakukan supaya prosesi pemakamannya tidak dilakukan sebelum dishalatkan.
📚[Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Maram. Juz. 2/ Hal. 170 Darul Fikri]
[@Cintaistikharah. MIA.2]
Assalamualaikum wr wb..
Ustad gimana status orang mati bunuh diri...apakah kluar dr agama islam?
Mhon penjelasan & pencerahan"nya srta rujukan"nya
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Ijma' para ulama fiqh dan ahlussunnah: bahwasanya orang Islam yang mati bunuh diri tidaklah menyebabkan dirinya keluar dari agama Islam walaupun dirinya harus memikul dosa yang ditanggungnya. Sehingga jenazah orang Islam yang mati bunuh diri tetap dishalati dan jenazahnya tetap dikuburkan dipemakaman Islam. Namun seseorang yang melakukan bunuh diri, apabila hal itu dianggapnya perbuatan halal, maka kafirlah pelakunya, Apabila tidak menganggap halal, maka menjadi fasiq pelakunya.
Reff:
📚[Syarah Shahih al-Bukhari li Ibni Batthal. Juz. 3/ Hal. 349]:
أجمع الفقهاء وأهل السنة أن من قتل نفسه أنه لا يخرج بذلك عن الإسلام ، وأنه يصلى عليه ، وإثمه عليه كما قال مالك ، ويدفن في مقابر المسلمين.
➖➖➖➖➖
قاتل نفسه إن استحل ذلك فهو كافر وإن لم يستحل ذلك فهو فاسق، وقد ترك الرسول الكريم الصلاة عليه ردعا لغيره عن مثل فعله، وقد صلى عليه الصحابة رضي اللّٰه عنهم لئلا يدفن بلا صلاة.
Seseorang yang melakukan bunuh diri, apabila hal itu dianggapnya perbuatan halal, maka kafirlah pelakunya. Apabila tidak menganggapnya halal, maka menjadi fasiq pelakunya. Dan sungguh Baginda Rasulullah ﷺ Yang Agung enggan menshalati orang yang mati dengan cara seperti ini, hal ini lantaran untuk mencegah yang lain melakukan hal sama yaitu bunuh diri. Namun Para Sahabat RA yang menshalatinya, hal ini dilakukan supaya prosesi pemakamannya tidak dilakukan sebelum dishalatkan.
📚[Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Maram. Juz. 2/ Hal. 170 Darul Fikri]
Jumat, 29 Mei 2020
180} Hukum meringkas dalam memberi zakat atas jumlah yang kurang dari tiga orang dari setiap golongan mustahiq zakat
PERTANYAAN:
Assalamualaikum..
Gimana hukum mmberi zakat kpd orang yg berhak menerima'nya diberikan hanya satu org saja dr setiap golongan?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Menurut pendapat mayoritas madzhab Syafi’i, bahkan pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafi'i tidak diperbolehkan meringkas dalam memberi zakat atas jumlah yang kurang dari 3 orang dari setiap golongan mustahiq zakat yang ada delapan kecuali 'Amil.
sedangkan menurut tiga Imam, yakni: Abu Hanifah, Malik dan Ahmad bin Hanbal diperbolehkan.
Reff:
قال الإمام ابن عجيل رحمه الله: ثلاث مسائل يفتى بها على غير المشهور في مذهب الإمام الشافعي، وهي:
١- جواز صرف الزكاة الى صنف واحد.
٢- جواز دفع زكاة واحد لواحد من الصنف.
٣- جواز نقل الزكاة من موضعها الى بلد اخر.
Imam Ibnu 'Ujail rahimahullah berkata:
Ada 3 masalah yang di fatwa bukan berdasarkan pendapat yang masyhur dalam madzhab imam asy-Syafi'i, yaitu:
1) kebolehan memberi zakat kepada satu golongan.
2) kebolehan memberi zakatnya satu jiwa kepada satu orang dari satu golongan.
3) kebolehan memindahkan zakat dari tempatnya ke tempat yang lain.
📚[Taqriratus Sadidah. Hal. 426]
➖➖➖➖➖
(ولا يقتصر) في إعطاء الزكاة (على أقل من ثلاثة من كل صنف) من الأصناف الثمانية (إلا العامل)؛ فإنه يجوز أن يكون واحدا إن حصلت به الحاجة فإن صرف لاثنين من كل صنف غرم للثالث أقل متمول. وقيل يغرم له الثلث.
Dan tidak boleh meringkas dalam memberi zakat atas jumlah yang kurang dari tiga orang dari setiap golongan mustahiq zakat yang ada delapan, kecuali ‘amil, maka boleh diberikan hanya kepada satu orang jika dengan satu orang tersebut terpenuhi kebutuhan. Maka jika zakat diberikan kepada dua orang dari setiap golongan, wajib mengganti rugi kepada orang ketiga berupa minimal harta yang bisa dihargai. Sebagian pendapat mengatakan ganti ruginya adalah sepertiga.
📚[Fathul Qarib Hamisy Qut al-Habib. Hal. 213]
➖➖➖➖➖
وقال ابن حجر في شرح العباب قال الأئمة الثلاثة وكثيرون يجوز صرفها إلى شخص واحد من الأصناف. قال ابن عجيل اليمني ثلاث مسائل في الزكاة يفتى فيها على خلاف المذهب، نقل الزكاة، ودفع زكاة واحد إلى واحد، ودفعها إلى صنف واحد.
Syekh Ibnu Hajar berkata dalam Syarh al-‘Ubab, berkata tiga imam dan banyak ulama (Syafi’iyah), boleh memberikan zakat kepada satu orang dari beberapa ashnaf. Ibnu ‘Ujail al-Yamani berkata: tiga permasalahan zakat yang difatwakan berbeda dengan pendapat al-Madzhab:
1) Kebolehan memindah zakat
2) Kebolehan memberi zakatnya satu jiwa kepada satu orang
3) Kebolehan memberi zakat kepada satu golongan.
📚[I'anatut Thalibin. Juz. 2/ Hal. 212]
➖➖➖➖➖
(مسألة ي ش) لا خفاء أن مذهب الشافعي وجوب استيعاب الموجودين من الأصناف في الزكاة والفطرة ومذهب الثلاثة جواز الاقتصار على صنف واحد وأفتى به ابن عجيل والأصبعي وذهب إليه أكثر المتأخرين لعسر الأمر ويجوز تقليد هؤلاء في نقلها ودفعها إلى شخص واحد كما أفتى به ابن عجيل وغيره
Tidak ada keraguan bahwa menurut madzhab Syafi’i diwajibkan meratakan mustahiq zakat yang wujud dari beberapa golongan di dalam zakat (mal) dan zakat fitrah. Menurut madzhabnya tiga Imam, boleh meringkas atas satu golongan. Pendapat ini difatwakan oleh Syekh Ibnu 'Ujail, Syekh al-Ashba’i dan diugemi oleh mayoritas ulama mutaakhirin, karena sulitnya perihal (meratakan zakat). Boleh mengikuti pendapat² tersebut dalam memindah zakat dan memberinya kepada satu orang seperi fatwanya Syekh Ibnu ‘Ujail dan lainnya.
📚[Bughyatul Mustarsyidiin Hal. 219]
Assalamualaikum..
Gimana hukum mmberi zakat kpd orang yg berhak menerima'nya diberikan hanya satu org saja dr setiap golongan?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Menurut pendapat mayoritas madzhab Syafi’i, bahkan pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafi'i tidak diperbolehkan meringkas dalam memberi zakat atas jumlah yang kurang dari 3 orang dari setiap golongan mustahiq zakat yang ada delapan kecuali 'Amil.
sedangkan menurut tiga Imam, yakni: Abu Hanifah, Malik dan Ahmad bin Hanbal diperbolehkan.
Reff:
قال الإمام ابن عجيل رحمه الله: ثلاث مسائل يفتى بها على غير المشهور في مذهب الإمام الشافعي، وهي:
١- جواز صرف الزكاة الى صنف واحد.
٢- جواز دفع زكاة واحد لواحد من الصنف.
٣- جواز نقل الزكاة من موضعها الى بلد اخر.
Imam Ibnu 'Ujail rahimahullah berkata:
Ada 3 masalah yang di fatwa bukan berdasarkan pendapat yang masyhur dalam madzhab imam asy-Syafi'i, yaitu:
1) kebolehan memberi zakat kepada satu golongan.
2) kebolehan memberi zakatnya satu jiwa kepada satu orang dari satu golongan.
3) kebolehan memindahkan zakat dari tempatnya ke tempat yang lain.
📚[Taqriratus Sadidah. Hal. 426]
➖➖➖➖➖
(ولا يقتصر) في إعطاء الزكاة (على أقل من ثلاثة من كل صنف) من الأصناف الثمانية (إلا العامل)؛ فإنه يجوز أن يكون واحدا إن حصلت به الحاجة فإن صرف لاثنين من كل صنف غرم للثالث أقل متمول. وقيل يغرم له الثلث.
Dan tidak boleh meringkas dalam memberi zakat atas jumlah yang kurang dari tiga orang dari setiap golongan mustahiq zakat yang ada delapan, kecuali ‘amil, maka boleh diberikan hanya kepada satu orang jika dengan satu orang tersebut terpenuhi kebutuhan. Maka jika zakat diberikan kepada dua orang dari setiap golongan, wajib mengganti rugi kepada orang ketiga berupa minimal harta yang bisa dihargai. Sebagian pendapat mengatakan ganti ruginya adalah sepertiga.
📚[Fathul Qarib Hamisy Qut al-Habib. Hal. 213]
➖➖➖➖➖
وقال ابن حجر في شرح العباب قال الأئمة الثلاثة وكثيرون يجوز صرفها إلى شخص واحد من الأصناف. قال ابن عجيل اليمني ثلاث مسائل في الزكاة يفتى فيها على خلاف المذهب، نقل الزكاة، ودفع زكاة واحد إلى واحد، ودفعها إلى صنف واحد.
Syekh Ibnu Hajar berkata dalam Syarh al-‘Ubab, berkata tiga imam dan banyak ulama (Syafi’iyah), boleh memberikan zakat kepada satu orang dari beberapa ashnaf. Ibnu ‘Ujail al-Yamani berkata: tiga permasalahan zakat yang difatwakan berbeda dengan pendapat al-Madzhab:
1) Kebolehan memindah zakat
2) Kebolehan memberi zakatnya satu jiwa kepada satu orang
3) Kebolehan memberi zakat kepada satu golongan.
📚[I'anatut Thalibin. Juz. 2/ Hal. 212]
➖➖➖➖➖
(مسألة ي ش) لا خفاء أن مذهب الشافعي وجوب استيعاب الموجودين من الأصناف في الزكاة والفطرة ومذهب الثلاثة جواز الاقتصار على صنف واحد وأفتى به ابن عجيل والأصبعي وذهب إليه أكثر المتأخرين لعسر الأمر ويجوز تقليد هؤلاء في نقلها ودفعها إلى شخص واحد كما أفتى به ابن عجيل وغيره
Tidak ada keraguan bahwa menurut madzhab Syafi’i diwajibkan meratakan mustahiq zakat yang wujud dari beberapa golongan di dalam zakat (mal) dan zakat fitrah. Menurut madzhabnya tiga Imam, boleh meringkas atas satu golongan. Pendapat ini difatwakan oleh Syekh Ibnu 'Ujail, Syekh al-Ashba’i dan diugemi oleh mayoritas ulama mutaakhirin, karena sulitnya perihal (meratakan zakat). Boleh mengikuti pendapat² tersebut dalam memindah zakat dan memberinya kepada satu orang seperi fatwanya Syekh Ibnu ‘Ujail dan lainnya.
📚[Bughyatul Mustarsyidiin Hal. 219]
179} Apakah dipotong semua biaya sebelum mengeluarkan zakat..??
PERTANYAAN:
[@Mukti HI. MIA.1]
Assalamualaikum..poro kyai atau Gus mohon pencerahannya tentang zakat padi yg Udah satu nishob tapi biaya manenya mahal gak sesuai dengan hasilya alias rugi.. pertanyaan: apakah hal tersebut dapat mempengaruhi kadar zakat yg tadinya 10 persen menjadi 5 persen.atas jwbnya saya ucapkan terimakasih.
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Lahan pertanian memakan biaya pada kebiasaan ,pada penanamannya ada biaya² Seperti harga benih dan pupuk dan upah² pengolahan tanah (pembajakan tanah) dan irigasi, dan pembersihan, dan pemanenan dan sebagainya.
Dalam al-fatwa no 15 dalam musyawarah البركة yang ke enam di jeddah bahwa disana tiga pendapat dalam masalah ini:
1) Pendapat yang ada pemotongan semua biaya², Pendapat yang tidak adanya pemotongan pada pembebanan harta yang wajib dizakati.
2) Pendapat yang tengah² dengan menggugurkan sepertiga dari hasil panen, kemudian dikeluarkan zakat dari sisanya (2/3 nya).
3) Dan para hadhirin memilih pendapat yang no 3 yaitu yang tengah², kemudian menyelesaikan dengan menghitung zakat dengan mengeluarkan sepersepuluh jika pengairan dengan air langit (hujan) , dan setengah sepersepuluh (1/20 atau 5%) jika pengairan memakai alat.
Ini pendapat yang berasal dari kalam ibnu al'arabi dalam syarah at-tirmidzi, sebagai pengamalan hadits Nabi ﷺ: "tinggalkanlah oleh kalian sepertiga atau seperempat".
Dan pendapat yang diamalkan kaum muslimin dan madzhab empat sebagaimana ditutur oleh ibn hazm dalam المحلى 5/258. Dan menerangkan dengannya para ahli fiqih bahwa sungguh tidak boleh menggugurkan sesuatupun dari pembiayaan. Karena zakat bergantung pada orang yg mengeluarkan zakat, karena Firman Allah ta'ala:
وآتوا حقه يوم حصاده
"dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya". (surat al-an'am ayat 141)
Dan inilah pendapat (tanpa memotong hasil panen sedikitpun) yang ulama ahli fiqih memilihnya.
Reff:
📚[Al-Fiqhul Islam wa Adillatuh. Juz. 3/1894]:
هل تحسم النفقات التي تصرف على المزروعات؟ ينفق المزارع عادة على زراعته نفقات مثل ثمن البذار والسماد وأجور الحرث (الفلاحة) والري والتنقية والحصاد وغير ذلك.
جاء في الفتوى رقم (١٥) في ندوة البركة السادسة في جدة أن هناك آراء ثلاثة في الموضوع، رأي بحسم جميع النفقات، ورأي بعدم حسم التكاليف، ورأي متوسط بإسقاطالثلث من المحصول، ثم إخراج الزكاة من الباقي،
وقد اختار الحاضرون الرأي الثالث المتوسط، ثم يتم حساب الزكاة بإخراج العشر إن كان الريّ بماء السماء، ونصف العشر إن كان بآلة.
وهذا مستمد من كلام ابن العربي في شرح الترمذي، عملاً بحديث النبي صلّى الله عليه وسلم: «دعوا الثلث أو الربع» والذي عليه عمل المسلمين والمذاهب الأربعة كما ذكر ابن حزم في المحلى (٢٥٨/ ٥) وصرح به الفقهاء أنه لايجوز إسقاط شيء من النفقة؛ لأن الزكاة تعلقت بعين الخارج لقوله تعالى: {وآتوا حقه يوم حصاده} [الأنعام:١٤١/ ٦] وهذا ما أرجحه
➖➖➖➖➖
Dalil hadits Sunan At-tirmidzi
٦٤٣ - حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلاَنَ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ، قَالَ: أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ قَالَ: أَخْبَرَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ مَسْعُودِ بْنِ نِيَارٍ، يَقُولُ: جَاءَ سَهْلُ بْنُ أَبِي حَثْمَةَ إِلَى مَجْلِسِنَا فَحَدَّثَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ: إِذَا خَرَصْتُمْ فَخُذُوا وَدَعُوا الثُّلُثَ، فَإِنْ لَمْ تَدَعُوا الثُّلُثَ، فَدَعُوا الرُّبُعَ.
وَفِي البَابِ عَنْ عَائِشَةَ، وَعَتَّابِ بْنِ أَسِيدٍ، وَابْنِ عَبَّاسٍ.
وَالعَمَلُ عَلَى حَدِيثِ سَهْلِ بْنِ أَبِي حَثْمَةَ عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ العِلْمِفِي الخَرْصِ، وَبِحَدِيثِ سَهْلِ بْنِ أَبِي حَثْمَةَ، يَقُولُ أَحْمَدُ، وَإِسْحَاقُ، وَالخَرْصُ إِذَا أَدْرَكَتِ الثِّمَارُ مِنَ الرُّطَبِ وَالعِنَبِ مِمَّا فِيهِ الزَّكَاةُ بَعَثَ السُّلْطَانُ خَارِصًا يَخْرُصُ عَلَيْهِمْ، وَالخَرْصُ: أَنْ يَنْظُرَ مَنْ يُبْصِرُ ذَلِكَ فَيَقُولُ: يَخْرُجُ مِنْ هَذَا الزَّبِيبِ كَذَا، وَكَذَا، وَمِنَ التَّمْرِ، كَذَا، وَكَذَا، فَيُحْصِي عَلَيْهِمْ وَيَنْظُرُ مَبْلَغَ العُشْرِ مِنْ ذَلِكَ فَيُثْبِتُ عَلَيْهِمْ
➖➖➖➖➖
Shahih ibnu khuzaimah:
٢٣١٩ - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى، وَمُحَمَّدٌ، عَنْ شُعْبَةَ قَالَ: سَمِعْتُ خُبَيْبَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَسْعُودِ بْنِ دِينَارٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ أَبِي حَثْمَةَ قَالَ: أَتَانًا وَنَحْنُ فِي السُّوقِ، فَقَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا خَرَصْتُمْ، فَخُذُوا وَدَعُوا الثُّلُثَ فَإِنْ لَمْ تَأْخُذُوا أَوْ تَدْعُوا الثُّلُثَ شَكَّ شُعْبَةُ فِي الثُّلُثِ فَدَعُوا الرُّبُعَ»
[التعليق]
٢٣١٩ - قال الأعظمي: إسناده صحيح
[@Mukti HI. MIA.1]
Assalamualaikum..poro kyai atau Gus mohon pencerahannya tentang zakat padi yg Udah satu nishob tapi biaya manenya mahal gak sesuai dengan hasilya alias rugi.. pertanyaan: apakah hal tersebut dapat mempengaruhi kadar zakat yg tadinya 10 persen menjadi 5 persen.atas jwbnya saya ucapkan terimakasih.
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Lahan pertanian memakan biaya pada kebiasaan ,pada penanamannya ada biaya² Seperti harga benih dan pupuk dan upah² pengolahan tanah (pembajakan tanah) dan irigasi, dan pembersihan, dan pemanenan dan sebagainya.
Dalam al-fatwa no 15 dalam musyawarah البركة yang ke enam di jeddah bahwa disana tiga pendapat dalam masalah ini:
1) Pendapat yang ada pemotongan semua biaya², Pendapat yang tidak adanya pemotongan pada pembebanan harta yang wajib dizakati.
2) Pendapat yang tengah² dengan menggugurkan sepertiga dari hasil panen, kemudian dikeluarkan zakat dari sisanya (2/3 nya).
3) Dan para hadhirin memilih pendapat yang no 3 yaitu yang tengah², kemudian menyelesaikan dengan menghitung zakat dengan mengeluarkan sepersepuluh jika pengairan dengan air langit (hujan) , dan setengah sepersepuluh (1/20 atau 5%) jika pengairan memakai alat.
Ini pendapat yang berasal dari kalam ibnu al'arabi dalam syarah at-tirmidzi, sebagai pengamalan hadits Nabi ﷺ: "tinggalkanlah oleh kalian sepertiga atau seperempat".
Dan pendapat yang diamalkan kaum muslimin dan madzhab empat sebagaimana ditutur oleh ibn hazm dalam المحلى 5/258. Dan menerangkan dengannya para ahli fiqih bahwa sungguh tidak boleh menggugurkan sesuatupun dari pembiayaan. Karena zakat bergantung pada orang yg mengeluarkan zakat, karena Firman Allah ta'ala:
وآتوا حقه يوم حصاده
"dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya". (surat al-an'am ayat 141)
Dan inilah pendapat (tanpa memotong hasil panen sedikitpun) yang ulama ahli fiqih memilihnya.
Reff:
📚[Al-Fiqhul Islam wa Adillatuh. Juz. 3/1894]:
هل تحسم النفقات التي تصرف على المزروعات؟ ينفق المزارع عادة على زراعته نفقات مثل ثمن البذار والسماد وأجور الحرث (الفلاحة) والري والتنقية والحصاد وغير ذلك.
جاء في الفتوى رقم (١٥) في ندوة البركة السادسة في جدة أن هناك آراء ثلاثة في الموضوع، رأي بحسم جميع النفقات، ورأي بعدم حسم التكاليف، ورأي متوسط بإسقاطالثلث من المحصول، ثم إخراج الزكاة من الباقي،
وقد اختار الحاضرون الرأي الثالث المتوسط، ثم يتم حساب الزكاة بإخراج العشر إن كان الريّ بماء السماء، ونصف العشر إن كان بآلة.
وهذا مستمد من كلام ابن العربي في شرح الترمذي، عملاً بحديث النبي صلّى الله عليه وسلم: «دعوا الثلث أو الربع» والذي عليه عمل المسلمين والمذاهب الأربعة كما ذكر ابن حزم في المحلى (٢٥٨/ ٥) وصرح به الفقهاء أنه لايجوز إسقاط شيء من النفقة؛ لأن الزكاة تعلقت بعين الخارج لقوله تعالى: {وآتوا حقه يوم حصاده} [الأنعام:١٤١/ ٦] وهذا ما أرجحه
➖➖➖➖➖
Dalil hadits Sunan At-tirmidzi
٦٤٣ - حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلاَنَ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ، قَالَ: أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ قَالَ: أَخْبَرَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ مَسْعُودِ بْنِ نِيَارٍ، يَقُولُ: جَاءَ سَهْلُ بْنُ أَبِي حَثْمَةَ إِلَى مَجْلِسِنَا فَحَدَّثَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ: إِذَا خَرَصْتُمْ فَخُذُوا وَدَعُوا الثُّلُثَ، فَإِنْ لَمْ تَدَعُوا الثُّلُثَ، فَدَعُوا الرُّبُعَ.
وَفِي البَابِ عَنْ عَائِشَةَ، وَعَتَّابِ بْنِ أَسِيدٍ، وَابْنِ عَبَّاسٍ.
وَالعَمَلُ عَلَى حَدِيثِ سَهْلِ بْنِ أَبِي حَثْمَةَ عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ العِلْمِفِي الخَرْصِ، وَبِحَدِيثِ سَهْلِ بْنِ أَبِي حَثْمَةَ، يَقُولُ أَحْمَدُ، وَإِسْحَاقُ، وَالخَرْصُ إِذَا أَدْرَكَتِ الثِّمَارُ مِنَ الرُّطَبِ وَالعِنَبِ مِمَّا فِيهِ الزَّكَاةُ بَعَثَ السُّلْطَانُ خَارِصًا يَخْرُصُ عَلَيْهِمْ، وَالخَرْصُ: أَنْ يَنْظُرَ مَنْ يُبْصِرُ ذَلِكَ فَيَقُولُ: يَخْرُجُ مِنْ هَذَا الزَّبِيبِ كَذَا، وَكَذَا، وَمِنَ التَّمْرِ، كَذَا، وَكَذَا، فَيُحْصِي عَلَيْهِمْ وَيَنْظُرُ مَبْلَغَ العُشْرِ مِنْ ذَلِكَ فَيُثْبِتُ عَلَيْهِمْ
➖➖➖➖➖
Shahih ibnu khuzaimah:
٢٣١٩ - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى، وَمُحَمَّدٌ، عَنْ شُعْبَةَ قَالَ: سَمِعْتُ خُبَيْبَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَسْعُودِ بْنِ دِينَارٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ أَبِي حَثْمَةَ قَالَ: أَتَانًا وَنَحْنُ فِي السُّوقِ، فَقَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا خَرَصْتُمْ، فَخُذُوا وَدَعُوا الثُّلُثَ فَإِنْ لَمْ تَأْخُذُوا أَوْ تَدْعُوا الثُّلُثَ شَكَّ شُعْبَةُ فِي الثُّلُثِ فَدَعُوا الرُّبُعَ»
[التعليق]
٢٣١٩ - قال الأعظمي: إسناده صحيح
Kamis, 28 Mei 2020
178} Bolehkah tidak mengikuti salah satu dari imam madzhab..??
PERTANYAAN:
Gimana klo ada orang tidak mengikuti salah satu imam madzhab dan langsung memahami makna al-Qur'an dan Hadits......?
JAWABAN:
Memahami makna al-Qur'an dan al-Hadits bagi seorang awam wajib bertanya dulu kepada yang lebih mengerti darinya (Ulama).
Tidak bisa difahami sendiri karena dikhawatirkan salah memahami apalagi tidak memiliki kemampuan dalam bahasa Arab.
Ilmu agama sebagaimana disampaikan Imam al Hafidz Abu Bakar al Khathib al Baghdadi:
الفقيه والمتفقه :
لا يؤخذ إلا من أفواه العلماء
(Ilmu agama) tidak dapat diambil kecuali dari lisan para Ulama."
Sayyidina Umar bin Khaththb radhiyallahu 'anhu berkata:
ألا إن الناس لم يزالوا بخير ما أتاهم العلم عن أكابرهم [رواه ابن عبد البر في جامع بيان العلم، ج ١/ ص ٦١٥]
Ketahuilah bahwa manusia tidak akan berhenti dalam kebaikan selama memberikan kepada mereka ilmu yang diambil dari para pembesar mereka.
Imam Ibnu Abdil Barr berkata:
[جامع بيان العلم، ج ٢/ ص ١١٣٢]:
ومما يستعان به على فهم الحديث ما ذكرناه من العون على كتاب الله عز وجل وهو العلم بلسان العرب ومواقع كلامها وسعة لغتها...
وكان عمر بن الخطاب رضي الله عنه يكتب إلى الآفاق أن يتعلموا السنة والفرائض واللحن ـ يعني النحو ـ كما يتعلم القرآن
Dan termasuk perkara yang dipinta pertolongannya untuk memahami hadits yang telah kami sebutkan sebagai penolong Kitabullah 'Azza wa Jalla adalah memiliki ilmu tentang lisan orang Arab, pokok² kalamnya, dan keluasan bahasanya...
Dan adalah Sayyidina Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu menulis ke segenap penjuru agar mereka mempelajari as Sunnah, ilmu Faraidh, dan al Lahn, yakni ilmu Nahwu sebagaimana mempelajari al Qur'an."
Imam asy Syafi'i rahimahullah berkata:
[الرسالة للإمام الشافعي، ص ٤٨_٤٩]:
وبهذه اللغة العربية لغة القرآن ولغة الدين يكتب الفكر وتكتب ثقافة الأمة أجمع فتتوحد الأمة وتستقل عن غيرها وتتبع كتاب ربها لا تتبع غيره
Dan dengan Bahasa Arab ini yang merupakan bahasa al-Qur'an dan bahasa Agama, maka pemikiran akan dicatat, budaya umat akan dicatat lebih terpadu sehingga menyatulah umat dan merdeka dari selainnya, dan kitab Rabb ummat (al-Qur'an) akan berkesinambungan, dan yang selainnya tidak akan berlanjut."
Selanjutnya Imam asy Syafi'i rahimahullah juga berkata:
[الرسالة للإمام الشافعي، ص ٥٠]:
إن القرآن نزل بلسان العرب دون غيره: لأنه لا يعلم من إيضاح جمل علم الكتاب أحد جهل سعة لسان العرب وكثرة وجوهه وجماع معانيه وتفرقها ومن علمه انتفت عنه الشبه التي دخلت على من جهل لسانها
Sesungguhnya al-Qur'an telah turun dengan lisan orang Arab bukan bahasa lainnya. Karena itu tidak akan mengetahui seorang pun penjelasan berbagai kalimat ilmu dalam al-Qur'an bagi yang bodoh (baca: masih awam) luasnya lisan orang Arab, betapa banyak segi²nya, kekomprehensifan makna²nya dan percabangan²nya.
Barang siapa mengetahui kalam Arab maka terhindar dari kesyubhatan (keragu-raguan) yang menimpa orang yang bodoh terhadap lisan bahasa Arab."
Inti dari perkataan Imam asy-Syafi'i adalah banyaknya terjadi kesalahan dan kesyubhatan dalam memahami nash² syar'iyyah karena disebabkan kebodohan (ketidaktahuan) atas bahasa dan lisan Arab.
Dan dalam Tafsir al-Baghawi, Imam al Baghawi meriwayatkan:
تفسير البغوي، ج ه/ ص ٩٢]:
وقَالَ الْقُتَيْبِيُّ: " لَا تتكلّم بِالْحَدْسِ وَالظَّنِّ " انتهى .
"Imam al Qutaibi berkata: "Janganlah engkau bicara dengan Perasaan dan Sangkaan."
Rasulullah ﷺ, pernah memarahi gara² suatu kumpulan didekatnya bertengkar sampai tinggi suaranya gegara suatu ayat al-Qur'an yang dibaca. Maka Rasulullah ﷺ bersabda:
مَهْلًا يَا قَوْمِ بِهَذَا أُهْلِكَتْ الْأُمَمُ مِنْ قَبْلِكُمْ بِاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ وَضَرْبِهِمْ الْكُتُبَ بَعْضَهَا بِبَعْضٍ إِنَّ الْقُرْآنَ لَمْ يَنْزِلْ يُكَذِّبُ بَعْضُهُ بَعْضًا بَلْ يُصَدِّقُ بَعْضُهُ بَعْضًا فَمَا عَرَفْتُمْ مِنْهُ فَاعْمَلُوا بِهِ وَمَا جَهِلْتُمْ مِنْهُ فَرُدُّوهُ إِلَى عَالِمِهِ (مسند الإمام أحمد)
"Pelan² wahai kaum, seperti inilah umat² sebelum kalian binasa, dengan pertanyaan dan perselisihan mereka kepada para Nabi, serta dengan membenturkan antara kitab yang satu dengan yang lain. Sesungguhnya Al-Qur`an turun tidak untuk mendustakan antara satu dengan yang lainnya, akan tetapi membenarkan antara yang satu dengan yang lainnya, apa yg kalian ketahui hendaklah diamalkan, dan apa yang kalian tidak ketahui hendaklah dikembalikan kepada orang yang lebih mengetahuinya."
Menurut Imam Ibnu Hajar al-Haitami seorang mufti menyampaikan sesuatu tanpa dasar yang jelas apalagi tafsir mestilah diberi sangsi. Beliau berkata:
[الفتاوى الحديثية ط. دار الفكر ص ٦٢]:
وَأما إِذا كَانَ يتَصَرَّف فِيهِ بِرَأْيهِ أَو فهمه وَلَا أَهْلِيَّة فِيهِ لذَلِك بِأَن لم يُتْقن الْعُلُوم الْمُتَعَلّقَة بذلك فَإِنَّهُ يجب على أَئِمَّة الْمُسلمين وولاتهم وكلُّ من لَهُ قدرَة منعَه من ذَلِك وزجرَه عَن الْخَوْض فِيهِ، فإنْ لم يمْتَنع رفع إِلَى بعض قُضَاة الْمُسلمين ليعزِّره التَّعْزِير الشَّديد الْبَالِغ الزاجر لَهُ ولأمثاله من الجهَّال عَن الْخَوْض فِي مثل هَذِه الْأُمُور الصعبة لما يَتَرَتَّب على ذَلِك من الْمَفَاسِد والقبائح الْكَثِيرَة والشنيعة
“Apabila dia menyampaikan makna semata² dengan menggunakan olah pikir atau pemahamannya, sedangkan ia bukan pakar di bidang itu, bisa jadi karena ia tidak menguasai keilmuan yang berkaitan atas apa yang ia sampaikan, maka bagi para ulama, pemerintah dan semua orang yang mampu mencegahnya atau menghalaunya atas keterjerumusannya terhadap hal itu.
Apabila tidak berhasil, maka perlu dilaporkan kepada para qadhi² umat Islam (aparat di bidang itu) agar dihukum (ta’zir) dengan hukuman berat yang bisa membuat dia jera serta orang² bodoh agar tidak menyesatkan pada permasalahan yang rumit ini. Sebab efek kerusakan (mafsadah) dan keburukan² yang sangat banyak bisa timbul gara² mereka."
Syekh Muhammad Amin al Kurdi dalam Tanwirul Qulub:
[تنوير القلوب ص ٧٥]:
وَمَنْ لَمْ يُقَلِّدْ وَاحِدًا مِنْهُمْ وَقَالَ أَنَا أَعْمَلُ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مُدَّعِيًا فَهْمَ اْلأَحْكَامِ مِنْهُمَا فَلاَ يُسْلَمُ لَهُ بَلْ هُوَ مُخْطِئٌ ضَالٌّ مُضِلٌّ سِيَّمَا فِيْ هَذَا الزَّمَانِ الَّذِيْ عَمَّ فِيْهِ الْفِسْقُ وَكَثُرَتْ فِيْهِ الدَّعْوَى الْبَاطِلَةُ لِأَنَّهُ اسْتَظْهَرَ عَلَى أَئِمَّةِ الدِّيْنِ وَهُوَ دُوْنَهُمْ فِي الْعِلْمِ وَالْعَدَالَةِ وَاْلإِطِّلاَعِ
“Barang siapa yang tidak mengikuti salah satu dari mereka (imam² madzhab) dan berkata, "Saya beramal berdasarkan Al-Quran dan hadits," dan mengaku telah mampu memahami hukum² Al-Quran dan hadits, maka orang tersebut tidak bisa diterima. Ia bahkan termasuk orang yang bersalah, sesat dan menyesatkan, terutama pada masa sekarang ini di mana kefasikan merajalela dan banyak tersebar dakwaan atau klaim² bathil. Pasalnya, ia ingin mengungguli para pemimpin agama padahal ia di bawah mereka dalam ilmu, amal, integritas, dan analisis,”
Dalam kategorinya bahasa Arab ini adalah ilmu Muqaddimat dalam memahami al-Qur'an, juga al-Hadits:
والمقدمات هي التي تجري مجرى الآلات كعلم اللغة والنحو، فإنهما آلة لعلم كتاب الله تعالى وسنة نبيه محمد صلى الله عليه وسلم، وليست اللغة والنحو من العلوم الشريفة في أنفسهما، ولكن يلزم الخوض فيهما بسبب الشرع إذ جاءت هذه الشريعة بلغة العرب، وكل شريعة بلغة، فيصير تعلم تلك اللغة آلة، ومن الآلات علم كتاب الخط
Dan ilmu al-Qur'an dan al-Hadits termasuk Mutammimat:
والمتممات هي في علم القرآن، فإنه ينقسم إلى ثلاثة أنواع: قسم يتعلق باللفظ كتعلم القرآن ومخارج الحروف. وقسم يتعلق بالمعنى كالتفسير، فإن اعتماده على النقل إذ اللغة بمجردها لا تستقل به. وقسم يتعلق بأحكام القرآن، كمعرفة الناسخ والمنسوخ والعام والخاص، والنص والظاهر، وكيفية استعمال البعض منه مع البعض هو العلم الذي يسمى أصول الفقه
وأما المتممات في الآثار والأخبار، فالعلم بالرجال وأسمائهم وأنسابهم، وأسماء الصحابة وصفاتهم والعلم بالعدالة في الرواة، والعلم بأحوالهم ليميز الضعيف عن القوي، والعلم بأعمارهم ليميز المرسل عن المسند
فهذه هي العلوم الشرعية، وكلها من فروض الكفايات
Gimana klo ada orang tidak mengikuti salah satu imam madzhab dan langsung memahami makna al-Qur'an dan Hadits......?
JAWABAN:
Memahami makna al-Qur'an dan al-Hadits bagi seorang awam wajib bertanya dulu kepada yang lebih mengerti darinya (Ulama).
Tidak bisa difahami sendiri karena dikhawatirkan salah memahami apalagi tidak memiliki kemampuan dalam bahasa Arab.
Ilmu agama sebagaimana disampaikan Imam al Hafidz Abu Bakar al Khathib al Baghdadi:
الفقيه والمتفقه :
لا يؤخذ إلا من أفواه العلماء
(Ilmu agama) tidak dapat diambil kecuali dari lisan para Ulama."
Sayyidina Umar bin Khaththb radhiyallahu 'anhu berkata:
ألا إن الناس لم يزالوا بخير ما أتاهم العلم عن أكابرهم [رواه ابن عبد البر في جامع بيان العلم، ج ١/ ص ٦١٥]
Ketahuilah bahwa manusia tidak akan berhenti dalam kebaikan selama memberikan kepada mereka ilmu yang diambil dari para pembesar mereka.
Imam Ibnu Abdil Barr berkata:
[جامع بيان العلم، ج ٢/ ص ١١٣٢]:
ومما يستعان به على فهم الحديث ما ذكرناه من العون على كتاب الله عز وجل وهو العلم بلسان العرب ومواقع كلامها وسعة لغتها...
وكان عمر بن الخطاب رضي الله عنه يكتب إلى الآفاق أن يتعلموا السنة والفرائض واللحن ـ يعني النحو ـ كما يتعلم القرآن
Dan termasuk perkara yang dipinta pertolongannya untuk memahami hadits yang telah kami sebutkan sebagai penolong Kitabullah 'Azza wa Jalla adalah memiliki ilmu tentang lisan orang Arab, pokok² kalamnya, dan keluasan bahasanya...
Dan adalah Sayyidina Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu menulis ke segenap penjuru agar mereka mempelajari as Sunnah, ilmu Faraidh, dan al Lahn, yakni ilmu Nahwu sebagaimana mempelajari al Qur'an."
Imam asy Syafi'i rahimahullah berkata:
[الرسالة للإمام الشافعي، ص ٤٨_٤٩]:
وبهذه اللغة العربية لغة القرآن ولغة الدين يكتب الفكر وتكتب ثقافة الأمة أجمع فتتوحد الأمة وتستقل عن غيرها وتتبع كتاب ربها لا تتبع غيره
Dan dengan Bahasa Arab ini yang merupakan bahasa al-Qur'an dan bahasa Agama, maka pemikiran akan dicatat, budaya umat akan dicatat lebih terpadu sehingga menyatulah umat dan merdeka dari selainnya, dan kitab Rabb ummat (al-Qur'an) akan berkesinambungan, dan yang selainnya tidak akan berlanjut."
Selanjutnya Imam asy Syafi'i rahimahullah juga berkata:
[الرسالة للإمام الشافعي، ص ٥٠]:
إن القرآن نزل بلسان العرب دون غيره: لأنه لا يعلم من إيضاح جمل علم الكتاب أحد جهل سعة لسان العرب وكثرة وجوهه وجماع معانيه وتفرقها ومن علمه انتفت عنه الشبه التي دخلت على من جهل لسانها
Sesungguhnya al-Qur'an telah turun dengan lisan orang Arab bukan bahasa lainnya. Karena itu tidak akan mengetahui seorang pun penjelasan berbagai kalimat ilmu dalam al-Qur'an bagi yang bodoh (baca: masih awam) luasnya lisan orang Arab, betapa banyak segi²nya, kekomprehensifan makna²nya dan percabangan²nya.
Barang siapa mengetahui kalam Arab maka terhindar dari kesyubhatan (keragu-raguan) yang menimpa orang yang bodoh terhadap lisan bahasa Arab."
Inti dari perkataan Imam asy-Syafi'i adalah banyaknya terjadi kesalahan dan kesyubhatan dalam memahami nash² syar'iyyah karena disebabkan kebodohan (ketidaktahuan) atas bahasa dan lisan Arab.
Dan dalam Tafsir al-Baghawi, Imam al Baghawi meriwayatkan:
تفسير البغوي، ج ه/ ص ٩٢]:
وقَالَ الْقُتَيْبِيُّ: " لَا تتكلّم بِالْحَدْسِ وَالظَّنِّ " انتهى .
"Imam al Qutaibi berkata: "Janganlah engkau bicara dengan Perasaan dan Sangkaan."
Rasulullah ﷺ, pernah memarahi gara² suatu kumpulan didekatnya bertengkar sampai tinggi suaranya gegara suatu ayat al-Qur'an yang dibaca. Maka Rasulullah ﷺ bersabda:
مَهْلًا يَا قَوْمِ بِهَذَا أُهْلِكَتْ الْأُمَمُ مِنْ قَبْلِكُمْ بِاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ وَضَرْبِهِمْ الْكُتُبَ بَعْضَهَا بِبَعْضٍ إِنَّ الْقُرْآنَ لَمْ يَنْزِلْ يُكَذِّبُ بَعْضُهُ بَعْضًا بَلْ يُصَدِّقُ بَعْضُهُ بَعْضًا فَمَا عَرَفْتُمْ مِنْهُ فَاعْمَلُوا بِهِ وَمَا جَهِلْتُمْ مِنْهُ فَرُدُّوهُ إِلَى عَالِمِهِ (مسند الإمام أحمد)
"Pelan² wahai kaum, seperti inilah umat² sebelum kalian binasa, dengan pertanyaan dan perselisihan mereka kepada para Nabi, serta dengan membenturkan antara kitab yang satu dengan yang lain. Sesungguhnya Al-Qur`an turun tidak untuk mendustakan antara satu dengan yang lainnya, akan tetapi membenarkan antara yang satu dengan yang lainnya, apa yg kalian ketahui hendaklah diamalkan, dan apa yang kalian tidak ketahui hendaklah dikembalikan kepada orang yang lebih mengetahuinya."
Menurut Imam Ibnu Hajar al-Haitami seorang mufti menyampaikan sesuatu tanpa dasar yang jelas apalagi tafsir mestilah diberi sangsi. Beliau berkata:
[الفتاوى الحديثية ط. دار الفكر ص ٦٢]:
وَأما إِذا كَانَ يتَصَرَّف فِيهِ بِرَأْيهِ أَو فهمه وَلَا أَهْلِيَّة فِيهِ لذَلِك بِأَن لم يُتْقن الْعُلُوم الْمُتَعَلّقَة بذلك فَإِنَّهُ يجب على أَئِمَّة الْمُسلمين وولاتهم وكلُّ من لَهُ قدرَة منعَه من ذَلِك وزجرَه عَن الْخَوْض فِيهِ، فإنْ لم يمْتَنع رفع إِلَى بعض قُضَاة الْمُسلمين ليعزِّره التَّعْزِير الشَّديد الْبَالِغ الزاجر لَهُ ولأمثاله من الجهَّال عَن الْخَوْض فِي مثل هَذِه الْأُمُور الصعبة لما يَتَرَتَّب على ذَلِك من الْمَفَاسِد والقبائح الْكَثِيرَة والشنيعة
“Apabila dia menyampaikan makna semata² dengan menggunakan olah pikir atau pemahamannya, sedangkan ia bukan pakar di bidang itu, bisa jadi karena ia tidak menguasai keilmuan yang berkaitan atas apa yang ia sampaikan, maka bagi para ulama, pemerintah dan semua orang yang mampu mencegahnya atau menghalaunya atas keterjerumusannya terhadap hal itu.
Apabila tidak berhasil, maka perlu dilaporkan kepada para qadhi² umat Islam (aparat di bidang itu) agar dihukum (ta’zir) dengan hukuman berat yang bisa membuat dia jera serta orang² bodoh agar tidak menyesatkan pada permasalahan yang rumit ini. Sebab efek kerusakan (mafsadah) dan keburukan² yang sangat banyak bisa timbul gara² mereka."
Syekh Muhammad Amin al Kurdi dalam Tanwirul Qulub:
[تنوير القلوب ص ٧٥]:
وَمَنْ لَمْ يُقَلِّدْ وَاحِدًا مِنْهُمْ وَقَالَ أَنَا أَعْمَلُ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مُدَّعِيًا فَهْمَ اْلأَحْكَامِ مِنْهُمَا فَلاَ يُسْلَمُ لَهُ بَلْ هُوَ مُخْطِئٌ ضَالٌّ مُضِلٌّ سِيَّمَا فِيْ هَذَا الزَّمَانِ الَّذِيْ عَمَّ فِيْهِ الْفِسْقُ وَكَثُرَتْ فِيْهِ الدَّعْوَى الْبَاطِلَةُ لِأَنَّهُ اسْتَظْهَرَ عَلَى أَئِمَّةِ الدِّيْنِ وَهُوَ دُوْنَهُمْ فِي الْعِلْمِ وَالْعَدَالَةِ وَاْلإِطِّلاَعِ
“Barang siapa yang tidak mengikuti salah satu dari mereka (imam² madzhab) dan berkata, "Saya beramal berdasarkan Al-Quran dan hadits," dan mengaku telah mampu memahami hukum² Al-Quran dan hadits, maka orang tersebut tidak bisa diterima. Ia bahkan termasuk orang yang bersalah, sesat dan menyesatkan, terutama pada masa sekarang ini di mana kefasikan merajalela dan banyak tersebar dakwaan atau klaim² bathil. Pasalnya, ia ingin mengungguli para pemimpin agama padahal ia di bawah mereka dalam ilmu, amal, integritas, dan analisis,”
Dalam kategorinya bahasa Arab ini adalah ilmu Muqaddimat dalam memahami al-Qur'an, juga al-Hadits:
والمقدمات هي التي تجري مجرى الآلات كعلم اللغة والنحو، فإنهما آلة لعلم كتاب الله تعالى وسنة نبيه محمد صلى الله عليه وسلم، وليست اللغة والنحو من العلوم الشريفة في أنفسهما، ولكن يلزم الخوض فيهما بسبب الشرع إذ جاءت هذه الشريعة بلغة العرب، وكل شريعة بلغة، فيصير تعلم تلك اللغة آلة، ومن الآلات علم كتاب الخط
Dan ilmu al-Qur'an dan al-Hadits termasuk Mutammimat:
والمتممات هي في علم القرآن، فإنه ينقسم إلى ثلاثة أنواع: قسم يتعلق باللفظ كتعلم القرآن ومخارج الحروف. وقسم يتعلق بالمعنى كالتفسير، فإن اعتماده على النقل إذ اللغة بمجردها لا تستقل به. وقسم يتعلق بأحكام القرآن، كمعرفة الناسخ والمنسوخ والعام والخاص، والنص والظاهر، وكيفية استعمال البعض منه مع البعض هو العلم الذي يسمى أصول الفقه
وأما المتممات في الآثار والأخبار، فالعلم بالرجال وأسمائهم وأنسابهم، وأسماء الصحابة وصفاتهم والعلم بالعدالة في الرواة، والعلم بأحوالهم ليميز الضعيف عن القوي، والعلم بأعمارهم ليميز المرسل عن المسند
فهذه هي العلوم الشرعية، وكلها من فروض الكفايات
177} Fadhilah jamaah disamping fadhilah 27 derajat
PERTANYAAN:
[Khusna (MIA.1)]
Assalamu'alaikum ustadz/ah
Maaf, izin bertanya
Ada pernyataan seperti ini *Pahala solat Jama-ah 27 derajat,ternyata ada ulama yang menyebutkn 27 % itu terdiri dari kegiatan yang berkaitan dg solat*
Yang saya tanyakan, apa aja kegiatan yang berkaitan dengan sholat itu?
Sebelumnya terima kasih🙏🏻
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Shalat berjamaah dalam menunaikan shalat maktubah (shalat fardhu), tidak termasuk jum'at, adalah hukumnya sunah muakkad, karena hadits muttafaq 'alaih: "Sesuungguhnya shalat berjamaah itu lebih utama daripada shalat sendirian dengan mendapatkan pahala 27 derajat, keutamaan yang dimaksud di sini ialah kesunahannya saja.
Hikmah dari 27 derajat tersebut bahwasanya dalam berjamaah juga bisa memperoleh faedah² lainnya yang pahalanya semisal dengan 27 derajat. Yaitu:
1) Menjawab adzan yang di kumandangkan muadzdzin dengan niat shalat berjamaah dan datang lebih awal pada awal waktu shalat.
2) Berjalan ke masjid dengan tenang/ santai.
3) Masuk ke dalam masjid karena ada seruan (berjamaah) dan mengerjakan shalat tahiyyatul masjid.
Semua yang sudah disebutkan dengan niat untuk shalat berjamaah.
4) Menunggu shalat berjamaah, dan shalat bersama malaikat serta di saksikan langsung oleh malaikat.
5) Menjawab iqamah dan selamat dari setan yang lari ketika mendengar iqamah.
6) Berdiri menunggu takbiratul ihram imam.
7) Memperdapatkan takbiratul bersama imam.
8) Meluruskan shaff dan menutupi shaff yang belum penuh.
9) Menjawab imam ketika imam membaca: "Sami'allahu liman Hamidah."
10) Aman daripada lupa pada kebiasaan dengan sebab berjamaah.
11) Mengingatkan imam di saat imam lupa.
12) Dapat menghasilkan khusyu' dan selamat dari kelalaian pada kebiasaan.
13) Memperbaguskan kelakuan shalat.
14) Di kelilingi oleh para malaikat.
15) Melatih membaguskan tajwid al-Qur'an.
16) Memberitahu rukun² dan sunah ab'adh².
17) Mendhahirkan syiar islam.
18) Merugikan setan dengan sebab berkumpul dalam beribadah.
19) Saling membantu terhadap ketaatan.
20) Menjadi aktivitas bagi para pemalas ibadah.
21) Selamat dari sifat kemunafikan.
22) Niat menjawab salam Imam.
23) Menjadi manfaat terhadap doa dan dzikir bagi para jamaah dengan cara berkumpul.
24) Menjadi keberkahan yang sempurna terhadap kekurangan dalam ibadah berjamaah.
25) Terbentuknya kasih sayang jiran (tetangga) dan memperoleh kesungguhan dalam waktu² shalat.
26) Diam mendengarkan bacaan imam.
27) Membaca Aamiin berbarengan dengan imam yang otomatis berbarengan dengan Aamiin para malaikat.
Reff:
📚[I'anatut Thalibin. Juz. 2/ Hal. 6_7]:
(صلاة الجماعة في أداء مكتوبة) لا جمعة (سنة مؤكدة) للخبر المتفق عليه: صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة.
والافضلية تقتضي الندبية فقط، وحكمة السبع والعشرين: أن فيها فوائد تزيد على صلاة الفذ بنحو ذلك.
(قوله: وحكمة السبع والعشرين الخ) قال في النهاية: وحكمة كونها سبعا وعشرين - كما أفاده السراج البلقيني - أن الجماعة ثلاثة، والحسنة بعشر أمثالها، فقد حصل لكل واحد عشرة، فالجملة ثلاثون، لكل واحد رأس ماله واحد، يبقى تسعة، تضرب في ثلاثة بسبع وعشرين، وربنا جل وعلا يعطي كل إنسان ما للجماعة، فصار لكل واحد سبعة وعشرون.
وحكمة أن أقل الجماعة اثنان: أن ربنا جل وعلا يعطيهما بمنه وكرمه ما يعطي الثلاثة.
اه.
(قوله: إن فيها) أي في الجماعة.
(وقوله: فوائد تزيد على صلاة الفذ) وهي تعيين الأسباب المقتضية للدرجات إجابة المؤذن بنية الصلاة في جماعة، والتبكير إليها في أول الوقت، والمشي إلى المسجد بالسكينة، ودخول المسجد داعيا، وصلاة التحية عند دخوله، كل ذلك بنية الصلاة في الجماعة.
وانتظار الجماعة، وصلاة الملائكة عليه وشهادتهم له، وإجابة الإقامة والسلامة من الشيطان حين يفر عند الإقامة، والوقوف منتظرا إحرام الإمام، وإدراك تكبيرة الإمام معه، وتسوية الصفوف وسد فرجها، وجواب الإمام عند قوله: سمع الله لمن حمده، والأمن من السهو غالبا، وتنبيه الإمام إذا سها، وحصول الخشوع، والسلامة مما يلهي غالبا، وتحسين الهيئة غالبا، واحتفاف الملائكة به، والتدرب على تجويد القرآن، وتعلم الأركان والأبعاض، وإظهار شعار الإسلام، وإرغام الشيطان بالاجتماع على العبادة، والتعاون على
الطاعة، ونشاط المتكاسل، والسلامة من صفة النفاق، ومن إساءة الظن به أنه ترك الصلاة، ونية رد السلام على الإمام، والانتفاع باجتماعهم على الدعاء والذكر، وعود بركة الكامل على الناقص، وقيام نظام الألفة بين الجيران، وحصول تعاهدهم في أوقات الصلوات.
فهذه خمس وعشرون خصلة، ورد في كل منها أمر أو ترغيب.
وبقي أمران يختصان بالجهرية، وهما: الإنصات عند قراءة الإمام والاستماع لها، والتأمين عند تأمينه ليوافق تأمين الملائكة.
[Khusna (MIA.1)]
Assalamu'alaikum ustadz/ah
Maaf, izin bertanya
Ada pernyataan seperti ini *Pahala solat Jama-ah 27 derajat,ternyata ada ulama yang menyebutkn 27 % itu terdiri dari kegiatan yang berkaitan dg solat*
Yang saya tanyakan, apa aja kegiatan yang berkaitan dengan sholat itu?
Sebelumnya terima kasih🙏🏻
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Shalat berjamaah dalam menunaikan shalat maktubah (shalat fardhu), tidak termasuk jum'at, adalah hukumnya sunah muakkad, karena hadits muttafaq 'alaih: "Sesuungguhnya shalat berjamaah itu lebih utama daripada shalat sendirian dengan mendapatkan pahala 27 derajat, keutamaan yang dimaksud di sini ialah kesunahannya saja.
Hikmah dari 27 derajat tersebut bahwasanya dalam berjamaah juga bisa memperoleh faedah² lainnya yang pahalanya semisal dengan 27 derajat. Yaitu:
1) Menjawab adzan yang di kumandangkan muadzdzin dengan niat shalat berjamaah dan datang lebih awal pada awal waktu shalat.
2) Berjalan ke masjid dengan tenang/ santai.
3) Masuk ke dalam masjid karena ada seruan (berjamaah) dan mengerjakan shalat tahiyyatul masjid.
Semua yang sudah disebutkan dengan niat untuk shalat berjamaah.
4) Menunggu shalat berjamaah, dan shalat bersama malaikat serta di saksikan langsung oleh malaikat.
5) Menjawab iqamah dan selamat dari setan yang lari ketika mendengar iqamah.
6) Berdiri menunggu takbiratul ihram imam.
7) Memperdapatkan takbiratul bersama imam.
8) Meluruskan shaff dan menutupi shaff yang belum penuh.
9) Menjawab imam ketika imam membaca: "Sami'allahu liman Hamidah."
10) Aman daripada lupa pada kebiasaan dengan sebab berjamaah.
11) Mengingatkan imam di saat imam lupa.
12) Dapat menghasilkan khusyu' dan selamat dari kelalaian pada kebiasaan.
13) Memperbaguskan kelakuan shalat.
14) Di kelilingi oleh para malaikat.
15) Melatih membaguskan tajwid al-Qur'an.
16) Memberitahu rukun² dan sunah ab'adh².
17) Mendhahirkan syiar islam.
18) Merugikan setan dengan sebab berkumpul dalam beribadah.
19) Saling membantu terhadap ketaatan.
20) Menjadi aktivitas bagi para pemalas ibadah.
21) Selamat dari sifat kemunafikan.
22) Niat menjawab salam Imam.
23) Menjadi manfaat terhadap doa dan dzikir bagi para jamaah dengan cara berkumpul.
24) Menjadi keberkahan yang sempurna terhadap kekurangan dalam ibadah berjamaah.
25) Terbentuknya kasih sayang jiran (tetangga) dan memperoleh kesungguhan dalam waktu² shalat.
26) Diam mendengarkan bacaan imam.
27) Membaca Aamiin berbarengan dengan imam yang otomatis berbarengan dengan Aamiin para malaikat.
Reff:
📚[I'anatut Thalibin. Juz. 2/ Hal. 6_7]:
(صلاة الجماعة في أداء مكتوبة) لا جمعة (سنة مؤكدة) للخبر المتفق عليه: صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة.
والافضلية تقتضي الندبية فقط، وحكمة السبع والعشرين: أن فيها فوائد تزيد على صلاة الفذ بنحو ذلك.
(قوله: وحكمة السبع والعشرين الخ) قال في النهاية: وحكمة كونها سبعا وعشرين - كما أفاده السراج البلقيني - أن الجماعة ثلاثة، والحسنة بعشر أمثالها، فقد حصل لكل واحد عشرة، فالجملة ثلاثون، لكل واحد رأس ماله واحد، يبقى تسعة، تضرب في ثلاثة بسبع وعشرين، وربنا جل وعلا يعطي كل إنسان ما للجماعة، فصار لكل واحد سبعة وعشرون.
وحكمة أن أقل الجماعة اثنان: أن ربنا جل وعلا يعطيهما بمنه وكرمه ما يعطي الثلاثة.
اه.
(قوله: إن فيها) أي في الجماعة.
(وقوله: فوائد تزيد على صلاة الفذ) وهي تعيين الأسباب المقتضية للدرجات إجابة المؤذن بنية الصلاة في جماعة، والتبكير إليها في أول الوقت، والمشي إلى المسجد بالسكينة، ودخول المسجد داعيا، وصلاة التحية عند دخوله، كل ذلك بنية الصلاة في الجماعة.
وانتظار الجماعة، وصلاة الملائكة عليه وشهادتهم له، وإجابة الإقامة والسلامة من الشيطان حين يفر عند الإقامة، والوقوف منتظرا إحرام الإمام، وإدراك تكبيرة الإمام معه، وتسوية الصفوف وسد فرجها، وجواب الإمام عند قوله: سمع الله لمن حمده، والأمن من السهو غالبا، وتنبيه الإمام إذا سها، وحصول الخشوع، والسلامة مما يلهي غالبا، وتحسين الهيئة غالبا، واحتفاف الملائكة به، والتدرب على تجويد القرآن، وتعلم الأركان والأبعاض، وإظهار شعار الإسلام، وإرغام الشيطان بالاجتماع على العبادة، والتعاون على
الطاعة، ونشاط المتكاسل، والسلامة من صفة النفاق، ومن إساءة الظن به أنه ترك الصلاة، ونية رد السلام على الإمام، والانتفاع باجتماعهم على الدعاء والذكر، وعود بركة الكامل على الناقص، وقيام نظام الألفة بين الجيران، وحصول تعاهدهم في أوقات الصلوات.
فهذه خمس وعشرون خصلة، ورد في كل منها أمر أو ترغيب.
وبقي أمران يختصان بالجهرية، وهما: الإنصات عند قراءة الإمام والاستماع لها، والتأمين عند تأمينه ليوافق تأمين الملائكة.
176} Apakah uang wajib zakat..??
PERTANYAAN
apakah uang wajib zakat......?
JAWABAN:
Para fuqaha berbeda pendapat mengenai zakat uang:
Madzhab Syafi'iy dan Hanbali uang tidak wajib zakat. Wajib zakat jika untuk dagang.
Menurut madzhab Hanifiyah dan Qaul Malikiyah, uang wajib zakat seperti emas dan perak.
📚[al-Mausu'atul Fiqhiyah. Juz. 32/ Hal. 205]:
أَوَّلاً: زَكَاةُ الْفُلُوسِ: اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِي زَكَاةِ الْفُلُوسِ عَلَى اتِّجَاهَاتٍ: فَذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ إلَى أَنَّ الْفُلُوسَ كَالْعُرُوضِ فَلاَ تَجِبُ الزَّكَاةُ فِيهَا إلاَّ إذَا عُرِضَتْ لِلتِّجَارَةِ.وَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ، وَهُوَ قَوْلٌ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ إلَى أَنَّ الْفُلُوسَ الرَّائِجَةَ تَجِبُ فِيهَا الزَّكَاةُ مُطْلَقًا كَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، لأَِنَّهَا أَثْمَانٌ مُطْلَقًا
apakah uang wajib zakat......?
JAWABAN:
Para fuqaha berbeda pendapat mengenai zakat uang:
Madzhab Syafi'iy dan Hanbali uang tidak wajib zakat. Wajib zakat jika untuk dagang.
Menurut madzhab Hanifiyah dan Qaul Malikiyah, uang wajib zakat seperti emas dan perak.
📚[al-Mausu'atul Fiqhiyah. Juz. 32/ Hal. 205]:
أَوَّلاً: زَكَاةُ الْفُلُوسِ: اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِي زَكَاةِ الْفُلُوسِ عَلَى اتِّجَاهَاتٍ: فَذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ إلَى أَنَّ الْفُلُوسَ كَالْعُرُوضِ فَلاَ تَجِبُ الزَّكَاةُ فِيهَا إلاَّ إذَا عُرِضَتْ لِلتِّجَارَةِ.وَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ، وَهُوَ قَوْلٌ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ إلَى أَنَّ الْفُلُوسَ الرَّائِجَةَ تَجِبُ فِيهَا الزَّكَاةُ مُطْلَقًا كَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، لأَِنَّهَا أَثْمَانٌ مُطْلَقًا
175} Hukum merokok dalam masjid
PERTANYAAN:
Gimana hukum merokok dalam masjid.....?
JAWABAN:
Tidak boleh merokok dalam masjid atas kesepakatan ulama, baik rokok itu berdasarkan pendapat hukumnya mubah, makruh atau haram. Masalah merokok dalam masjid di qiyaskan pada larangan makan bawang putih dan bawang merah di dalam masjid sehingga dapat menyakiti malaikat dan orang shalat. Masjid di bangun untuk beribadah kepada Allah, maka wajib menjauhi hal² yang kotor dan yang berbau busuk dalam masjid.
Reff:
📚[Al-Mausu'atul Fiqhiyyah]:
لاَ يَجُوزُ شُرْبُ الدُّخَّانِ فِي الْمَسَاجِدِ بِاتِّفَاقٍ، سَوَاءٌ قِيل بِإِبَاحَتِهِ أَوْ كَرَاهَتِهِ أَوْ تَحْرِيمِهِ، قِيَاسًا عَلَى مَنْعِ أَكْل الثُّومِ وَالْبَصَل فِي الْمَسَاجِدِ، وَمَنْعِ آكِلِهِمَا مِنْ دُخُول الْمَسَاجِدِ حَتَّى تَزُول رَائِحَةُ فَمِهِ، وَذَلِكَ لِكَرَاهَةِ رَائِحَةِ الثُّومِ وَالْبَصَل، فَيَتَأَذَّى الْمَلاَئِكَةُ وَالْمُصَلُّونَ مِنْهَا، وَيُلْحَقُ الدُّخَّانُ بِهِمَا لِكَرَاهَةِ رَائِحَتِهِ - وَالْمَسَاجِدُ إِنَّمَا بُنِيَتْ لِعِبَادَةِ اللَّهِ، فَيَجِبُ تَجْنِيبُهَا الْمُسْتَقْذَرَاتِ وَالرَّوَائِحَ الْكَرِيهَةَ - فَعَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال: مَنْ أَكَل الْبَصَل وَالثُّومَ وَالْكُرَّاثَ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا، فَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ بَنُو آدَمَ.
Gimana hukum merokok dalam masjid.....?
JAWABAN:
Tidak boleh merokok dalam masjid atas kesepakatan ulama, baik rokok itu berdasarkan pendapat hukumnya mubah, makruh atau haram. Masalah merokok dalam masjid di qiyaskan pada larangan makan bawang putih dan bawang merah di dalam masjid sehingga dapat menyakiti malaikat dan orang shalat. Masjid di bangun untuk beribadah kepada Allah, maka wajib menjauhi hal² yang kotor dan yang berbau busuk dalam masjid.
Reff:
📚[Al-Mausu'atul Fiqhiyyah]:
لاَ يَجُوزُ شُرْبُ الدُّخَّانِ فِي الْمَسَاجِدِ بِاتِّفَاقٍ، سَوَاءٌ قِيل بِإِبَاحَتِهِ أَوْ كَرَاهَتِهِ أَوْ تَحْرِيمِهِ، قِيَاسًا عَلَى مَنْعِ أَكْل الثُّومِ وَالْبَصَل فِي الْمَسَاجِدِ، وَمَنْعِ آكِلِهِمَا مِنْ دُخُول الْمَسَاجِدِ حَتَّى تَزُول رَائِحَةُ فَمِهِ، وَذَلِكَ لِكَرَاهَةِ رَائِحَةِ الثُّومِ وَالْبَصَل، فَيَتَأَذَّى الْمَلاَئِكَةُ وَالْمُصَلُّونَ مِنْهَا، وَيُلْحَقُ الدُّخَّانُ بِهِمَا لِكَرَاهَةِ رَائِحَتِهِ - وَالْمَسَاجِدُ إِنَّمَا بُنِيَتْ لِعِبَادَةِ اللَّهِ، فَيَجِبُ تَجْنِيبُهَا الْمُسْتَقْذَرَاتِ وَالرَّوَائِحَ الْكَرِيهَةَ - فَعَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال: مَنْ أَكَل الْبَصَل وَالثُّومَ وَالْكُرَّاثَ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا، فَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ بَنُو آدَمَ.
174} Hukum 'itikaf bagi orang junub, orang gila dan orang mabuk
PERTANYAAN:
Gima hukum 'itikaf bagi orang junub, orang gila dan orang mabuk.....?
JAWABAN:
Orang junub, orang gila, wanita haidh, wanita nifas, orang mabuk tidak sah dan Haram 'itikaf dalam masjid, karena haram bagi mereka untuk menetap di dalam masjid.
[نهاية المطلب في دراية المذهب، ج ٢/ ص ٣٣٣]:
والجنب يحرم عليه الاعتكاف، فلم يكن من أهل اللُّبث؛ إذ لو كان من أهله، لكان من أهل الاعتكاف
📚[Asnal Mathallib. Juz. 1/ Hal. 436]:
(الرُّكْنُ الثَّالِثُ الْمُعْتَكِفُ وَشَرْطُهُ الْإِسْلَامُ وَالْعَقْلُ وَحَلُّ اللُّبْثِ فِي الْمَسْجِدِ) فَلَا يَصِحُّ اعْتِكَافُ الْكَافِرِ وَغَيْرِ الْعَاقِلِ كَالْمَجْنُونِ وَالْمُغْمَى عَلَيْهِ وَالسَّكْرَانِ إذْ لَا نِيَّةَ لَهُمْ وَلَا اعْتِكَافُ الْجُنُبِ وَالْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ لِحُرْمَةِ الْمُكْثِ فِي الْمَسْجِدِ عَلَيْهِمْ
📚[Raudhatut Thalibin. Juz. 2/ Hal. 398]:
فَرْعٌ
لَا يَصِحُّ اعْتِكَافُ الْحَائِضِ، وَلَا الْجُنُبِ.
Gima hukum 'itikaf bagi orang junub, orang gila dan orang mabuk.....?
JAWABAN:
Orang junub, orang gila, wanita haidh, wanita nifas, orang mabuk tidak sah dan Haram 'itikaf dalam masjid, karena haram bagi mereka untuk menetap di dalam masjid.
[نهاية المطلب في دراية المذهب، ج ٢/ ص ٣٣٣]:
والجنب يحرم عليه الاعتكاف، فلم يكن من أهل اللُّبث؛ إذ لو كان من أهله، لكان من أهل الاعتكاف
📚[Asnal Mathallib. Juz. 1/ Hal. 436]:
(الرُّكْنُ الثَّالِثُ الْمُعْتَكِفُ وَشَرْطُهُ الْإِسْلَامُ وَالْعَقْلُ وَحَلُّ اللُّبْثِ فِي الْمَسْجِدِ) فَلَا يَصِحُّ اعْتِكَافُ الْكَافِرِ وَغَيْرِ الْعَاقِلِ كَالْمَجْنُونِ وَالْمُغْمَى عَلَيْهِ وَالسَّكْرَانِ إذْ لَا نِيَّةَ لَهُمْ وَلَا اعْتِكَافُ الْجُنُبِ وَالْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ لِحُرْمَةِ الْمُكْثِ فِي الْمَسْجِدِ عَلَيْهِمْ
📚[Raudhatut Thalibin. Juz. 2/ Hal. 398]:
فَرْعٌ
لَا يَصِحُّ اعْتِكَافُ الْحَائِضِ، وَلَا الْجُنُبِ.
173} Seseorang yang mandi berhadats di tengah² mandinya, apakah sah mandinya..??
PERTANYAAN:
Bagaimana hukum seseorang yang mandi janabah lalu berhadats di tengah² mandinya?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Apabila seseorang yang mandi berhadats di tengah² mandinya, maka mandinya tetap sah dan tidak perlu di ulang lagi. Namun ketika akan shalat harus berwudhu.
Reff:
لَوْ أَحْدَثَ الْمُغْتَسِلُ فِي أَثْنَاءِ غُسْلِهِ لَمْ يُؤَثِّرْ ذَلِكَ فِي غُسْلِهِ بَلْ يُتِمُّهُ وَيُجْزِيه فَإِنْ أَرَادَ الصَّلَاةَ لَزِمَهُ الْوُضُوءُ نَصَّ عَلَى هَذَا كُلِّهِ الشَّافِعِيُّ فِي الْأُمِّ وَالْأَصْحَابُ وَلَا خِلَافَ فِيهِ عِنْدَنَا
Apabila seseorang yang mandi berhadats di tengah² mandinya, maka tidak berdampak apa² pada mandinya tetapi menyempurnakan mandinya dan mandi sudah dihukumi Sah.
Namun ketika akan melakukan shalat, maka hendak berwudhu kembali. Ini pendapat yang telah di Nash oleh imam Syafi'i di dalam kitab al-Umm dan juga para ashhab. Dan tidak ada khilaf dalam madzhab Syafi'i.
📚[Al-Majmu' Syarah al-Muhadzdzab. Juz. 2/ Hal. 231]
Bagaimana hukum seseorang yang mandi janabah lalu berhadats di tengah² mandinya?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Apabila seseorang yang mandi berhadats di tengah² mandinya, maka mandinya tetap sah dan tidak perlu di ulang lagi. Namun ketika akan shalat harus berwudhu.
Reff:
لَوْ أَحْدَثَ الْمُغْتَسِلُ فِي أَثْنَاءِ غُسْلِهِ لَمْ يُؤَثِّرْ ذَلِكَ فِي غُسْلِهِ بَلْ يُتِمُّهُ وَيُجْزِيه فَإِنْ أَرَادَ الصَّلَاةَ لَزِمَهُ الْوُضُوءُ نَصَّ عَلَى هَذَا كُلِّهِ الشَّافِعِيُّ فِي الْأُمِّ وَالْأَصْحَابُ وَلَا خِلَافَ فِيهِ عِنْدَنَا
Apabila seseorang yang mandi berhadats di tengah² mandinya, maka tidak berdampak apa² pada mandinya tetapi menyempurnakan mandinya dan mandi sudah dihukumi Sah.
Namun ketika akan melakukan shalat, maka hendak berwudhu kembali. Ini pendapat yang telah di Nash oleh imam Syafi'i di dalam kitab al-Umm dan juga para ashhab. Dan tidak ada khilaf dalam madzhab Syafi'i.
📚[Al-Majmu' Syarah al-Muhadzdzab. Juz. 2/ Hal. 231]
Senin, 25 Mei 2020
172} Puasa 6 hari di bulan syawal setelah 'idul fitri
PERTANYAAN:
[Merantiputri. MIA.2]
Assalamualaikum warahmatullohi wa borakatuh..
Ijin bertanya ustaz;
Puasa enam syawal it seharus'nya di smbung truss setelah selesei sholat id atow bole tak di smbung....& puasa syawal inih bole juga di lakukan oleh org yang tak puasa romadhon atow tidk...& gmna hukum kalo di qodho puasa serta puasa syawal....
Htur nuhun🙏🏿🙏🏿🙏🏿
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Orang yang berpuasa ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan puasa 6 hari dibulan syawal, maka seakan² ia berpuasa wajib seumur hidup.
Menyambung puasa 6 hari setelah 'Idul Fitri lebih utama, namun ia tetap memperoleh pahala meskipun tidak bersegera menyambungnya. Dan yang lebih utama lagi adalah berpuasa 6 hari bulan syawal secara terus menerus setelah 'Idul Fitri. Jika 6 hari tersebut dipisah², maka tetap memperoleh pahala tersebut.
Dan kesunnahan puasa syawal ini juga berlaku baik terhadap orang yang telah berpuasa ramadhan atau tidak, seperti orang sakit dan lainnya.
Adapun apabila seseorang melaksanakan puasa qadha, nadzar, dan lainnya dibulan syawal, maka ia tetap mendapatkan pahala keutamaan sunnah puasa syawal meskipun niat dengan lainnya, akan tetapi ia tidak mendapatkan pahala yang dimaksudkan dalam Hadist dibawah ini.
Reff:
(و) صوم (ستة) أيام (من شوال) لما في الخبر الصحيح أن صومها مع صوم رمضان كصيام الدهر واتصالها بيوم العيد أفضل مبادرة للعبادة.
قوله : (لما في الخبر الصحيح) لفظه من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر. قوله : (أن صومها مع صوم رمضان) أي دائما فلا تكون مرة من صيام رمضان وستة من شوال كصيام الدهر بدليل رواية صيام رمضان بعشر أشعر وصيام ستة أيام أي من شوال بشهرين فذلك صيام السنة فالحاصل أن كل مرة بسنة اه سم بزيادة وفي البجيرمى وهذا يقتضى أن المراد بالدهر العمر وبه قال ع ش لكن كلام الشارح الآتى يدل على أن المراد به السنة اه. قوله : (كصيام الدهر) أي فرضا وإلا لم يكن لخصوصية ست شوال معنى إذ من صام مع رمضان ستة غيرها يحصل له ثواب الدهر لأن الحسنة بعشرة أمثالها ❅ والحاصل أن من صامها مع رمضان كل سنة تكون كصيام الدهر فرضا بلا مضاعفه ومن صام ستة غيرها كذلك تكون كصيامه نفلا بلا مضاعفة كما أن صوم ثلاثة من كل شهر تحصله اه تحفة بتصرف وفي المغنى تنبيه قضية اطلاق المصنف استحباب صومها لكل أحد سواء صام رمضان أم لا كمن أفطر لمرض أو لصبا أو كفر أو غير ذلك وهو الظاهر كما جرى عليه بعض المتأخرين ثم قال ولو صام في شوال قضاء أو نذرا أو غير ذلك هل تحصل له السنة أو لا لم أر من ذكره والظاهر الحصول لكن لا تحصل له هذا الثواب المذكور خصوصا من فاته رمضان وصام عنه شوالا لأنه لم يصدق عليه المعنى المتقدم ولذلك قال بعضهم يستحب له في هذا الحالة أن يصوم ستا من ذى القعدة لأنه يستحب قضاء الصوم الراتب اه وهذا إنما يأتى إذا قلنا إن صومها لا يحصل بغيرها أما إذا قلنا بحصوله وهو الظاهر كما تقدم فلا يستحب قضاؤه اه. قوله : (واتصالها بيوم العيد أفضل) أي من عدم اتصالها به ولكن تحصل أصل السنة بصومها غير متصلة به كما يحصل بصومها غير متتابعة بل متفرقة في جميع الشهر.
Sunnah muakkad ialah berpuasa enam hari dibulan syawal setelah hari raya ('idul fitri). Karena berdasarkan pada Hadist Shahih yang menerangkan bahwasannya berpuasa pada hari² tersebut setelah melaksanakan puasa ramadhan adalah pahalanya seperti berpuasa fardhu seumur hidup:
"Barangsiapa yang berpuasa ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan puasa enam hari dibulan syawal, maka seakan² ia berpuasa wajib seumur hidup." (HR Muslim)
Maksudnya adalah orang yang berpuasa syawal setelah melaksanakan puasa ramadhan disetiap tahunnya, seakan² ia seperti berpuasa fardhu seumur hidup tanpa pelipatan. Dan untuk selain puasa syawal maka nilai pahalanya tidaklah seperti puasa fardhu.
Dan kesunnahan puasa syawal ini juga berlaku baik terhadap orang yang telah berpuasa ramadhan atau tidak, seperti orang sakit dan lainnya. Dan ini adalah hukum yang dhahir sebagaimana yang dijalani oleh sebagian Ulama Mutaakkhirin. Kemudian Mereka Berkata: Apabila seseorang melaksanakan puasa qadha, nadzar, atau lainnya dibulan syawal, apakah baginya mendapatkan keutamaan sunnah puasa syawal atau tidak..?? Aku tidak pernah mengetahui Ulama yang meyebut demikian, namun secara dhahir ia mendapatkan hal ini, akan tetapi ia tidak mendapatkan pahala yang dimaksudkan dalam Hadist ini, terutama bagi orang yang masih memiliki tanggungan qadha puasa ramadhan dan ia membayarnya pada bulan syawal, karena puasanya tidak sesuai dengan yang dimaksudkan. Karenanya sebagian Ulama Berkata: Dianjurkan dalam kondisi seperti ini untuk berpuasa enam hari dibulan dzul qa'dah, karena bagi orang yang memiliki tanggungan puasa wajib disunnahkan untuk bersegera membayarnya.
Adapun menyambung puasa enam hari setelah hari raya 'idul fitri itu lebih utama, karena ini berarti bersegera dalam ibadah. Namun ia tetap mendapatkan kesunnahan meskipun tidak bersegera menyambungnya, karena kesunnahan puasa syawal ini terdapat pada seluruh bulannya meskipun puasanya tidak dilakukan secara terus menerus.
📚[I'anatut Thalibin. Juz. 2/ Hal. 267 alHidayah]
➖➖➖➖➖
ﻗَﺎﻝَ اﻟْﻌُﻠَﻤَﺎءُ ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﺫَﻟِﻚَ ﻛَﺼِﻴَﺎﻡِ اﻟﺪَّﻫْﺮِ ﻷَِﻥَّ اﻟْﺤَﺴَﻨَﺔَ ﺑِﻌَﺸْﺮِ ﺃَﻣْﺜَﺎﻟِﻬَﺎ ﻓَﺮَﻣَﻀَﺎﻥُ ﺑِﻌَﺸَﺮَﺓِ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ ﻭَاﻟﺴِّﺘَّﺔُ ﺑِﺸَﻬْﺮَﻳْﻦِ
Ulama menjelaskan bahwa puasa tersebut (puasa 6 syawal) seperti puasa 1 tahun, sebab satu kebaikan dilipatgandakan sepuluh kebaikan. Maka Ramadhan seperti sepuluh bulan dan enam hari seperti dua bulan".
📚[Syarah Muslim. Juz. 8/ Hal. 58]
Penjelasan ini menurut Imam Nawawi berdasarkan hadits:
ﻋَﻦْ ﺛَﻮْﺑَﺎﻥَ، ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ اﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺎﻝَ: «ﺻِﻴَﺎﻡُ ﺷَﻬْﺮِ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﺑِﻌَﺸَﺮَﺓِ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ ﻭَﺻِﻴَﺎﻡُ ﺳِﺘَّﺔِ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﻣِﻦْ ﺷَﻮَّاﻝٍ ﺑﺸﻬﺮﻳﻦ ﻓَﺬَﻟِﻚَ ﺻِﻴَﺎﻡُ ﺳَﻨَﺔٍ»
Dari Tsauban bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Puasa Ramadhan seperti 10 bulan. Dan puasa 6 hari bulan Syawal seperti 2 bulan. Itulah puasa 1 tahun" (HR Nasa'i)
ﻗَﺎﻝَ ﺃَﺻْﺤَﺎﺑُﻨَﺎ ﻭَاﻷَْﻓْﻀَﻞُ ﺃَﻥْ ﺗُﺼَﺎﻡَ اﻟﺴِّﺘَّﺔُ ﻣُﺘَﻮَاﻟِﻴَﺔً ﻋَﻘِﺐَ ﻳَﻮْﻡِ اﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻓَﺈِﻥْ ﻓَﺮَّﻗَﻬَﺎ ﺃَﻭْ ﺃَﺧَّﺮَﻫَﺎ ﻋَﻦْ ﺃَﻭَاﺋِﻞِ ﺷَﻮَّاﻝٍ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻭَاﺧِﺮِﻩِ ﺣَﺼَﻠَﺖْ ﻓَﻀِﻴﻠَﺔُ اﻟْﻤُﺘَﺎﺑَﻌَﺔِ ﻷَِﻧَّﻪُ ﻳَﺼْﺪُﻕُ ﺃَﻧَّﻪُ ﺃَﺗْﺒَﻌَﻪُ ﺳِﺘًّﺎ ﻣِﻦْ ﺷَﻮَّاﻝٍ
Ulama Syafi'iyyah berkata: "Yang utama adalah berpuasa 6 hari bulan Syawal secara terus menerus setelah 'Idul Fitri. Jika 6 hari tersebut dipisah² atau diakhirkan dari hari awal² bulan Syawal maka tetap memperoleh pahala tersebut karena masih kategori meneruskan 6 hari bulan Syawal".
📚[Syarah Muslim. Juz. 8/ Hal. 58]
➖➖➖➖➖
(ﺳُﺌِﻞَ) ﻋَﻦْ ﺷَﺨْﺺٍ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺻَﻮْﻡٌ ﻣِﻦْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﻭَﻗَﻀَﺎءٌ ﻓِﻲ ﺷَﻮَّاﻝٍ ﻫَﻞْ ﻳَﺤْﺼُﻞُ ﻟَﻪُ ﻗَﻀَﺎءُ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﻭَﺛَﻮَاﺏُ ﺳِﺘَّﺔِ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﻣِﻦْ ﺷَﻮَّاﻝٍ ﻭَﻫَﻞْ ﻓِﻲ ﺫَﻟِﻚَ ﻧَﻘْﻞٌ؟
Imam Ar-Ramli ditanya tentang seseorang yang punya tanggungan puasa Ramadhan dan diqadha (ditunaikan) di bulan Syawal apakah dia mendapatkan pahala qadha dan pahala 6 hari bulan Syawal, apakah ada dalilnya?
(ﻓَﺄَﺟَﺎﺏَ) ﺑِﺄَﻧَّﻪُ ﻳَﺤْﺼُﻞُ ﺑﺼﻮﻣﻪ ﻗَﻀَﺎءُ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﻭَﺇِﻥْ ﻧَﻮَﻯ ﺑِﻪِ ﻏَﻴْﺮَﻩُ ﻭَﻳَﺤْﺼُﻞُ ﻟَﻪُ ﺛَﻮَاﺏُ ﺳِﺘَّﺔٍ ﻣِﻦْ ﺷَﻮَّاﻝٍ ﻭَﻗَﺪْ ﺫَﻛَﺮَ اﻟْﻤَﺴْﺄَﻟَﺔَ ﺟَﻤَﺎﻋَﺔٌ ﻣِﻦْ اﻟْﻤُﺘَﺄَﺧِّﺮِﻳﻦَ.
Ar-Ramli menjawab: "Dia mendapatkan pahala qadha Ramadhan bersama puasa 6 Syawal, meskipun niat dengan lainnya. Dia juga tetap mendapatkan pahala 6 hari bulan Syawal. Masalah ini telah disampaikan oleh para ulama generasi akhir".
📚[Fatawa Ar-Ramli. Juz. 2/ Hal. 66]
[Merantiputri. MIA.2]
Assalamualaikum warahmatullohi wa borakatuh..
Ijin bertanya ustaz;
Puasa enam syawal it seharus'nya di smbung truss setelah selesei sholat id atow bole tak di smbung....& puasa syawal inih bole juga di lakukan oleh org yang tak puasa romadhon atow tidk...& gmna hukum kalo di qodho puasa serta puasa syawal....
Htur nuhun🙏🏿🙏🏿🙏🏿
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Orang yang berpuasa ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan puasa 6 hari dibulan syawal, maka seakan² ia berpuasa wajib seumur hidup.
Menyambung puasa 6 hari setelah 'Idul Fitri lebih utama, namun ia tetap memperoleh pahala meskipun tidak bersegera menyambungnya. Dan yang lebih utama lagi adalah berpuasa 6 hari bulan syawal secara terus menerus setelah 'Idul Fitri. Jika 6 hari tersebut dipisah², maka tetap memperoleh pahala tersebut.
Dan kesunnahan puasa syawal ini juga berlaku baik terhadap orang yang telah berpuasa ramadhan atau tidak, seperti orang sakit dan lainnya.
Adapun apabila seseorang melaksanakan puasa qadha, nadzar, dan lainnya dibulan syawal, maka ia tetap mendapatkan pahala keutamaan sunnah puasa syawal meskipun niat dengan lainnya, akan tetapi ia tidak mendapatkan pahala yang dimaksudkan dalam Hadist dibawah ini.
Reff:
(و) صوم (ستة) أيام (من شوال) لما في الخبر الصحيح أن صومها مع صوم رمضان كصيام الدهر واتصالها بيوم العيد أفضل مبادرة للعبادة.
قوله : (لما في الخبر الصحيح) لفظه من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر. قوله : (أن صومها مع صوم رمضان) أي دائما فلا تكون مرة من صيام رمضان وستة من شوال كصيام الدهر بدليل رواية صيام رمضان بعشر أشعر وصيام ستة أيام أي من شوال بشهرين فذلك صيام السنة فالحاصل أن كل مرة بسنة اه سم بزيادة وفي البجيرمى وهذا يقتضى أن المراد بالدهر العمر وبه قال ع ش لكن كلام الشارح الآتى يدل على أن المراد به السنة اه. قوله : (كصيام الدهر) أي فرضا وإلا لم يكن لخصوصية ست شوال معنى إذ من صام مع رمضان ستة غيرها يحصل له ثواب الدهر لأن الحسنة بعشرة أمثالها ❅ والحاصل أن من صامها مع رمضان كل سنة تكون كصيام الدهر فرضا بلا مضاعفه ومن صام ستة غيرها كذلك تكون كصيامه نفلا بلا مضاعفة كما أن صوم ثلاثة من كل شهر تحصله اه تحفة بتصرف وفي المغنى تنبيه قضية اطلاق المصنف استحباب صومها لكل أحد سواء صام رمضان أم لا كمن أفطر لمرض أو لصبا أو كفر أو غير ذلك وهو الظاهر كما جرى عليه بعض المتأخرين ثم قال ولو صام في شوال قضاء أو نذرا أو غير ذلك هل تحصل له السنة أو لا لم أر من ذكره والظاهر الحصول لكن لا تحصل له هذا الثواب المذكور خصوصا من فاته رمضان وصام عنه شوالا لأنه لم يصدق عليه المعنى المتقدم ولذلك قال بعضهم يستحب له في هذا الحالة أن يصوم ستا من ذى القعدة لأنه يستحب قضاء الصوم الراتب اه وهذا إنما يأتى إذا قلنا إن صومها لا يحصل بغيرها أما إذا قلنا بحصوله وهو الظاهر كما تقدم فلا يستحب قضاؤه اه. قوله : (واتصالها بيوم العيد أفضل) أي من عدم اتصالها به ولكن تحصل أصل السنة بصومها غير متصلة به كما يحصل بصومها غير متتابعة بل متفرقة في جميع الشهر.
Sunnah muakkad ialah berpuasa enam hari dibulan syawal setelah hari raya ('idul fitri). Karena berdasarkan pada Hadist Shahih yang menerangkan bahwasannya berpuasa pada hari² tersebut setelah melaksanakan puasa ramadhan adalah pahalanya seperti berpuasa fardhu seumur hidup:
"Barangsiapa yang berpuasa ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan puasa enam hari dibulan syawal, maka seakan² ia berpuasa wajib seumur hidup." (HR Muslim)
Maksudnya adalah orang yang berpuasa syawal setelah melaksanakan puasa ramadhan disetiap tahunnya, seakan² ia seperti berpuasa fardhu seumur hidup tanpa pelipatan. Dan untuk selain puasa syawal maka nilai pahalanya tidaklah seperti puasa fardhu.
Dan kesunnahan puasa syawal ini juga berlaku baik terhadap orang yang telah berpuasa ramadhan atau tidak, seperti orang sakit dan lainnya. Dan ini adalah hukum yang dhahir sebagaimana yang dijalani oleh sebagian Ulama Mutaakkhirin. Kemudian Mereka Berkata: Apabila seseorang melaksanakan puasa qadha, nadzar, atau lainnya dibulan syawal, apakah baginya mendapatkan keutamaan sunnah puasa syawal atau tidak..?? Aku tidak pernah mengetahui Ulama yang meyebut demikian, namun secara dhahir ia mendapatkan hal ini, akan tetapi ia tidak mendapatkan pahala yang dimaksudkan dalam Hadist ini, terutama bagi orang yang masih memiliki tanggungan qadha puasa ramadhan dan ia membayarnya pada bulan syawal, karena puasanya tidak sesuai dengan yang dimaksudkan. Karenanya sebagian Ulama Berkata: Dianjurkan dalam kondisi seperti ini untuk berpuasa enam hari dibulan dzul qa'dah, karena bagi orang yang memiliki tanggungan puasa wajib disunnahkan untuk bersegera membayarnya.
Adapun menyambung puasa enam hari setelah hari raya 'idul fitri itu lebih utama, karena ini berarti bersegera dalam ibadah. Namun ia tetap mendapatkan kesunnahan meskipun tidak bersegera menyambungnya, karena kesunnahan puasa syawal ini terdapat pada seluruh bulannya meskipun puasanya tidak dilakukan secara terus menerus.
📚[I'anatut Thalibin. Juz. 2/ Hal. 267 alHidayah]
➖➖➖➖➖
ﻗَﺎﻝَ اﻟْﻌُﻠَﻤَﺎءُ ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﺫَﻟِﻚَ ﻛَﺼِﻴَﺎﻡِ اﻟﺪَّﻫْﺮِ ﻷَِﻥَّ اﻟْﺤَﺴَﻨَﺔَ ﺑِﻌَﺸْﺮِ ﺃَﻣْﺜَﺎﻟِﻬَﺎ ﻓَﺮَﻣَﻀَﺎﻥُ ﺑِﻌَﺸَﺮَﺓِ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ ﻭَاﻟﺴِّﺘَّﺔُ ﺑِﺸَﻬْﺮَﻳْﻦِ
Ulama menjelaskan bahwa puasa tersebut (puasa 6 syawal) seperti puasa 1 tahun, sebab satu kebaikan dilipatgandakan sepuluh kebaikan. Maka Ramadhan seperti sepuluh bulan dan enam hari seperti dua bulan".
📚[Syarah Muslim. Juz. 8/ Hal. 58]
Penjelasan ini menurut Imam Nawawi berdasarkan hadits:
ﻋَﻦْ ﺛَﻮْﺑَﺎﻥَ، ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ اﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺎﻝَ: «ﺻِﻴَﺎﻡُ ﺷَﻬْﺮِ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﺑِﻌَﺸَﺮَﺓِ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ ﻭَﺻِﻴَﺎﻡُ ﺳِﺘَّﺔِ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﻣِﻦْ ﺷَﻮَّاﻝٍ ﺑﺸﻬﺮﻳﻦ ﻓَﺬَﻟِﻚَ ﺻِﻴَﺎﻡُ ﺳَﻨَﺔٍ»
Dari Tsauban bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Puasa Ramadhan seperti 10 bulan. Dan puasa 6 hari bulan Syawal seperti 2 bulan. Itulah puasa 1 tahun" (HR Nasa'i)
ﻗَﺎﻝَ ﺃَﺻْﺤَﺎﺑُﻨَﺎ ﻭَاﻷَْﻓْﻀَﻞُ ﺃَﻥْ ﺗُﺼَﺎﻡَ اﻟﺴِّﺘَّﺔُ ﻣُﺘَﻮَاﻟِﻴَﺔً ﻋَﻘِﺐَ ﻳَﻮْﻡِ اﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻓَﺈِﻥْ ﻓَﺮَّﻗَﻬَﺎ ﺃَﻭْ ﺃَﺧَّﺮَﻫَﺎ ﻋَﻦْ ﺃَﻭَاﺋِﻞِ ﺷَﻮَّاﻝٍ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻭَاﺧِﺮِﻩِ ﺣَﺼَﻠَﺖْ ﻓَﻀِﻴﻠَﺔُ اﻟْﻤُﺘَﺎﺑَﻌَﺔِ ﻷَِﻧَّﻪُ ﻳَﺼْﺪُﻕُ ﺃَﻧَّﻪُ ﺃَﺗْﺒَﻌَﻪُ ﺳِﺘًّﺎ ﻣِﻦْ ﺷَﻮَّاﻝٍ
Ulama Syafi'iyyah berkata: "Yang utama adalah berpuasa 6 hari bulan Syawal secara terus menerus setelah 'Idul Fitri. Jika 6 hari tersebut dipisah² atau diakhirkan dari hari awal² bulan Syawal maka tetap memperoleh pahala tersebut karena masih kategori meneruskan 6 hari bulan Syawal".
📚[Syarah Muslim. Juz. 8/ Hal. 58]
➖➖➖➖➖
(ﺳُﺌِﻞَ) ﻋَﻦْ ﺷَﺨْﺺٍ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺻَﻮْﻡٌ ﻣِﻦْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﻭَﻗَﻀَﺎءٌ ﻓِﻲ ﺷَﻮَّاﻝٍ ﻫَﻞْ ﻳَﺤْﺼُﻞُ ﻟَﻪُ ﻗَﻀَﺎءُ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﻭَﺛَﻮَاﺏُ ﺳِﺘَّﺔِ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﻣِﻦْ ﺷَﻮَّاﻝٍ ﻭَﻫَﻞْ ﻓِﻲ ﺫَﻟِﻚَ ﻧَﻘْﻞٌ؟
Imam Ar-Ramli ditanya tentang seseorang yang punya tanggungan puasa Ramadhan dan diqadha (ditunaikan) di bulan Syawal apakah dia mendapatkan pahala qadha dan pahala 6 hari bulan Syawal, apakah ada dalilnya?
(ﻓَﺄَﺟَﺎﺏَ) ﺑِﺄَﻧَّﻪُ ﻳَﺤْﺼُﻞُ ﺑﺼﻮﻣﻪ ﻗَﻀَﺎءُ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﻭَﺇِﻥْ ﻧَﻮَﻯ ﺑِﻪِ ﻏَﻴْﺮَﻩُ ﻭَﻳَﺤْﺼُﻞُ ﻟَﻪُ ﺛَﻮَاﺏُ ﺳِﺘَّﺔٍ ﻣِﻦْ ﺷَﻮَّاﻝٍ ﻭَﻗَﺪْ ﺫَﻛَﺮَ اﻟْﻤَﺴْﺄَﻟَﺔَ ﺟَﻤَﺎﻋَﺔٌ ﻣِﻦْ اﻟْﻤُﺘَﺄَﺧِّﺮِﻳﻦَ.
Ar-Ramli menjawab: "Dia mendapatkan pahala qadha Ramadhan bersama puasa 6 Syawal, meskipun niat dengan lainnya. Dia juga tetap mendapatkan pahala 6 hari bulan Syawal. Masalah ini telah disampaikan oleh para ulama generasi akhir".
📚[Fatawa Ar-Ramli. Juz. 2/ Hal. 66]
Kamis, 21 Mei 2020
171} Jika suami menyetubuhi 4 orang istri dalam satu hari di bulan ramadhan, berapa jumlah kafarah yang harus di bayar suami..??
PERTANYAAN:
[@Fisabilillah. MIA.2]
Assalamualaikum ust
Apabila seorang suami mempunyai empat isteri. di suatu hari ramadan kebetulan ke empat istrinya itu tak ada yang haid, truss suami menyetubuhi ke empat isterinya itu..
Pertnyaan; apakah kafarah menyetubuhi ke empat isterinya itu cukup satu sja atau di gandakan ust,,,?
Contohnya kafarah itu puasa dua bulan berturut-turut, disebabkan tdi menyetubuhi ke empat isteri'nya. jadi'nya kafarah cukup dua bulan berturut-turut atow delapan bulan,,,?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Sebelumnya perlu diketahui dulu siapa yang wajib membayar kafarah hubungan badan di hari ramadhan.
Mengenai siapa yang wajib membayar kafarah jima' di siang hari ramadhan ada dua pendapat:
1) sesungguhnya kafarah jima' tersebut wajib terhadap suaminya saja, sama seperti mahar (mas kawin) yang di khususkan terhadap suaminya saja, walopun bersama² dalam jima'.
2) Kafarah tersebut wajib terhadap keduanya, kemudian kafarah yang wajib terhadap istri di tanggung oleh suaminya.
Diwajibkan terhadap keduanya karena sama² merusakkan kehormatan puasa.
Lalu berapa jumlah kafarah yang harus di bayar jika suami menyetubuhi 4 isterinya dalam satu hari di bulan ramadhan..?
Dalam hal ini juga ada dua pendapat dan di kombinasikan dengan dua pendapat diatas:
1) Apabila suami menyetubuhi 4 orang istrinya dalam satu hari di bulan ramadhan, maka wajib membayar 4 kafarah menurut salasatu dari dua pendapat.
Wajib 4 kafarah tesebut berdasarkan pendapat yang menyatakan bahwasanya kafarah jima' di siang hari ramadhan adalah wajib terhadap suami dan istri.
2) Wajib satu kafarah saja, hal ini berdasarkan pendapat yang menyatakan kafarahnya hanya wajib terhadap suami saja.
Reff:
📚[al-Hawy al-Kabir. Juz. 3/ Hal. 426]:
فَفِي كَيْفِيَّةِ وُجُوبِهَا قَوْلَانِ:
أَحَدُهُمَا: أَنَّهَا وَجَبَتِ ابْتِدَاءً عَلَى الزَّوْجِ كَالْمَهْرِ الَّذِي يَخْتَصُّ بِهِ الزَّوْجُ، وَإِنِ اشْتَرَكَا فِي الْوَطْءِ فَعَلَى هَذَا يُعْتَبَرُ بِهَا حَالُ الزَّوْجِ وَحْدَهُ، فَإِنْ أَعْتَقَ أَوْ صَامَ أَوْ أَطْعَمَ أَجْزَأَ وَلَا شيء على الزوجة بحال، لَا حَظَّ لَهَا فِي الْوُجُوبِ.
وَالْقَوْلُ الثَّانِي: أَنَّ الْكَفَّارَةَ وَجَبَتْ عَلَيْهِمَا، ثُمَّ يُحَمَّلُ الزَّوْجُ عَنْهُمَا لِأَنَّهُمَا اشْتَرَكَا فِي هَتْكِ الْحُرْمَةِ، فَوَجَبَ أَنْ يَشْتَرِكَا فِي الْكَفَّارَةِ
➖➖➖➖➖
📚[al-Hawy al-Kabir. Juz. 3/ Hal. 428]:
فَصْلٌ
وَلَوْ وَطِئَ أَرْبَعَ زَوْجَاتٍ لَهُ فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ، كَانَ عَلَيْهِ أَرْبَعُ كَفَّارَاتٍ فِي أَحَدِ الْقَوْلَيْنِ، إِذَا قِيلَ: إِنَّ الْكَفَّارَةَ وَجَبَتْ عَلَيْهِمَا، وَفِي الْوَجْهِ الثَّانِي: كَفَّارَةٌ وَاحِدَةٌ إِذَا قِيلَ: إِنَّهَا وَجَبَتْ عَلَى الزَّوْجِ وَحْدَهُ، فَلَوْ كَانَ لَهُ زَوْجَتَانِ مُسْلِمَةٌ وَذِمِّيَّةٌ فَوَطِئَهُمَا مَعًا فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ، نُظِرَ فِي حَالِهِ فَإِنْ وَطِئَ الذِّمِّيَّةَ أَوَّلًا ثُمَّ الْمُسْلِمَةَ بَعْدَهَا، فَعَلَيْهِ كَفَّارَتَانِ فِي أَحَدِ الْوَجْهَيْنِ وَإِنْ وَطِئَ الْمُسْلِمَةَ أَوَّلًا ثُمَّ الذِّمِّيَّةَ بَعْدَهَا، فَلَيْسَ عَلَيْهِمَا إِلَّا كفارة واحدة.
[@Fisabilillah. MIA.2]
Assalamualaikum ust
Apabila seorang suami mempunyai empat isteri. di suatu hari ramadan kebetulan ke empat istrinya itu tak ada yang haid, truss suami menyetubuhi ke empat isterinya itu..
Pertnyaan; apakah kafarah menyetubuhi ke empat isterinya itu cukup satu sja atau di gandakan ust,,,?
Contohnya kafarah itu puasa dua bulan berturut-turut, disebabkan tdi menyetubuhi ke empat isteri'nya. jadi'nya kafarah cukup dua bulan berturut-turut atow delapan bulan,,,?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Sebelumnya perlu diketahui dulu siapa yang wajib membayar kafarah hubungan badan di hari ramadhan.
Mengenai siapa yang wajib membayar kafarah jima' di siang hari ramadhan ada dua pendapat:
1) sesungguhnya kafarah jima' tersebut wajib terhadap suaminya saja, sama seperti mahar (mas kawin) yang di khususkan terhadap suaminya saja, walopun bersama² dalam jima'.
2) Kafarah tersebut wajib terhadap keduanya, kemudian kafarah yang wajib terhadap istri di tanggung oleh suaminya.
Diwajibkan terhadap keduanya karena sama² merusakkan kehormatan puasa.
Lalu berapa jumlah kafarah yang harus di bayar jika suami menyetubuhi 4 isterinya dalam satu hari di bulan ramadhan..?
Dalam hal ini juga ada dua pendapat dan di kombinasikan dengan dua pendapat diatas:
1) Apabila suami menyetubuhi 4 orang istrinya dalam satu hari di bulan ramadhan, maka wajib membayar 4 kafarah menurut salasatu dari dua pendapat.
Wajib 4 kafarah tesebut berdasarkan pendapat yang menyatakan bahwasanya kafarah jima' di siang hari ramadhan adalah wajib terhadap suami dan istri.
2) Wajib satu kafarah saja, hal ini berdasarkan pendapat yang menyatakan kafarahnya hanya wajib terhadap suami saja.
Reff:
📚[al-Hawy al-Kabir. Juz. 3/ Hal. 426]:
فَفِي كَيْفِيَّةِ وُجُوبِهَا قَوْلَانِ:
أَحَدُهُمَا: أَنَّهَا وَجَبَتِ ابْتِدَاءً عَلَى الزَّوْجِ كَالْمَهْرِ الَّذِي يَخْتَصُّ بِهِ الزَّوْجُ، وَإِنِ اشْتَرَكَا فِي الْوَطْءِ فَعَلَى هَذَا يُعْتَبَرُ بِهَا حَالُ الزَّوْجِ وَحْدَهُ، فَإِنْ أَعْتَقَ أَوْ صَامَ أَوْ أَطْعَمَ أَجْزَأَ وَلَا شيء على الزوجة بحال، لَا حَظَّ لَهَا فِي الْوُجُوبِ.
وَالْقَوْلُ الثَّانِي: أَنَّ الْكَفَّارَةَ وَجَبَتْ عَلَيْهِمَا، ثُمَّ يُحَمَّلُ الزَّوْجُ عَنْهُمَا لِأَنَّهُمَا اشْتَرَكَا فِي هَتْكِ الْحُرْمَةِ، فَوَجَبَ أَنْ يَشْتَرِكَا فِي الْكَفَّارَةِ
➖➖➖➖➖
📚[al-Hawy al-Kabir. Juz. 3/ Hal. 428]:
فَصْلٌ
وَلَوْ وَطِئَ أَرْبَعَ زَوْجَاتٍ لَهُ فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ، كَانَ عَلَيْهِ أَرْبَعُ كَفَّارَاتٍ فِي أَحَدِ الْقَوْلَيْنِ، إِذَا قِيلَ: إِنَّ الْكَفَّارَةَ وَجَبَتْ عَلَيْهِمَا، وَفِي الْوَجْهِ الثَّانِي: كَفَّارَةٌ وَاحِدَةٌ إِذَا قِيلَ: إِنَّهَا وَجَبَتْ عَلَى الزَّوْجِ وَحْدَهُ، فَلَوْ كَانَ لَهُ زَوْجَتَانِ مُسْلِمَةٌ وَذِمِّيَّةٌ فَوَطِئَهُمَا مَعًا فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ، نُظِرَ فِي حَالِهِ فَإِنْ وَطِئَ الذِّمِّيَّةَ أَوَّلًا ثُمَّ الْمُسْلِمَةَ بَعْدَهَا، فَعَلَيْهِ كَفَّارَتَانِ فِي أَحَدِ الْوَجْهَيْنِ وَإِنْ وَطِئَ الْمُسْلِمَةَ أَوَّلًا ثُمَّ الذِّمِّيَّةَ بَعْدَهَا، فَلَيْسَ عَلَيْهِمَا إِلَّا كفارة واحدة.
170} Pengertian ayat Wa Rattilil Qur'aana Tartiilaa
Oleh: Ishadi al-Asyi
Al-Muzammil, ayat: 4
أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
"Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan²".
Maksudnya, bacalah Al-Qur'an dengan tartil (perlahan²) karena sesungguhnya bacaan seperti ini membantu untuk memahami dan merenungkan makna yang dibaca, dan memang demikianlah bacaan yang dilakukan oleh Nabi ﷺ, Sehingga Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa Nabi ﷺ, bila membaca Al-Qur'an yaitu perlahan² sehingga bacaan beliau terasa paling Iama dibandingkan dengan orang Lain.
Di dalam kitab Shahih Bukhari disebutkan melalui sahabat Anas r.a, bahwa ia pernah ditanya tentang bacaan yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ. Maka ia menjawab, bahwa bacaan Al-Qur'an yang dilakukan oleh beliau panjang. Bila beliau membaca: Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Al-Fatihah: 1), Maka beliau memanjangkan bismillah, dan memanjangkan Ar-Rahman dan juga memanjangkan bacaan Ar-Rahim.
Ummu Salamah r.a, pernah ditanya tentang qiraah Rasulullah ﷺ, Maka Ummu Salamah menjawab bahwa beliau membaca Al-Qur'an ayat demi ayat yang setiap ayatnya berhenti.
Di dalam Hadits disebutkan:
زَيِّنوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ
Hiasilah Al-Qur’an dengan suara kalian.!
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ
Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak melagukan bacaan Al-Qur’an.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, bahwa ia telah mengatakan: "Janganlah kamu membacanya dengan bacaan seperti menabur pasir, jangan pula membacanya dengan bacaan tergesa² seperti membaca puisi (syair). Berhentilah pada hal² yang mengagumkan, dan gerakkanlah hati untuk meresapinya, dan janganlah tujuan seseorang dari kamu hanyalah akhir surat saja." Diriwayatkan oleh Al-Bagawi.
📚[Tafsir Ibnu Katsir. Juz. 8/ Hal. 250 Maktabah Syamilah]:
وَقَوْلُهُ: {وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلا} أَيِ: اقْرَأْهُ عَلَى تَمَهُّلٍ، فَإِنَّهُ يَكُونُ عَوْنًا عَلَى فَهْمِ الْقُرْآنِ وَتَدَبُّرِهِ. وَكَذَلِكَ كَانَ يَقْرَأُ صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ، قَالَتْ عَائِشَةُ: كَانَ يَقْرَأُ السُّورَةَ فَيُرَتِّلُهَا، حَتَّى تَكُونَ أَطْوَلَ مِنْ أَطْوَلِ مِنْهَا. وَفِي صَحِيحِ الْبُخَارِيِّ، عَنْ أَنَسٍ: أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ قِرَاءَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: كَانَتْ مَدًّا، ثُمَّ قَرَأَ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} يَمُدُّ بِسْمِ اللَّهِ، وَيَمُدُّ الرَّحْمَنِ، وَيَمُدُّ الرَّحِيمِ. (1)
وَقَالَ ابْنُ جُرَيج، عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيكة عَنِ أُمِّ سَلَمَةَ: أَنَّهَا سُئلت عَنْ قِرَاءَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: كَانَ يُقَطِّعُ قِرَاءَتَهُ آيَةً آيَةً، {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَأَبُو دَاوُدَ، وَالتِّرْمِذِيُّ. (2)
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ زِرٍّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُقَالُ لِصَاحِبِ (3) الْقُرْآنِ: اقْرَأْ وارْقَ، ورَتِّل كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا، فَإِنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا".
وَرَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ، وَالتِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ، مِنْ حَدِيثِ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ، بِهِ (4) وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ: حَسَنٌ صَحِيحٌ.
وَقَدْ قَدَّمْنَا فِي أَوَّلِ التَّفْسِيرِ الْأَحَادِيثَ الدَّالَّةَ عَلَى اسْتِحْبَابِ التَّرْتِيلِ وَتَحْسِينِ الصَّوْتِ بِالْقِرَاءَةِ، كَمَا جَاءَ فِي الْحَدِيثِ: "زَيِّنوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ"، وَ "لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ"، وَ "لَقَدْ أُوتِيَ هذا مزمار مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ" يَعْنِي: أَبَا مُوسَى، فَقَالَ أَبُو مُوسَى: لَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ أَنَّكَ كُنْتَ تَسْمَعُ قِرَاءَتِي لحبَّرْته لَكَ تَحْبِيرًا. (5)
وَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّهُ قَالَ: لَا تَنْثُرُوهُ نَثْرَ الرَّمْلِ (6) وَلَا تَهُذُّوهُ هَذَّ الشِّعْرِ، قِفُوا عِنْدَ عَجَائِبِهِ، وَحَرِّكُوا بِهِ الْقُلُوبَ، وَلَا يَكُنْ هَمُّ أَحَدِكُمْ آخِرَ السُّورَةِ. رَوَاهُ الْبَغَوِيُّ. (7)
Al-Muzammil, ayat: 4
أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
"Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan²".
Maksudnya, bacalah Al-Qur'an dengan tartil (perlahan²) karena sesungguhnya bacaan seperti ini membantu untuk memahami dan merenungkan makna yang dibaca, dan memang demikianlah bacaan yang dilakukan oleh Nabi ﷺ, Sehingga Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa Nabi ﷺ, bila membaca Al-Qur'an yaitu perlahan² sehingga bacaan beliau terasa paling Iama dibandingkan dengan orang Lain.
Di dalam kitab Shahih Bukhari disebutkan melalui sahabat Anas r.a, bahwa ia pernah ditanya tentang bacaan yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ. Maka ia menjawab, bahwa bacaan Al-Qur'an yang dilakukan oleh beliau panjang. Bila beliau membaca: Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Al-Fatihah: 1), Maka beliau memanjangkan bismillah, dan memanjangkan Ar-Rahman dan juga memanjangkan bacaan Ar-Rahim.
Ummu Salamah r.a, pernah ditanya tentang qiraah Rasulullah ﷺ, Maka Ummu Salamah menjawab bahwa beliau membaca Al-Qur'an ayat demi ayat yang setiap ayatnya berhenti.
Di dalam Hadits disebutkan:
زَيِّنوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ
Hiasilah Al-Qur’an dengan suara kalian.!
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ
Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak melagukan bacaan Al-Qur’an.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, bahwa ia telah mengatakan: "Janganlah kamu membacanya dengan bacaan seperti menabur pasir, jangan pula membacanya dengan bacaan tergesa² seperti membaca puisi (syair). Berhentilah pada hal² yang mengagumkan, dan gerakkanlah hati untuk meresapinya, dan janganlah tujuan seseorang dari kamu hanyalah akhir surat saja." Diriwayatkan oleh Al-Bagawi.
📚[Tafsir Ibnu Katsir. Juz. 8/ Hal. 250 Maktabah Syamilah]:
وَقَوْلُهُ: {وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلا} أَيِ: اقْرَأْهُ عَلَى تَمَهُّلٍ، فَإِنَّهُ يَكُونُ عَوْنًا عَلَى فَهْمِ الْقُرْآنِ وَتَدَبُّرِهِ. وَكَذَلِكَ كَانَ يَقْرَأُ صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ، قَالَتْ عَائِشَةُ: كَانَ يَقْرَأُ السُّورَةَ فَيُرَتِّلُهَا، حَتَّى تَكُونَ أَطْوَلَ مِنْ أَطْوَلِ مِنْهَا. وَفِي صَحِيحِ الْبُخَارِيِّ، عَنْ أَنَسٍ: أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ قِرَاءَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: كَانَتْ مَدًّا، ثُمَّ قَرَأَ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} يَمُدُّ بِسْمِ اللَّهِ، وَيَمُدُّ الرَّحْمَنِ، وَيَمُدُّ الرَّحِيمِ. (1)
وَقَالَ ابْنُ جُرَيج، عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيكة عَنِ أُمِّ سَلَمَةَ: أَنَّهَا سُئلت عَنْ قِرَاءَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: كَانَ يُقَطِّعُ قِرَاءَتَهُ آيَةً آيَةً، {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَأَبُو دَاوُدَ، وَالتِّرْمِذِيُّ. (2)
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ زِرٍّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُقَالُ لِصَاحِبِ (3) الْقُرْآنِ: اقْرَأْ وارْقَ، ورَتِّل كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا، فَإِنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا".
وَرَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ، وَالتِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ، مِنْ حَدِيثِ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ، بِهِ (4) وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ: حَسَنٌ صَحِيحٌ.
وَقَدْ قَدَّمْنَا فِي أَوَّلِ التَّفْسِيرِ الْأَحَادِيثَ الدَّالَّةَ عَلَى اسْتِحْبَابِ التَّرْتِيلِ وَتَحْسِينِ الصَّوْتِ بِالْقِرَاءَةِ، كَمَا جَاءَ فِي الْحَدِيثِ: "زَيِّنوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ"، وَ "لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ"، وَ "لَقَدْ أُوتِيَ هذا مزمار مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ" يَعْنِي: أَبَا مُوسَى، فَقَالَ أَبُو مُوسَى: لَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ أَنَّكَ كُنْتَ تَسْمَعُ قِرَاءَتِي لحبَّرْته لَكَ تَحْبِيرًا. (5)
وَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّهُ قَالَ: لَا تَنْثُرُوهُ نَثْرَ الرَّمْلِ (6) وَلَا تَهُذُّوهُ هَذَّ الشِّعْرِ، قِفُوا عِنْدَ عَجَائِبِهِ، وَحَرِّكُوا بِهِ الْقُلُوبَ، وَلَا يَكُنْ هَمُّ أَحَدِكُمْ آخِرَ السُّورَةِ. رَوَاهُ الْبَغَوِيُّ. (7)
169} Hukum adzan subuh sebelum masuk waktunya
PERTANYAAN:
assalamualai wr wb
Ustaz nak bertanya; di kampungku pernah di kumandangkan azan sbelum masok waktu subuh, gimna itu hukumnya ustaz sbb ada org yg langsung sholat wkt itu?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Tidak diperbolehkan adzan dengan tujuan memberitahukan telah masuknya waktu shalat sebelum dapat dipastikan dengan jelas bahwa benar² telah masuk waktu shalat. Apabila seorang Muadzin salah, dan ia mengumandangkan adzan sebelum masuknya waktu maka wajib atasnya untuk memperigatkan para pendengarnya bahwa ia telah salah. Hal ini dilakukan supaya mereka yang mendengarkan adzan tersebut tidak terpengaruh dan mengerjakan shalat yang belum masuk waktunya.
عن ابن عمر رضي اللّٰه عنهما أن بلالا أذّن قبل الفجر، فأمره النبيّ ﷺ أن يَرجِع فيناديَ « ألا إن العبد نام » رواه أبو داود وضعفه.
Diriwayatkan dari Ibnu 'Umar RA, bahwa Sahabat pernah Bilal ber~adzan sebelum fajar, maka Nabi ﷺ memerintahkannya untuk kembali pulang, lalu Nabi ﷺ Berseru: "Ingatlah, bahwa sesungguhnya hamba itu membutuhkan tidur." (HR Abu Dawud dan Beliau mendha'ifkannya)
المعنى الإجمالي:
لا يجوز الأذان للإعلام بدخول وقت صلاة قبل تحقق دخول وقتها فإذا غلط المؤذن وأذن قبل دخول الوقت وجب عليه التنبيه على السامعين لئلا يغتروا ويؤدوا الصلاة قبل ميقاتها.
Makna Ijmali:
Tidaklah diperkenankan adzan dengan tujuan memberitahukan telah masuknya waktu shalat sebelum dapat dipastikan dengan jelas bahwa benar² telah masuk waktu shalat. Apabila seorang Muadzin salah, dan ia mengumandangkan adzan sebelum masuknya waktu maka wajib atasnya untuk memperigatkan para pendengarnya bahwa ia telah salah. Hal ini dilakukan supaya mereka yang mendengarkan adzan tersebut tidak terpengaruh dan mengerjakan shalat yang belum masuk waktunya.
فقه الحديث:
١) إطاعة الكبير ولا سيما في أمور الدين.
٢) عدم جواز الأذان للصبح قبل دخول وقته.
٣) على المؤذن أن يتحرى الوقت فإذا ظهر خطؤه بعد اجتهاده عليه أن يعلم الناس.
Fiqh Hadist:
1) Kewajiban mentaati pemimpin, terlebih lagi dalam urusan agama.
2) Tidak diperkenankannya mengumandangkan adzan subuh sebelum masuk waktunya.
3) Diwajibkan bagi Muadzdzin untuk meneliti waktu terlebih dahulu. Namun apabila sudah sesuai dengan prosedur namun tetap melakukan kesalahan, maka wajib baginya untuk memberitahukan kepada khalayak tentang kesalahannya.
Sumber:
📚[Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Maram. Juz. 1/ Hal. 209 Darul Fikri]
assalamualai wr wb
Ustaz nak bertanya; di kampungku pernah di kumandangkan azan sbelum masok waktu subuh, gimna itu hukumnya ustaz sbb ada org yg langsung sholat wkt itu?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Tidak diperbolehkan adzan dengan tujuan memberitahukan telah masuknya waktu shalat sebelum dapat dipastikan dengan jelas bahwa benar² telah masuk waktu shalat. Apabila seorang Muadzin salah, dan ia mengumandangkan adzan sebelum masuknya waktu maka wajib atasnya untuk memperigatkan para pendengarnya bahwa ia telah salah. Hal ini dilakukan supaya mereka yang mendengarkan adzan tersebut tidak terpengaruh dan mengerjakan shalat yang belum masuk waktunya.
عن ابن عمر رضي اللّٰه عنهما أن بلالا أذّن قبل الفجر، فأمره النبيّ ﷺ أن يَرجِع فيناديَ « ألا إن العبد نام » رواه أبو داود وضعفه.
Diriwayatkan dari Ibnu 'Umar RA, bahwa Sahabat pernah Bilal ber~adzan sebelum fajar, maka Nabi ﷺ memerintahkannya untuk kembali pulang, lalu Nabi ﷺ Berseru: "Ingatlah, bahwa sesungguhnya hamba itu membutuhkan tidur." (HR Abu Dawud dan Beliau mendha'ifkannya)
المعنى الإجمالي:
لا يجوز الأذان للإعلام بدخول وقت صلاة قبل تحقق دخول وقتها فإذا غلط المؤذن وأذن قبل دخول الوقت وجب عليه التنبيه على السامعين لئلا يغتروا ويؤدوا الصلاة قبل ميقاتها.
Makna Ijmali:
Tidaklah diperkenankan adzan dengan tujuan memberitahukan telah masuknya waktu shalat sebelum dapat dipastikan dengan jelas bahwa benar² telah masuk waktu shalat. Apabila seorang Muadzin salah, dan ia mengumandangkan adzan sebelum masuknya waktu maka wajib atasnya untuk memperigatkan para pendengarnya bahwa ia telah salah. Hal ini dilakukan supaya mereka yang mendengarkan adzan tersebut tidak terpengaruh dan mengerjakan shalat yang belum masuk waktunya.
فقه الحديث:
١) إطاعة الكبير ولا سيما في أمور الدين.
٢) عدم جواز الأذان للصبح قبل دخول وقته.
٣) على المؤذن أن يتحرى الوقت فإذا ظهر خطؤه بعد اجتهاده عليه أن يعلم الناس.
Fiqh Hadist:
1) Kewajiban mentaati pemimpin, terlebih lagi dalam urusan agama.
2) Tidak diperkenankannya mengumandangkan adzan subuh sebelum masuk waktunya.
3) Diwajibkan bagi Muadzdzin untuk meneliti waktu terlebih dahulu. Namun apabila sudah sesuai dengan prosedur namun tetap melakukan kesalahan, maka wajib baginya untuk memberitahukan kepada khalayak tentang kesalahannya.
Sumber:
📚[Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Maram. Juz. 1/ Hal. 209 Darul Fikri]
168} Benarkah Nabi Sulaiman pernah mempelajari sihir..??
PERTNYAAN:
Benarkah Nabi Sulaiman mempelajari di masa kerajaannya..??
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Nabi Sulaiman tidak pernah mempelajari sihir seperti yang di tuduhkan oleh mereka.
Berikut ini penjelasannya:👇
[Surat Al-Baqarah: 102]:
(وَٱتَّبَعُوا۟ مَا تَتۡلُوا۟ ٱلشَّیَـٰطِینُ عَلَىٰ مُلۡكِ سُلَیۡمَـٰنَۖ وَمَا كَفَرَ سُلَیۡمَـٰنُ وَلَـٰكِنَّ ٱلشَّیَـٰطِینَ كَفَرُوا۟ یُعَلِّمُونَ ٱلنَّاسَ ٱلسِّحۡرَ وَمَاۤ أُنزِلَ عَلَى ٱلۡمَلَكَیۡنِ بِبَابِلَ هَـٰرُوتَ وَمَـٰرُوتَۚ وَمَا یُعَلِّمَانِ مِنۡ أَحَدٍ حَتَّىٰ یَقُولَاۤ إِنَّمَا نَحۡنُ فِتۡنَةࣱ فَلَا تَكۡفُرۡۖ فَیَتَعَلَّمُونَ مِنۡهُمَا مَا یُفَرِّقُونَ بِهِۦ بَیۡنَ ٱلۡمَرۡءِ وَزَوۡجِهِۦۚ وَمَا هُم بِضَاۤرِّینَ بِهِۦ مِنۡ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِۚ وَیَتَعَلَّمُونَ مَا یَضُرُّهُمۡ وَلَا یَنفَعُهُمۡۚ وَلَقَدۡ عَلِمُوا۟ لَمَنِ ٱشۡتَرَىٰهُ مَا لَهُۥ فِی ٱلۡـَٔاخِرَةِ مِنۡ خَلَـٰقࣲۚ وَلَبِئۡسَ مَا شَرَوۡا۟ بِهِۦۤ أَنفُسَهُمۡۚ لَوۡ كَانُوا۟ یَعۡلَمُونَ)
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan² pada masa kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kafir tetapi setan² itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babilonia yaitu Harut dan Marut. Padahal keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seseorang sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kafir.” Maka mereka mempelajari dari keduanya (malaikat itu) apa yang (dapat) memisahkan antara seorang (suami) dengan istrinya. Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah. Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan, dan tidak memberi manfaat kepada mereka. Dan sungguh, mereka sudah tahu, barangsiapa membeli (menggunakan sihir) itu, niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Dan sungguh, sangatlah buruk perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka tahu.
{وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ} فهذا تنزيه له عليه السلام عن الكفر، وذلك يدل على أن القوم نسبوه إلى الكفر والسحر: قيل فيه أشياء، أحدها: ما روي عن بعض أخبار اليهود أنهم قالوا: ألا تعجبون من محمد يزعم أن سليمان كان نبياً وما كان إلا ساحراً، فأنزل الله هذه الآية. وثانيها: أن السحرة من اليهود زعموا أنهم أخذوا السحر عن سليمان فنزهه الله تعالى منه. وثالثها: أن قوماً زعموا أن قوام ملكه كان بالسحر فبرأه الله منه لأن كونه نبياً ينافي كونه ساحراً كافراً
Ayat {وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ} pensucian pada Nabi Sulaiman As dari kekufuran sebagaimana yang didakwakan orang² Yahudi bahwa beliau kufur dan ahli sihir
Dalam ayat ini mengandung beberapa sanggahan:
1) Diriwayatkan dari orang² Yahudi bahwa sebagian mereka berkata:
"Apakah kalian tidak heran dengan Muhammad yang mengira Sulaiman seorang Nabi padahal dia hanyalah ahli sihir".
Allah Ta'ala menurunkan ayat ini sebagai sanggahannya.
2) Para Tukang Sihir dari orang² Yahudi mengira bahwa sihir mereka dari Nabi Sulaiman.
Allah Ta'ala mensucikan Nabi Sulaiman dengan ayat ini.
3) Sebagian kaum mengira bahwa kerajaan Nabi Sulaiman hanyalah bentuk sihir.
Allah Ta'ala membersihkan Nabi Sulaiman dari dugaan mereka dengan ayat ini, karena status beliau yang menjadi Nabi menafikannya sebagai tukang sihir dan ahli kufur.
Reff:
📚[Tafsir al-Fakhrur Razi. Juz. 3/ Hal. 633]
➖➖➖➖➖
وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنِ الْمِنْهَالِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابن عباس، قال: كان آصِفُ كَاتِبُ سُلَيْمَانَ، وَكَانَ يَعْلَمُ الِاسْمَ "الْأَعْظَمَ"، وَكَانَ يَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ سُلَيْمَانَ وَيَدْفِنُهُ تَحْتَ كُرْسِيِّهِ، فَلَمَّا مَاتَ سُلَيْمَانُ أَخْرَجَهُ (5) الشَّيَاطِينُ، فَكَتَبُوا بَيْنَ كُلِّ سَطْرَيْنِ سِحْرًا وَكُفْرًا، وَقَالُوا: هَذَا الذِي كَانَ سُلَيْمَانُ يَعْمَلُ بِهَا (6) . قَالَ: فَأَكْفَرَهُ جُهَّالُ النَّاسِ وَسَبُّوهُ، وَوَقَفَ عُلَمَاؤُهُمْ فَلَمْ يَزَلْ جُهَّالُهُمْ يَسُبُّونَهُ، حَتَّى أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا} (7) .
وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي أَبُو السَّائِبِ سَلْمُ (8) بْنُ جُنَادَةَ السَّوَائِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنِ الْمِنْهَالِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: كَانَ سُلَيْمَانُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، إِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْخُلَ الْخَلَاءَ، أَوْ يَأْتِيَ شَيْئًا مِنْ نِسَائِهِ، أَعْطَى الْجَرَادَةَ -وَهِيَ امْرَأَةٌ-خَاتَمَهُ. فَلَمَّا أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَبْتَلِيَ سُلَيْمَانَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، بِالذِي ابْتَلَاهُ بِهِ، أَعْطَى الْجَرَادَةَ ذَاتَ يَوْمٍ خاتَمه، فَجَاءَ (9) الشَّيْطَانُ فِي صُورَةِ سُلَيْمَانَ فَقَالَ لَهَا: هَاتِي خَاتَمِي. فَأَخَذَهُ فَلَبِسَهُ. فَلَمَّا لَبِسَهُ دَانَتْ لَهُ الشَّيَاطِينُ وَالْجِنُّ وَالْإِنْسُ. قَالَ: فَجَاءَهَا سُلَيْمَانُ، فَقَالَ: هَاتِي خَاتَمِي فَقَالَتْ: كَذَّبْتَ، لَسْتَ سُلَيْمَانَ. قَالَ: فَعَرَفَ سُلَيْمَانُ أَنَّهُ بَلَاءٌ ابْتُلِيَ بِهِ. قَالَ: فَانْطَلَقَتِ الشَّيَاطِينُ فَكَتَبَتْ فِي تِلْكَ الْأَيَّامِ كُتُبًا فِيهَا سِحْرٌ وَكُفْرٌ. ثُمَّ دَفَنُوهَا تَحْتَ كُرْسِيِّ سُلَيْمَانَ، ثُمَّ أَخْرَجُوهَا وَقَرَؤُوهَا (10) عَلَى النَّاسِ، وَقَالُوا: إِنَّمَا كَانَ سُلَيْمَانُ يَغْلِبُ النَّاسَ بِهَذِهِ الْكُتُبِ. قَالَ: فَبَرِئَ النَّاسُ مِنْ سُلَيْمَانَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، وَأَكْفَرُوهُ حَتَّى بَعَثَ اللَّهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنْزَلَ عَلَيْهِ: {وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا}
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Asif adalah juru tulis Nabi Sulaiman. Dia adalah orang yang mengetahui Ismul A'zam, dan mencatat segala sesuatu atas izin Nabi Sulaiman, lalu Nabi Sulaiman mengubur catatan tersebut di bawah singgasananya. Ketika Nabi Sulaiman wafat, catatan tersebut dikeluarkan oleh setan², lalu mereka menyisipkan catatan mengenai sihir dan kekufuran di antara tiap dua barisnya. Mereka mengatakan, inilah yang dahulu diamalkan oleh Sulaiman. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa setelah ada keterangan dari setan, maka orang² yang tidak mengerti mengafirkan Sulaiman dan mencacimakinya, tetapi para ulama dari kalangan mereka hanya diam. Orang² yang bodoh dari kalangan mereka terus-menerus mencaci maki Nabi Sulaiman, hingga Allah Swt. menurunkan ayat berikut kepada Nabi Muhammad ﷺ, yaitu: Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan² pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan² itulah yang kafir (mengerjakan sihir). (Al-Baqarah: 102)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa Abus Sa'ib Salimah ibnu Junadah As-Sawa-i menceritakan, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan riwayat berikut: Tersebutlah bahwa Nabi Sulaiman apabila hendak memasuki kamar mandi atau menggauli salah seorang istrinya, terlebih dahulu ia menyerahkan cincinnya kepada pembantu pribadinya, yaitu seorang wanita. Ketika Allah hendak menguji Nabi Sulaiman a.s. dengan ujian yang dikehendakiNya, maka di suatu hari Sulaiman menyerahkan cincinnya kepada pembantunya. Lalu datanglah setan dalam rupa Sulaiman dan berkata kepada pembantu Sulaiman: "Serahkanlah cincinku." Si pembantu menyerahkan cincin itu kepadanya, dan ia segera memakainya. Ketika setan memakainya, maka tunduklah semua setan, jin, dan manusia kepadanya. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Nabi Sulaiman datang kepada pembantunya itu dan berkata kepadanya: "Berikanlah cincinku kepadaku." Si pembantu berkata, "Engkau dusta, engkau bukan Sulaiman." Maka sejak saat itu Nabi Sulaiman mengetahui bahwa hal ini merupakan cobaan yang ditimpakan kepada dirinya. Ibnu 'Abbas berkata bahwa di hari² (kekuasaannya itu) setan² menulis berbagai macam kitab yang di dalamnya terkandung sihir dan kekufuran, lalu mereka menguburnya di bawah singgasana Raja Sulaiman. (Setelah Sulaiman wafat) mereka mengeluarkan kitab² itu dan membacakannya di hadapan semua orang, lalu mereka berkata, "Sesungguhnya dahulu Sulaiman dapat berkuasa atas manusia melalui kitab² ini." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu semua orang berlepas diri dari apa yang dilakukan oleh Sulaiman dan mengafirkannya. Setelah Allah mengutus Nabi Muhammad ﷺ, maka diturunkanNyalah ayat berikut, yakni firmanNya: Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak melakukan sihir), hanya setan² itulah yang kafir (mengerjakan sihir). (Al-Baqarah: 102)
Reff:
📚[Tafsir Ibnu Katsir. Juz. 1/ Hal. 346 Maktabah Syamilah]
Benarkah Nabi Sulaiman mempelajari di masa kerajaannya..??
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Nabi Sulaiman tidak pernah mempelajari sihir seperti yang di tuduhkan oleh mereka.
Berikut ini penjelasannya:👇
[Surat Al-Baqarah: 102]:
(وَٱتَّبَعُوا۟ مَا تَتۡلُوا۟ ٱلشَّیَـٰطِینُ عَلَىٰ مُلۡكِ سُلَیۡمَـٰنَۖ وَمَا كَفَرَ سُلَیۡمَـٰنُ وَلَـٰكِنَّ ٱلشَّیَـٰطِینَ كَفَرُوا۟ یُعَلِّمُونَ ٱلنَّاسَ ٱلسِّحۡرَ وَمَاۤ أُنزِلَ عَلَى ٱلۡمَلَكَیۡنِ بِبَابِلَ هَـٰرُوتَ وَمَـٰرُوتَۚ وَمَا یُعَلِّمَانِ مِنۡ أَحَدٍ حَتَّىٰ یَقُولَاۤ إِنَّمَا نَحۡنُ فِتۡنَةࣱ فَلَا تَكۡفُرۡۖ فَیَتَعَلَّمُونَ مِنۡهُمَا مَا یُفَرِّقُونَ بِهِۦ بَیۡنَ ٱلۡمَرۡءِ وَزَوۡجِهِۦۚ وَمَا هُم بِضَاۤرِّینَ بِهِۦ مِنۡ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِۚ وَیَتَعَلَّمُونَ مَا یَضُرُّهُمۡ وَلَا یَنفَعُهُمۡۚ وَلَقَدۡ عَلِمُوا۟ لَمَنِ ٱشۡتَرَىٰهُ مَا لَهُۥ فِی ٱلۡـَٔاخِرَةِ مِنۡ خَلَـٰقࣲۚ وَلَبِئۡسَ مَا شَرَوۡا۟ بِهِۦۤ أَنفُسَهُمۡۚ لَوۡ كَانُوا۟ یَعۡلَمُونَ)
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan² pada masa kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kafir tetapi setan² itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babilonia yaitu Harut dan Marut. Padahal keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seseorang sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kafir.” Maka mereka mempelajari dari keduanya (malaikat itu) apa yang (dapat) memisahkan antara seorang (suami) dengan istrinya. Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah. Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan, dan tidak memberi manfaat kepada mereka. Dan sungguh, mereka sudah tahu, barangsiapa membeli (menggunakan sihir) itu, niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Dan sungguh, sangatlah buruk perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka tahu.
{وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ} فهذا تنزيه له عليه السلام عن الكفر، وذلك يدل على أن القوم نسبوه إلى الكفر والسحر: قيل فيه أشياء، أحدها: ما روي عن بعض أخبار اليهود أنهم قالوا: ألا تعجبون من محمد يزعم أن سليمان كان نبياً وما كان إلا ساحراً، فأنزل الله هذه الآية. وثانيها: أن السحرة من اليهود زعموا أنهم أخذوا السحر عن سليمان فنزهه الله تعالى منه. وثالثها: أن قوماً زعموا أن قوام ملكه كان بالسحر فبرأه الله منه لأن كونه نبياً ينافي كونه ساحراً كافراً
Ayat {وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ} pensucian pada Nabi Sulaiman As dari kekufuran sebagaimana yang didakwakan orang² Yahudi bahwa beliau kufur dan ahli sihir
Dalam ayat ini mengandung beberapa sanggahan:
1) Diriwayatkan dari orang² Yahudi bahwa sebagian mereka berkata:
"Apakah kalian tidak heran dengan Muhammad yang mengira Sulaiman seorang Nabi padahal dia hanyalah ahli sihir".
Allah Ta'ala menurunkan ayat ini sebagai sanggahannya.
2) Para Tukang Sihir dari orang² Yahudi mengira bahwa sihir mereka dari Nabi Sulaiman.
Allah Ta'ala mensucikan Nabi Sulaiman dengan ayat ini.
3) Sebagian kaum mengira bahwa kerajaan Nabi Sulaiman hanyalah bentuk sihir.
Allah Ta'ala membersihkan Nabi Sulaiman dari dugaan mereka dengan ayat ini, karena status beliau yang menjadi Nabi menafikannya sebagai tukang sihir dan ahli kufur.
Reff:
📚[Tafsir al-Fakhrur Razi. Juz. 3/ Hal. 633]
➖➖➖➖➖
وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنِ الْمِنْهَالِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابن عباس، قال: كان آصِفُ كَاتِبُ سُلَيْمَانَ، وَكَانَ يَعْلَمُ الِاسْمَ "الْأَعْظَمَ"، وَكَانَ يَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ سُلَيْمَانَ وَيَدْفِنُهُ تَحْتَ كُرْسِيِّهِ، فَلَمَّا مَاتَ سُلَيْمَانُ أَخْرَجَهُ (5) الشَّيَاطِينُ، فَكَتَبُوا بَيْنَ كُلِّ سَطْرَيْنِ سِحْرًا وَكُفْرًا، وَقَالُوا: هَذَا الذِي كَانَ سُلَيْمَانُ يَعْمَلُ بِهَا (6) . قَالَ: فَأَكْفَرَهُ جُهَّالُ النَّاسِ وَسَبُّوهُ، وَوَقَفَ عُلَمَاؤُهُمْ فَلَمْ يَزَلْ جُهَّالُهُمْ يَسُبُّونَهُ، حَتَّى أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا} (7) .
وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي أَبُو السَّائِبِ سَلْمُ (8) بْنُ جُنَادَةَ السَّوَائِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنِ الْمِنْهَالِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: كَانَ سُلَيْمَانُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، إِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْخُلَ الْخَلَاءَ، أَوْ يَأْتِيَ شَيْئًا مِنْ نِسَائِهِ، أَعْطَى الْجَرَادَةَ -وَهِيَ امْرَأَةٌ-خَاتَمَهُ. فَلَمَّا أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَبْتَلِيَ سُلَيْمَانَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، بِالذِي ابْتَلَاهُ بِهِ، أَعْطَى الْجَرَادَةَ ذَاتَ يَوْمٍ خاتَمه، فَجَاءَ (9) الشَّيْطَانُ فِي صُورَةِ سُلَيْمَانَ فَقَالَ لَهَا: هَاتِي خَاتَمِي. فَأَخَذَهُ فَلَبِسَهُ. فَلَمَّا لَبِسَهُ دَانَتْ لَهُ الشَّيَاطِينُ وَالْجِنُّ وَالْإِنْسُ. قَالَ: فَجَاءَهَا سُلَيْمَانُ، فَقَالَ: هَاتِي خَاتَمِي فَقَالَتْ: كَذَّبْتَ، لَسْتَ سُلَيْمَانَ. قَالَ: فَعَرَفَ سُلَيْمَانُ أَنَّهُ بَلَاءٌ ابْتُلِيَ بِهِ. قَالَ: فَانْطَلَقَتِ الشَّيَاطِينُ فَكَتَبَتْ فِي تِلْكَ الْأَيَّامِ كُتُبًا فِيهَا سِحْرٌ وَكُفْرٌ. ثُمَّ دَفَنُوهَا تَحْتَ كُرْسِيِّ سُلَيْمَانَ، ثُمَّ أَخْرَجُوهَا وَقَرَؤُوهَا (10) عَلَى النَّاسِ، وَقَالُوا: إِنَّمَا كَانَ سُلَيْمَانُ يَغْلِبُ النَّاسَ بِهَذِهِ الْكُتُبِ. قَالَ: فَبَرِئَ النَّاسُ مِنْ سُلَيْمَانَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، وَأَكْفَرُوهُ حَتَّى بَعَثَ اللَّهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنْزَلَ عَلَيْهِ: {وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا}
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Asif adalah juru tulis Nabi Sulaiman. Dia adalah orang yang mengetahui Ismul A'zam, dan mencatat segala sesuatu atas izin Nabi Sulaiman, lalu Nabi Sulaiman mengubur catatan tersebut di bawah singgasananya. Ketika Nabi Sulaiman wafat, catatan tersebut dikeluarkan oleh setan², lalu mereka menyisipkan catatan mengenai sihir dan kekufuran di antara tiap dua barisnya. Mereka mengatakan, inilah yang dahulu diamalkan oleh Sulaiman. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa setelah ada keterangan dari setan, maka orang² yang tidak mengerti mengafirkan Sulaiman dan mencacimakinya, tetapi para ulama dari kalangan mereka hanya diam. Orang² yang bodoh dari kalangan mereka terus-menerus mencaci maki Nabi Sulaiman, hingga Allah Swt. menurunkan ayat berikut kepada Nabi Muhammad ﷺ, yaitu: Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan² pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan² itulah yang kafir (mengerjakan sihir). (Al-Baqarah: 102)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa Abus Sa'ib Salimah ibnu Junadah As-Sawa-i menceritakan, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan riwayat berikut: Tersebutlah bahwa Nabi Sulaiman apabila hendak memasuki kamar mandi atau menggauli salah seorang istrinya, terlebih dahulu ia menyerahkan cincinnya kepada pembantu pribadinya, yaitu seorang wanita. Ketika Allah hendak menguji Nabi Sulaiman a.s. dengan ujian yang dikehendakiNya, maka di suatu hari Sulaiman menyerahkan cincinnya kepada pembantunya. Lalu datanglah setan dalam rupa Sulaiman dan berkata kepada pembantu Sulaiman: "Serahkanlah cincinku." Si pembantu menyerahkan cincin itu kepadanya, dan ia segera memakainya. Ketika setan memakainya, maka tunduklah semua setan, jin, dan manusia kepadanya. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Nabi Sulaiman datang kepada pembantunya itu dan berkata kepadanya: "Berikanlah cincinku kepadaku." Si pembantu berkata, "Engkau dusta, engkau bukan Sulaiman." Maka sejak saat itu Nabi Sulaiman mengetahui bahwa hal ini merupakan cobaan yang ditimpakan kepada dirinya. Ibnu 'Abbas berkata bahwa di hari² (kekuasaannya itu) setan² menulis berbagai macam kitab yang di dalamnya terkandung sihir dan kekufuran, lalu mereka menguburnya di bawah singgasana Raja Sulaiman. (Setelah Sulaiman wafat) mereka mengeluarkan kitab² itu dan membacakannya di hadapan semua orang, lalu mereka berkata, "Sesungguhnya dahulu Sulaiman dapat berkuasa atas manusia melalui kitab² ini." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu semua orang berlepas diri dari apa yang dilakukan oleh Sulaiman dan mengafirkannya. Setelah Allah mengutus Nabi Muhammad ﷺ, maka diturunkanNyalah ayat berikut, yakni firmanNya: Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak melakukan sihir), hanya setan² itulah yang kafir (mengerjakan sihir). (Al-Baqarah: 102)
Reff:
📚[Tafsir Ibnu Katsir. Juz. 1/ Hal. 346 Maktabah Syamilah]
167} Hukum mencicil mandi junub
PERTANYAAN:
Sahkah mandi junub dengan cara mencicil..??
jika sah, bolehkah membaca al-Qur'an dan memegang al-Qur'an sebelum sempurna mandi..??
JAWABAN:
Hukum mencicil mandi SAH menurut Syafi'iyah karena muwalah (terus menerus) dalam mandi tidak diwajibkan, hanya sunat.
Sedang menurut Malikiyyah muwalah dalam wudhu dan mandi wajib hukumnya
وأما موالاة الغسل فالمذهب أنها سنة
Dan adapun muwalah dalam mandi janabah menurut madzhab ini (Asy-Syafi'i) hukumnya sunnah.
📚[Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab. Juz. 2/ Hal. 184]
ولو نَوَى رَفْع الجَنَابَةِ وغَسَلَ بَعْضَ البَدَنِ ثم نام فاستيْقَظَ وأرادَ غَسْلَ الباقي لم يَحْتَجْ إلى إعَادَةِ النيّة. (قوله لم يحتج إلى إعادة النية) أي لعدم اشتراط الموالاة فيه، بل هي سنة فقط كما صرح به في المنهاج في باب التيمم. إهـ
Seandainya seseorang berniat mengangkat hadats janabah dan dia mandi pada sebagian badan lalu tidur, kemudian dia bangun dan menghendaki memandikan anggota badan yang tersisa maka demikian tidak memerlukan mengulangi niat. (Sayyid al-Bakriy al-Dimyathiy menjelaskan redaksi pengarang: "maka demikian tidak memerlukan mengulangi niat"), demikian karena di dalam hal mandi tidak disyaratkan ber-muwalah (terus menerus), bahkan ia sunnah belaka sebagaimana dijelaskan di dalam al-Minhaj pada bab Tayammum.
📚[I'anatut Thalibin. Juz. 1/ Hal. 75 Maktabah Darul Ihya]
لخامس : الموالاة فرض في الوضوء والغسل خلافا لأحمد بن حنبل
(Rukun) kelima: al-muwalah hukumnya fardhu dalam wudhu dan mandi janabah, pendapat ini berbeda dengan pendapat Imam Ahmad Bin Hambal."
📚[Adz-Dzakhirah. Juz. 1/ Hal. 273]
Apabila dia mencicil mandi kemudian ia wudhu, bolehkah mengerjakan yang diharamkan bagi orang yang hadats kecil atau besar..??
Belum boleh, sebab wudhunya bukan untuk bersuci dari hadats, hadats besar dan kecilnya masih utuh padanya.
ولا يستبيح بهذا الوضوء محرما على الحدث الأصغر أو الأكبر، فلا يمس القرآن ولا يمكث في المسجد، وهذا الوضوء للنظافة والتعبد فلا ينقضه ما ينقض الوضوء
dan tidak diperkenankan dengan wudhu ini (sebelum mandi janabah) hal haram bagi yang hadats kecil atau besar, maka tidak boleh menyentuh alquran, berdiam diri dimasjid.
Status wudhu ini hanya untuk membersihkan diri (bukan bersuci) dan mencari nilai ibadah maka juga tidak akan membatalkan hal yang membatalkan wudhu."
📚[Jami'us Sunan wa Syuruhiha shahih Muslim]
Bagaimana kalau ia tetap beribadah?
Hukum ibadahnya Haram dan ia berdosa atas yang ia lakukan
ولو صلى محدثاً متعمداً بلا عذر أثم ولا يكفر عندنا وعند الجماهير. وحكى عن أبي حنيفة رحمه الله تعالى أنه يكفر لتلاعبه
Bila seseorang shalat dalam kondisi hadats tanpa uzur maka dia berdosa, dan menurut syafi'iyyah dan mayoritas ulama tidak sampai kufur.
Diceritakan dari Imam Abu Hanifah sungguh dia termasuk kufur sebab mempermainkan ibadah.
📚[Syarah an-Nawawi 'ala Muslim. Juz. 3/ Hal. 82]
Sahkah mandi junub dengan cara mencicil..??
jika sah, bolehkah membaca al-Qur'an dan memegang al-Qur'an sebelum sempurna mandi..??
JAWABAN:
Hukum mencicil mandi SAH menurut Syafi'iyah karena muwalah (terus menerus) dalam mandi tidak diwajibkan, hanya sunat.
Sedang menurut Malikiyyah muwalah dalam wudhu dan mandi wajib hukumnya
وأما موالاة الغسل فالمذهب أنها سنة
Dan adapun muwalah dalam mandi janabah menurut madzhab ini (Asy-Syafi'i) hukumnya sunnah.
📚[Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab. Juz. 2/ Hal. 184]
ولو نَوَى رَفْع الجَنَابَةِ وغَسَلَ بَعْضَ البَدَنِ ثم نام فاستيْقَظَ وأرادَ غَسْلَ الباقي لم يَحْتَجْ إلى إعَادَةِ النيّة. (قوله لم يحتج إلى إعادة النية) أي لعدم اشتراط الموالاة فيه، بل هي سنة فقط كما صرح به في المنهاج في باب التيمم. إهـ
Seandainya seseorang berniat mengangkat hadats janabah dan dia mandi pada sebagian badan lalu tidur, kemudian dia bangun dan menghendaki memandikan anggota badan yang tersisa maka demikian tidak memerlukan mengulangi niat. (Sayyid al-Bakriy al-Dimyathiy menjelaskan redaksi pengarang: "maka demikian tidak memerlukan mengulangi niat"), demikian karena di dalam hal mandi tidak disyaratkan ber-muwalah (terus menerus), bahkan ia sunnah belaka sebagaimana dijelaskan di dalam al-Minhaj pada bab Tayammum.
📚[I'anatut Thalibin. Juz. 1/ Hal. 75 Maktabah Darul Ihya]
لخامس : الموالاة فرض في الوضوء والغسل خلافا لأحمد بن حنبل
(Rukun) kelima: al-muwalah hukumnya fardhu dalam wudhu dan mandi janabah, pendapat ini berbeda dengan pendapat Imam Ahmad Bin Hambal."
📚[Adz-Dzakhirah. Juz. 1/ Hal. 273]
Apabila dia mencicil mandi kemudian ia wudhu, bolehkah mengerjakan yang diharamkan bagi orang yang hadats kecil atau besar..??
Belum boleh, sebab wudhunya bukan untuk bersuci dari hadats, hadats besar dan kecilnya masih utuh padanya.
ولا يستبيح بهذا الوضوء محرما على الحدث الأصغر أو الأكبر، فلا يمس القرآن ولا يمكث في المسجد، وهذا الوضوء للنظافة والتعبد فلا ينقضه ما ينقض الوضوء
dan tidak diperkenankan dengan wudhu ini (sebelum mandi janabah) hal haram bagi yang hadats kecil atau besar, maka tidak boleh menyentuh alquran, berdiam diri dimasjid.
Status wudhu ini hanya untuk membersihkan diri (bukan bersuci) dan mencari nilai ibadah maka juga tidak akan membatalkan hal yang membatalkan wudhu."
📚[Jami'us Sunan wa Syuruhiha shahih Muslim]
Bagaimana kalau ia tetap beribadah?
Hukum ibadahnya Haram dan ia berdosa atas yang ia lakukan
ولو صلى محدثاً متعمداً بلا عذر أثم ولا يكفر عندنا وعند الجماهير. وحكى عن أبي حنيفة رحمه الله تعالى أنه يكفر لتلاعبه
Bila seseorang shalat dalam kondisi hadats tanpa uzur maka dia berdosa, dan menurut syafi'iyyah dan mayoritas ulama tidak sampai kufur.
Diceritakan dari Imam Abu Hanifah sungguh dia termasuk kufur sebab mempermainkan ibadah.
📚[Syarah an-Nawawi 'ala Muslim. Juz. 3/ Hal. 82]
Rabu, 20 Mei 2020
166} Hukum membayar zakat Fitrah Dengan Uang
PERTANYAAN:
Bolehkan membayar zakat fitrah dengan uang..?
JAWABAN:
Dalam Madzhab Syafi’i, Maliki, dan Ahmad bin Hanbal zakat fitrah itu mesti kebiasaan makanan pokok di daerah itu, sedangkan dalam Madzhab Abu Hanifah boleh zakat fitrah dengan uang.
📚[Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab. Juz. 6/ Hal. 144]
Jika seseorang Membayar zakat dengan uang, mestilah dengan prosedur Madzhab Imam Hanafi.
Dalam Madzhab Hanafi zakat fitrah hanya ada empat macam, yaitu:
1. Setengah sha' hintah : 1.9 Kg
2. Satu sha' syair : 3.8 Kg
3. Satu sha' tamar : 3.8 Kg
4. Satu sha' zabib : 3.8 Kg
Membayar zakat fitrah dengan uang tunai dengan mengikuti ketentuan Mazhab Hanafiyah mesti dengan uang tunai senilai :
• Setengah sha' hintah (gandum) : 1.9 Kg
• Satu sha' syair (gandum): 3.8 Kg
• Satu sha' tamar (kurma) : 3.8 Kg
• Satu sha' zabib (kismis) : 3.8 Kg
setengah sha': 1,9 kg.
Harga gandum yang sudah di kupas (حنطة) satu kilo : Rp 16.000
maka cukup dikalikan dengan ukurang bayaran nya yaitu: 16.000 × 1,9 kg = Rp:30.400.
Maka jika taqlid kepada madzhab hanafi dengan membayar zakat fitrah dengan uang maka mesti seukuran Rp 30.400.
Catatan:
Bukan senilai 2.7 kg beras. Sebab dalam Madzhab Hanafi beras tidak termasuk bahan zakat fitrah. Sedangkan 2.7 Kg beras itu adalah dalam Madzhab Syafi'i.
📚[Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh. Juz. 2/ Hal. 909]
Imam Ramli Kabir dari kalangan Madzhab Syafi’i berfatwa dalam kitab fatawiinya:
"Bolehnya taqlid kepada Madzhab Abu Hanifah dalam hal mengeluarkan zakat fitrah dengan uang."
📚[Fatawii Ar-Ramli Juz. 2/ Hal. 55_56]
Fatwa Ulama Mesir mengatakan bahwan zakat fitrah dengan uang zaman sekarang lebih utama, sebab tujuan zakat fitrah adalah memenuhi kebutuhan fakir miskin, dan pemenuhan kebutuhan fakir miskin dengan uang lebih manfaat, sebab dengan uang si fakir miskin membeli apa yang ia butuhkan.
📚[Kitab As-Syiaam Daar Iftaa Al-Mishriyyah Hal. 103_104]
Bolehkan membayar zakat fitrah dengan uang..?
JAWABAN:
Dalam Madzhab Syafi’i, Maliki, dan Ahmad bin Hanbal zakat fitrah itu mesti kebiasaan makanan pokok di daerah itu, sedangkan dalam Madzhab Abu Hanifah boleh zakat fitrah dengan uang.
📚[Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab. Juz. 6/ Hal. 144]
Jika seseorang Membayar zakat dengan uang, mestilah dengan prosedur Madzhab Imam Hanafi.
Dalam Madzhab Hanafi zakat fitrah hanya ada empat macam, yaitu:
1. Setengah sha' hintah : 1.9 Kg
2. Satu sha' syair : 3.8 Kg
3. Satu sha' tamar : 3.8 Kg
4. Satu sha' zabib : 3.8 Kg
Membayar zakat fitrah dengan uang tunai dengan mengikuti ketentuan Mazhab Hanafiyah mesti dengan uang tunai senilai :
• Setengah sha' hintah (gandum) : 1.9 Kg
• Satu sha' syair (gandum): 3.8 Kg
• Satu sha' tamar (kurma) : 3.8 Kg
• Satu sha' zabib (kismis) : 3.8 Kg
setengah sha': 1,9 kg.
Harga gandum yang sudah di kupas (حنطة) satu kilo : Rp 16.000
maka cukup dikalikan dengan ukurang bayaran nya yaitu: 16.000 × 1,9 kg = Rp:30.400.
Maka jika taqlid kepada madzhab hanafi dengan membayar zakat fitrah dengan uang maka mesti seukuran Rp 30.400.
Catatan:
Bukan senilai 2.7 kg beras. Sebab dalam Madzhab Hanafi beras tidak termasuk bahan zakat fitrah. Sedangkan 2.7 Kg beras itu adalah dalam Madzhab Syafi'i.
📚[Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh. Juz. 2/ Hal. 909]
Imam Ramli Kabir dari kalangan Madzhab Syafi’i berfatwa dalam kitab fatawiinya:
"Bolehnya taqlid kepada Madzhab Abu Hanifah dalam hal mengeluarkan zakat fitrah dengan uang."
📚[Fatawii Ar-Ramli Juz. 2/ Hal. 55_56]
Fatwa Ulama Mesir mengatakan bahwan zakat fitrah dengan uang zaman sekarang lebih utama, sebab tujuan zakat fitrah adalah memenuhi kebutuhan fakir miskin, dan pemenuhan kebutuhan fakir miskin dengan uang lebih manfaat, sebab dengan uang si fakir miskin membeli apa yang ia butuhkan.
📚[Kitab As-Syiaam Daar Iftaa Al-Mishriyyah Hal. 103_104]
165} Tenggorokan orang puasa kemasukan lalat atau nyamuk, batalkah puasa..??
PERTANYAAN:
[@Riska Safira. MIA.2]
ASSALAMUALAIKUM..
Ana mau nanya lg nih ustad.. apa batal puasa kalow masuk binatang-binatang kecil sejenis nyamuk dlm tenggorokan ktika menguap?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Apabila tenggorokan seseorang yang sedang berpuasa itu kemasukan lalat atau nyamuk maka tidaklah batal puasanya. Namun kasus yang banyak terjadi, apabila kerongkongan seseorang kemasukan hal semacam ini maka ia akan berusaha untuk segera mengeluarkannya, hal ini adalah fatal. Mengeluarkannya berarti memuntahkannya, dan ini dapat membatalkan puasa.
Dan apabila dikhawatirkan masuknya serangga itu dapat menimbulkan bahaya yang sampai diperbolehkannya tayammum, maka boleh memuntahkannya namun puasanya wajib qadha.
Sebagaimana hukum serangga diatas, ialah debu jalanan dan debu hasil ayakan tepung, adalah karena sulit untuk menghindari. Begitu juga pada penderita bawasir, apabila itunya sampai keluar kemudian dimasukkan kembali, maka tidaklah menjadi batal puasanya lantaran uzur.
Reff:
[التحفة هامش الشرواني، ج ٣/ ص ٤٤٣]:
فلو دخل جوفه ذباب أو بعوضة لم يفطر لكن كثيرا يسعى الإنسان في اخراجه ذبابة وصلت لحد الباطن وهو خطأ لأنه حينئذ قيء مفطر نعم إن خشي منها ضررا يبيح التيمم لم يبعد جواز اخراجها ووجوب القضاء.
➖➖➖➖➖
[الباجوري على ابن قاسم، ج ١/ ص ٢٩٠]:
ولا يضر أيضا وصول ذباب أو بعوض أو غبار طريق أو غربلة دقيق جوفه لعسر التحرز عنها بحسب الشأن حتى لو فتح فاه لأجل وصولها لم يضر وكذا لو خرجت مقعدة المبسور فأعادها فلا يضر لعذره في ذلك.
[@Riska Safira. MIA.2]
ASSALAMUALAIKUM..
Ana mau nanya lg nih ustad.. apa batal puasa kalow masuk binatang-binatang kecil sejenis nyamuk dlm tenggorokan ktika menguap?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Apabila tenggorokan seseorang yang sedang berpuasa itu kemasukan lalat atau nyamuk maka tidaklah batal puasanya. Namun kasus yang banyak terjadi, apabila kerongkongan seseorang kemasukan hal semacam ini maka ia akan berusaha untuk segera mengeluarkannya, hal ini adalah fatal. Mengeluarkannya berarti memuntahkannya, dan ini dapat membatalkan puasa.
Dan apabila dikhawatirkan masuknya serangga itu dapat menimbulkan bahaya yang sampai diperbolehkannya tayammum, maka boleh memuntahkannya namun puasanya wajib qadha.
Sebagaimana hukum serangga diatas, ialah debu jalanan dan debu hasil ayakan tepung, adalah karena sulit untuk menghindari. Begitu juga pada penderita bawasir, apabila itunya sampai keluar kemudian dimasukkan kembali, maka tidaklah menjadi batal puasanya lantaran uzur.
Reff:
[التحفة هامش الشرواني، ج ٣/ ص ٤٤٣]:
فلو دخل جوفه ذباب أو بعوضة لم يفطر لكن كثيرا يسعى الإنسان في اخراجه ذبابة وصلت لحد الباطن وهو خطأ لأنه حينئذ قيء مفطر نعم إن خشي منها ضررا يبيح التيمم لم يبعد جواز اخراجها ووجوب القضاء.
➖➖➖➖➖
[الباجوري على ابن قاسم، ج ١/ ص ٢٩٠]:
ولا يضر أيضا وصول ذباب أو بعوض أو غبار طريق أو غربلة دقيق جوفه لعسر التحرز عنها بحسب الشأن حتى لو فتح فاه لأجل وصولها لم يضر وكذا لو خرجت مقعدة المبسور فأعادها فلا يضر لعذره في ذلك.
164} Menangis, merintih, meniup dalam shalat, batalkah shalat..??
PERTANYAAN:
Assalamualaikum izin bertanya, ustad bagaimana hukumnya menangis karena terlalu menghayati bacaan ayat dalam shalat 🙏🙏🙏
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Menurut qaul ashah (pendapat kuat) bahwa berdehem, tertawa, menangis, merintih, dan meniup/menghembus, ketika tampak dari perbuatan tersebut dua huruf, maka dapat membatalkan shalat, jika tidak tampak, maka shalat tetap sah (tidak batal). Pendapat kedua berpandangan bahwa hal² tersebut tidak membatalkan shalat secara muthlaq, sebab bukan merupakan bagian dari jenis perkataan.
📚[Hasyiyah Al-Qulyubi wa ‘Umairah. Juz. 2/ Hal. 499]:
والأصح أن التنحنح والضحك والبكاء والأنين والنفخ إن ظهر به) أي بكل مما ذكر (حرفان بطلت وإلا فلا) تبطل به ، والثاني لا تبطل به مطلقا لأنه ليس من جنس الكلام
والأصح أن التنحنح والضحك والبكاء والأنين والنفخ إن ظهر به) أي بكل مما ذكر (حرفان بطلت وإلا فلا) تبطل به ، والثاني لا تبطل به مطلقا لأنه ليس من جنس الكلام
------------------
(وَالْأَصَحُّ أَنَّ التَّنَحْنُحَ وَالضَّحِكَ وَالْبُكَاءَ) ، وَإِنْ كَانَ مِنْ خَوْفِ الْآخِرَةِ (وَالْأَنِينَ) وَالتَّأَوُّهَ (وَالنَّفْخَ) مِنْ أَنْفٍ أَوْ فَمٍ (إنْ ظَهَرَ بِهِ) أَيْ بِوَاحِدٍ مِنْ ذَلِكَ (حَرْفَانِ بَطَلَتْ) صَلَاتُهُ لِوُجُودِ مُنَافِيهَا (وَإِلَّا فَلَا) تَبْطُلُ لِمَا مَرَّ. وَالثَّانِي لَا تَبْطُلُ بِذَلِكَ مُطْلَقًا؛ لِكَوْنِهِ لَا يُسَمَّى فِي اللُّغَةِ كَلَامًا، وَلَا يَتَبَيَّنُ مِنْهُ حَرْفٌ مُحَقَّقٌ فَكَانَ شَبِيهًا بِالصَّوْتِ الْغُفْلِ، وَخَرَجَ بِالضَّحِكِ التَّبَسُّمُ فَلَا تَبْطُلُ بِهِ لِثُبُوتِهِ عَنْهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فِيهَا (وَيُعْذَرُ فِي يَسِيرِ الْكَلَامِ) عُرْفًا كَمَا يَرْجِعُ إلَيْهِ فِي ضَبْطِ الْكَلِمَةِ لَا مَا ضَبَطَهَا بِهِ النُّحَاةُ وَاللُّغَوِيُّونَ.
[الرملي، شمس الدين، نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج، ٣٧/٢]
-------------------------------
(وَالْأَصَحُّ أَنَّ التَّنَحْنُحَ وَالضَّحِكَ وَالْبُكَاءَ وَالْأَنِينَ وَالنَّفْخَ وَالسُّعَالَ وَالْعُطَاسَ إنْ ظَهَرَ بِهِ) أَيْ بِكُلٍّ مِمَّا ذَكَرَ (حَرْفَانِ بَطَلَتْ وَإِلَّا فَلَا) جَزْمًا لِمَا مَرَّ (وَيُعْذَرُ فِي يَسِيرِ الْكَلَامِ) عُرْفًا كَالْكَلِمَتَيْنِ وَالثَّلَاثِ وَيَظْهَرُ ضَبْطُ الْكَلِمَةِ هُنَا بِالْعُرْفِ بِدَلِيلِ تَعْبِيرِهِمْ ثَمَّ بِحَرْفٍ وَهُنَا بِكَلِمَةٍ وَلَا تُضْبَطُ بِالْكَلِمَةِ عِنْدَ النُّحَاةِ وَلَا عِنْدَ اللُّغَوِيِّينَ (إنْ سَبَقَ لِسَانُهُ) إلَيْهِ كَالنَّاسِي بَلْ أَوْلَى إذْ لَا قَصْدَ (أَوْ نَسِيَ الصَّلَاةَ) أَيْ أَنَّهُ فِيهَا كَأَنْ سَلَّمَ لَهَ لِأَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «تَكَلَّمَ فِي قِصَّةِ ذِي الْيَدَيْنِ مُعْتَقِدً أَنَّهُ لَيْسَ فِي صَلَاةٍ ثُمَّ بَنَى عَلَيْهَا» وَخَرَجَ بِالصَّلَاةِ نِسْيَانُ تَحْرِيمِهِ فِيهَا فَلَا يُعْذَرُ بِهِ (أَوْ جَهِلَ تَحْرِيمَهُ) أَيْ مَا أَتَى بِهِ فِيهَا وَإِنْ عَلِمَ تَحْرِيمَ جِنْسِهِ.
[ابن حجر الهيتمي ,تحفة المحتاج في شرح المنهاج وحواشي الشرواني والعبادي ، ٢ ، ١٤٠]
163} Apakah membasuh najis harus disertai niatnya..??
PERTANYAAN:
[@Riska Safira. MIA.2]
Assalamualaikum ustad-ustadzah🙏🏻
Ana mau tanya nih..kl kita mensucikan najis pd pakaian ato pd tempat..ketika mensucikan'nya najis it apakah wajib harus ada niat'nya ato tidak usah niat??
Conto'nya; aqu niat mensucikan baju ni ato tmpat niat dri najis?
Wassalamualaikum
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Jika hilangnya najis tersebut telah memenuhi syarat kesucian maka hukumnya suci, walopun hilangnya najis tersebut tanpa diniati seperti kena hujan atau banjir.
إعلم أنّه لا يُشترط في غسل النجاسة القصد كما لو صب الماء على ثوب ولم يقصد فإنه يطهر وكذا لو أصابه مطر أو سيل وادعى بعضهم الإجماع على ذلك لكن ابن سريج والقفال من أصحابنا اشترطا النية في غسل النجاسة كالحدث
Perlu di ketahui bahwasanya tidak harus ada qasad dalam hal membasuh najis, seandainya dituangkan air di atas pakaian maka sungguh pakaian itu suci, bagitu pula kena hujan atau banjir. Sebagian ulama menyatakan ini sudah menjadi ijma' ulama. Akan tetapi Ibnu Suraij dan Qaffal dari kalangan ulama Syafi'iyyah mensyaratkan harus ada niat ketika membasuh najis sama seperti hadats.
📚[Kasyifatus Saja. Hal. 45]
➖➖➖➖➖
Imam Syafi'i dalam kitab Al-Umm menyatakan tentang air yang menyucikan tanah yang terkena najis kencing:
وإن أتى على الأرض مطر يحيط العلم أنه يصيب موضع البول منه أكثر من الماء الذي وصفت أنه يطهره كان لها طهورا، وكذلك إن أتى عليها سيل يدوم عليها قليلا حتى تأخذ الأرض منه مثل ما كانت آخذة مما صب عليها، ولا أحسب سيلا يمر عليها إلا أخذت منه مثل أو أكثر مما كان يطهرها من ماء يصب عليها
Apabila air hujan jatuh ke bumi dan diketahui bahwa ia mengenai tempat kencing yang mana air tersebut lebih banyak jumlahnya dibanding jumlah air yang yang dapat menyucikan, maka hukumnya air suci dan menyucikan. Begitu juga dianggap suci apabila ada air banjir yang mana sedikit airnya menetap (menggenang) pada tanah sehingga air itu meresap ke tanah sama dengan disiram padanya. Adapun banjir yang lewat di atas tanah tidak dianggap kecuali hanya yang terserap tanah yang jumlahnya sama atau lebih banyak dari air yang dapat menyucikan tanah.
📚[al-Umm. Juz. 2/ Hal. 112]
[@Riska Safira. MIA.2]
Assalamualaikum ustad-ustadzah🙏🏻
Ana mau tanya nih..kl kita mensucikan najis pd pakaian ato pd tempat..ketika mensucikan'nya najis it apakah wajib harus ada niat'nya ato tidak usah niat??
Conto'nya; aqu niat mensucikan baju ni ato tmpat niat dri najis?
Wassalamualaikum
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Jika hilangnya najis tersebut telah memenuhi syarat kesucian maka hukumnya suci, walopun hilangnya najis tersebut tanpa diniati seperti kena hujan atau banjir.
إعلم أنّه لا يُشترط في غسل النجاسة القصد كما لو صب الماء على ثوب ولم يقصد فإنه يطهر وكذا لو أصابه مطر أو سيل وادعى بعضهم الإجماع على ذلك لكن ابن سريج والقفال من أصحابنا اشترطا النية في غسل النجاسة كالحدث
Perlu di ketahui bahwasanya tidak harus ada qasad dalam hal membasuh najis, seandainya dituangkan air di atas pakaian maka sungguh pakaian itu suci, bagitu pula kena hujan atau banjir. Sebagian ulama menyatakan ini sudah menjadi ijma' ulama. Akan tetapi Ibnu Suraij dan Qaffal dari kalangan ulama Syafi'iyyah mensyaratkan harus ada niat ketika membasuh najis sama seperti hadats.
📚[Kasyifatus Saja. Hal. 45]
➖➖➖➖➖
Imam Syafi'i dalam kitab Al-Umm menyatakan tentang air yang menyucikan tanah yang terkena najis kencing:
وإن أتى على الأرض مطر يحيط العلم أنه يصيب موضع البول منه أكثر من الماء الذي وصفت أنه يطهره كان لها طهورا، وكذلك إن أتى عليها سيل يدوم عليها قليلا حتى تأخذ الأرض منه مثل ما كانت آخذة مما صب عليها، ولا أحسب سيلا يمر عليها إلا أخذت منه مثل أو أكثر مما كان يطهرها من ماء يصب عليها
Apabila air hujan jatuh ke bumi dan diketahui bahwa ia mengenai tempat kencing yang mana air tersebut lebih banyak jumlahnya dibanding jumlah air yang yang dapat menyucikan, maka hukumnya air suci dan menyucikan. Begitu juga dianggap suci apabila ada air banjir yang mana sedikit airnya menetap (menggenang) pada tanah sehingga air itu meresap ke tanah sama dengan disiram padanya. Adapun banjir yang lewat di atas tanah tidak dianggap kecuali hanya yang terserap tanah yang jumlahnya sama atau lebih banyak dari air yang dapat menyucikan tanah.
📚[al-Umm. Juz. 2/ Hal. 112]
Senin, 18 Mei 2020
162} Bolehkah niat zakat fitrah atas nama orang yang wajib dikeluarkan zakat fitrahnya..??
PERTANYAAN:
[@Ririnlestari (MIA.3)]
Assalamualaikum wrwb
Ustad boleh gak jika sorang suami meniatkan zakat fitrah'nya untuq isteri'nya & orangtua meniatkan zakat fitrah untuq anak'nya..kalow boleh gmna cara niat'nya dan kapan diniatkan'nya, dan kalow gak boleh knp tidak boleh. HaturNuhun ustad🙏🏻
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Orang yang menunaikan zakat fitrah boleh hukumnya meniatkan zakat fitrah atas nama orang yang wajib ia keluarkan zakat fitrahnya.
Waktu niat: boleh di niatkan di ketika memisahkan zakat dari harta, atau ketika menyerahkan zakat kepada mustahiq (orang yang berhak menerima zakat), atau di sela² keduanya.
Cara niatnya:
ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻨِّﻰْ ﻭَﻋَﻦْ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﻣَن ﻳَﻠْﺰَﻣُﻨِﻰْ ﻧَﻔَﻘَﺎﺗُﻬُﻢْ ﺷَﺮْﻋًﺎ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
Aku niatkan mengeluarkan zakat fitrah dariku dan dari orang yang wajib aku nafqahi pada syara' fardhu karena Allah Ta'ala.
Reff:
وَالْحَاصِل أَن اعْتِبَار الْفطْرَة شرعا مُتَوَقف على أَرْبَعَة أُمُور النِّيَّة
وَالْقدر الْمخْرج
والمؤدي
والمؤدى عَنهُ
أما النِّيَّة فَتكون من الْمُؤَدِّي عَن نَفسه أَو عَمَّن تلْزمهُ فطرته من زَوْجَة وخادمها ورقيق وأصول وفروع إِذا وَجَبت نَفَقَتهم وَنَحْو ذَلِك أَو عَن موليه الْغَنِيّ من صَغِير وَمَجْنُون وسفيه وَلَو من مَال نَفسه لِأَنَّهُ يسْتَقلّ بتمليكه بِخِلَاف أُصُوله وفروعه الَّذين لَا تجب نَفَقَتهم وَبِخِلَاف الْأَجْنَبِيّ فَإِنَّهُ لَا بُد من الْإِذْن لَهُ فِي الْأَدَاء عَنْهُم فَلَو أدّى عَنْهُم بِغَيْر إذْنهمْ لَا يَقع الْموقع وَمن كَانَت فطرته وَاجِبَة على غَيره كَالزَّوْجَةِ فَأخْرج عَن نَفسه من مَاله بِغَيْر إِذن من وَجَبت عَلَيْهِ صَحَّ وَلَا رُجُوع لَهُ بهَا على من وَجَبت عَلَيْهِ لِأَنَّهَا تجب ابْتِدَاء على الْمُؤَدى عَنهُ ثمَّ يتحملها عَنهُ الْمُؤَدِّي وَتَكون النِّيَّة عِنْد الْعَزْل عَن المَال أَو عِنْد الدّفع إِلَى الْمُسْتَحق أَو بَينهمَا.
Kesimpulan: sesungguhnya yang di 'itibarkan zakat fitrah pada syara' ialah terhenti pada 4 perkara:
1) Niat.
2) Qadar zakat yang dikeluarkan.
3) orang yang menunaikannya.
4) orang yang wajib ia keluarkan zakat fitrahnya.
Adapun niat zakat fitrah adalah dari orang yang menunaikannya atau atas nama orang yang wajib ia keluarkan zakat fitrahnya, yakni dari istri, pembantunya, budak, ortu, dan anak²nya ketika wajib menafkahi mereka, dan yang sepadan dengan demikian itu.
Atau atas nama perwaliannya yang kaya, yakni anak kecil, orang gila, orang bodoh, walaupun dari hartanya sendiri, karena sungguh dia merdeka dalam memiliki hartanya.
Hal ini berbeda dengan anak yang tidak wajib ia nafkahi, dan berbeda dengan orang lain, maka ia harus meminta izin dalam menunaikan zakat atas namanya. Jika ia menunaikan atas nama mereka tanpa izin, maka tidak terjadi zakat (tidak sah zakatnya).
Dan berbeda dengan orang luar (orang lain). Karena sungguh wajib meminta ijin baginya dalam menunaikan zakat fitrah dari mereka, maka jika menunaikan zakat dari mereka tanpa ijin mereka, maka tidak terjadi apa yang terjadi (zakatnya tidak sah).
Adapun orang yang zakat fitrahnya wajib terhadap orang lain seperti isteri, lalu dia keluarkan zakat fitrah untuk dirinya dan mengambil dari harta suaminya tanpa izin darinya, maka Sah zakatnya, dan suami tidak boleh meminta kembali. Karena zakat si isteri itu pada mulanya wajib terhadap dirinya kemudian berpindah menjadi wajib terhadap suaminya.
Adapun mengenai waktu niat, maka boleh di niatkan di ketika memisahkan zakat dari harta, atau ketika menyerahkan zakat kepada mustahiq (orang yang berhak menerima zakat), atau di sela² keduanya.
📚[Nihayatuz Zain. Hal. 175]
[@Ririnlestari (MIA.3)]
Assalamualaikum wrwb
Ustad boleh gak jika sorang suami meniatkan zakat fitrah'nya untuq isteri'nya & orangtua meniatkan zakat fitrah untuq anak'nya..kalow boleh gmna cara niat'nya dan kapan diniatkan'nya, dan kalow gak boleh knp tidak boleh. HaturNuhun ustad🙏🏻
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Orang yang menunaikan zakat fitrah boleh hukumnya meniatkan zakat fitrah atas nama orang yang wajib ia keluarkan zakat fitrahnya.
Waktu niat: boleh di niatkan di ketika memisahkan zakat dari harta, atau ketika menyerahkan zakat kepada mustahiq (orang yang berhak menerima zakat), atau di sela² keduanya.
Cara niatnya:
ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻨِّﻰْ ﻭَﻋَﻦْ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﻣَن ﻳَﻠْﺰَﻣُﻨِﻰْ ﻧَﻔَﻘَﺎﺗُﻬُﻢْ ﺷَﺮْﻋًﺎ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
Aku niatkan mengeluarkan zakat fitrah dariku dan dari orang yang wajib aku nafqahi pada syara' fardhu karena Allah Ta'ala.
Reff:
وَالْحَاصِل أَن اعْتِبَار الْفطْرَة شرعا مُتَوَقف على أَرْبَعَة أُمُور النِّيَّة
وَالْقدر الْمخْرج
والمؤدي
والمؤدى عَنهُ
أما النِّيَّة فَتكون من الْمُؤَدِّي عَن نَفسه أَو عَمَّن تلْزمهُ فطرته من زَوْجَة وخادمها ورقيق وأصول وفروع إِذا وَجَبت نَفَقَتهم وَنَحْو ذَلِك أَو عَن موليه الْغَنِيّ من صَغِير وَمَجْنُون وسفيه وَلَو من مَال نَفسه لِأَنَّهُ يسْتَقلّ بتمليكه بِخِلَاف أُصُوله وفروعه الَّذين لَا تجب نَفَقَتهم وَبِخِلَاف الْأَجْنَبِيّ فَإِنَّهُ لَا بُد من الْإِذْن لَهُ فِي الْأَدَاء عَنْهُم فَلَو أدّى عَنْهُم بِغَيْر إذْنهمْ لَا يَقع الْموقع وَمن كَانَت فطرته وَاجِبَة على غَيره كَالزَّوْجَةِ فَأخْرج عَن نَفسه من مَاله بِغَيْر إِذن من وَجَبت عَلَيْهِ صَحَّ وَلَا رُجُوع لَهُ بهَا على من وَجَبت عَلَيْهِ لِأَنَّهَا تجب ابْتِدَاء على الْمُؤَدى عَنهُ ثمَّ يتحملها عَنهُ الْمُؤَدِّي وَتَكون النِّيَّة عِنْد الْعَزْل عَن المَال أَو عِنْد الدّفع إِلَى الْمُسْتَحق أَو بَينهمَا.
Kesimpulan: sesungguhnya yang di 'itibarkan zakat fitrah pada syara' ialah terhenti pada 4 perkara:
1) Niat.
2) Qadar zakat yang dikeluarkan.
3) orang yang menunaikannya.
4) orang yang wajib ia keluarkan zakat fitrahnya.
Adapun niat zakat fitrah adalah dari orang yang menunaikannya atau atas nama orang yang wajib ia keluarkan zakat fitrahnya, yakni dari istri, pembantunya, budak, ortu, dan anak²nya ketika wajib menafkahi mereka, dan yang sepadan dengan demikian itu.
Atau atas nama perwaliannya yang kaya, yakni anak kecil, orang gila, orang bodoh, walaupun dari hartanya sendiri, karena sungguh dia merdeka dalam memiliki hartanya.
Hal ini berbeda dengan anak yang tidak wajib ia nafkahi, dan berbeda dengan orang lain, maka ia harus meminta izin dalam menunaikan zakat atas namanya. Jika ia menunaikan atas nama mereka tanpa izin, maka tidak terjadi zakat (tidak sah zakatnya).
Dan berbeda dengan orang luar (orang lain). Karena sungguh wajib meminta ijin baginya dalam menunaikan zakat fitrah dari mereka, maka jika menunaikan zakat dari mereka tanpa ijin mereka, maka tidak terjadi apa yang terjadi (zakatnya tidak sah).
Adapun orang yang zakat fitrahnya wajib terhadap orang lain seperti isteri, lalu dia keluarkan zakat fitrah untuk dirinya dan mengambil dari harta suaminya tanpa izin darinya, maka Sah zakatnya, dan suami tidak boleh meminta kembali. Karena zakat si isteri itu pada mulanya wajib terhadap dirinya kemudian berpindah menjadi wajib terhadap suaminya.
Adapun mengenai waktu niat, maka boleh di niatkan di ketika memisahkan zakat dari harta, atau ketika menyerahkan zakat kepada mustahiq (orang yang berhak menerima zakat), atau di sela² keduanya.
📚[Nihayatuz Zain. Hal. 175]
Minggu, 17 Mei 2020
161} Hukum memberikan zakat kepada anak atau orang tua
PERTANYAAN:
[@Venny maulida.MIA.2]
Assalam.. ustad bolehkah anak menyerahkan zakat untk ortu'nya & ortu'nya menyerahkan zakat untk anak'nya? Mohon pencerahan & rujukan ustad🙏🏻🙏🏻
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Di dalam kitab al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah disebutkan:
Apabila anak memberikan zakat fitrah atau sebaliknya kepada orang tuanya, atau orang tua memberikan zakat kepada anaknya, dan zakatnya diberikan dari bagian orang² faqir atau miskin, sedangkan mereka tidak termasuk orang yang wajib menafqahinya, karena keadaan kehidupan mereka kecukupan namun masih berstatus faqir atau miskin, apakah dibolehkan memberikan zakat kepada mereka..??
Maka di jawab: boleh bagi tiap² anak atau orang tua memberikan zakat kepada mereka dari bagian orang² faqir atau miskin apabila di waktu penyerahan zakat mereka tidak termasuk orang yang wajib menafqahinya.
bahwasanya yang tidak diperbolehkan memberikan zakat itu di karenakan menafqahinya, dan jika tidak, maka boleh memberikan zakatnya, bahkan memberikan kepada mereka lebih utama dari pada memberikan kepada orang lain.
Di dalam kitab al-Majmu' Syarah al-Muhadzdzab disebutkan:
Boleh memberikan zakat kepada anak dan orang tua dari bagian ‘Amil, Mukatab, Orang yang punya hutang, dan Orang yang berperang.
Tidak boleh memberikan zakat kepada anak dan orang tua dari bagian orang² muallaf, jika termasuk orang yang wajib menafqahinya. Sebab terdapat kemanfaatan yang kembali pada pihak yang membayar zakat, yakni gugurnya nafkah. Jika orang tua atau anak termasuk orang yang tidak wajib menafqahinya maka boleh untuk memberikan zakat kepadanya.
Apabila anak atau orang tua yang faqir atau miskin dan pada sebagian ahwal tidak wajib nafaqah kepada mereka, maka boleh memberikan zakat kepada anak atau orang tuanya dari bagian orang² Faqir atau miskin tanpa khilaf, karena posisi mereka saat itu sama seperti ajnabi.
➖➖➖➖➖
INTINYA:
Hukum anak memberikan zakat kepada orang tuanya atau orang tua memberikan zakat kepada anaknya, dirincikan:
1) Furu' (anak, cucu, dst..) boleh memberikan zakat kepada orang tuanya atau kakeknya dari bagian faqir, miskin, dan muallaf, jika tidak termasuk orang yang wajib menafqahinya di saat kewajiban mengeluarkan zakat. Jika termasuk orang yang wajib menafqahinya, maka tidak boleh.
2) Ashal (ayah, kakek, dst) boleh memberikan zakat kepada anaknya atau cucunya dari bagian faqir, miskin, dan muallaf, jika tidak termasuk orang yang wajib menafqahinya di saat kewajiban mengeluarkan zakat. Jika termasuk orang yang wajib menafqahinya maka tidak boleh.
3) boleh memberikan zakat kepada tiap² mereka dari bagian 'Amil, Mukatab, gharim (orang yang punya hutang), dan orang yang berperang.
Reff:
📚[al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah. Juz. 4/ Hal. 75]:
(وَسُئِلَ) إذَا أَرَادَ الْفَرْعُ أَنْ يُعْطِيَ أَصْلَهُ مِنْ سَهْمِ الْفُقَرَاءِ أَوْ الْمَسَاكِينِ شَيْئًا مِنْ فِطْرَتِهِ أَوْ عَكْسُهُ وَالْحَالُ أَنَّهُ لَيْسَ فِي نَفَقَتِهِ ذَلِكَ الْوَقْتُ لِكَوْنِهِ مُسْتَغْنِيًا بِمَا لَا يَمْتَنِعُ مَعَهُ إطْلَاق اسْمُ الْفَقْرِ أَوْ الْمَسْكَنَةِ فَهَلْ لَهُ ذَلِكَ أَمْ لَا؟
(فَأَجَابَ) بِأَنَّهُ يَجُوزُ إعْطَاءُ الْأَصْلِ وَالْفَرْعِ بِاسْمِ الْفَقْرِ أَوْ الْمَسْكَنَةِ إذَا لَمْ يَلْزَمْهُ نَفَقَتُهُ وَقْتَ الْإِعْطَاءِ لِأَنَّهُ إنَّمَا امْتَنَعَ عَلَيْهِ إعْطَاؤُهُ عِنْدَ لُزُومِ مُؤْنَتِهِ لَهُ لِأَنَّ فِي الْإِعْطَاءِ حِينَئِذٍ إسْقَاطُ وَاجِبٍ عَلَيْهِ فَكَأَنَّهُ صَرَفَ مَالَ نَفْسِهِ لِنَفْسِهِ وَأَمَّا حَيْثُ لَمْ تَلْزَمْهُ نَفَقَتُهُ فَلَا مَحْذُورَ فِي إعْطَائِهِ مِنْ زَكَاتِهِ فَجَازَ لَهُ ذَلِكَ بَلْ يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ إعْطَاؤُهُ أَفْضَلَ مِنْ إعْطَاءِ غَيْرِهِ كَمَا شَمِلَهُ كَلَامُهُمْ فِي مَوَاضِعَ أُخَرَ.
➖➖➖➖➖
📚[al-Majmu' Syarah al-Muhadzdzab. Juz. 6/ Hal. 229]:
قَالَ أَصْحَابُنَا وَيَجُوزُ أَنْ يَدْفَعَ إلَى وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ مِنْ سَهْمِ الْعَامِلِينَ وَالْمُكَاتَبِينَ وَالْغَارِمِينَ وَالْغُزَاةِ إذَا كَانَا بِهَذِهِ الصِّفَةِ وَلَا يَجُوزُ أَنْ يَدْفَعَ إلَيْهِ مِنْ سَهْمِ الْمُؤَلَّفَةِ ان كان ممن يَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ لِأَنَّ نَفْعَهُ يَعُودُ إلَيْهِ وَهُوَ إسْقَاطُ النَّفَقَةِ فَإِنْ كَانَ مِمَّنْ لَا يَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ جَازَ دَفْعُهُ إلَيْهِ...
(وَالثَّانِي)
وَبِهِ قَطَعَ الْمَحَامِلِيُّ لَا يُعْطِيهِ شَيْئًا مِنْ النَّفَقَةِ بَلْ يُعْطِيهِ الْحَمُولَةَ لِأَنَّ نَفَقَتَهُ وَاجِبَةٌ عَلَيْهِ فِي الْحَضَرِ وَالسَّفَرِ وَالْحَمُولَةُ لَيْسَتْ بِوَاجِبَةٍ فِي السَّفَرِ قَالَ أَصْحَابُنَا الْمُتَقَدِّمُونَ لَهُ أَنْ يُعْطِيَ وَلَدَهُ وَوَالِدَهُ مِنْ سَهْمِ الْعَامِلِ إذَا كَانَ عَامِلًا كَمَا قَدَّمْنَاهُ قَالَ الْقَاضِي أَبُو الْفُتُوحِ مِنْ أَصْحَابِنَا هَذَا لَا يَصِحُّ لِأَنَّهُ لَا يُتَصَوَّرُ أَنْ يُعْطِيَ الْعَامِلَ شَيْئًا مِنْ زَكَاتِهِ قَالَ صَاحِبُ الشَّامِلِ أَرَادَ الْأَصْحَابُ إذَا كَانَ الدَّافِعُ هُوَ الْإِمَامُ فَلَهُ أَنْ يُعْطِيَ وَلَدَ رَبِّ الْمَالِ وَوَالِدِهِ مِنْ سَهْمِ الْعَامِلِ إذَا كَانَ عَامِلًا مِنْ زَكَاةِ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ هَذَا كُلُّهُ إذَا كَانَ الذى يعطيه هو الذى يلزمه نفقته فلو اعطاه غيره فَقَدْ أَطْلَقَ الْخُرَاسَانِيُّونَ فِيهِ وَجْهَيْنِ (أَصَحُّهُمَا) لَا يعطي لانه مستغن بالنفقة الواجبة عَلَى قَرِيبِهِ
(وَأَمَّا) إذَا كَانَ الْوَلَدُ أَوْ الوالد فقيرا أو مسكينا وقلنا في فِي بَعْضِ الْأَحْوَالِ لَا تَجِبُ نَفَقَتُهُ فَيَجُوزُ لِوَالِدِهِ وَوَلَدِهِ دَفْعُ الزَّكَاةِ إلَيْهِ مِنْ سَهْمِ الْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ بِلَا خِلَافٍ لِأَنَّهُ حِينَئِذٍ كَالْأَجْنَبِيِّ
[@Venny maulida.MIA.2]
Assalam.. ustad bolehkah anak menyerahkan zakat untk ortu'nya & ortu'nya menyerahkan zakat untk anak'nya? Mohon pencerahan & rujukan ustad🙏🏻🙏🏻
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Di dalam kitab al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah disebutkan:
Apabila anak memberikan zakat fitrah atau sebaliknya kepada orang tuanya, atau orang tua memberikan zakat kepada anaknya, dan zakatnya diberikan dari bagian orang² faqir atau miskin, sedangkan mereka tidak termasuk orang yang wajib menafqahinya, karena keadaan kehidupan mereka kecukupan namun masih berstatus faqir atau miskin, apakah dibolehkan memberikan zakat kepada mereka..??
Maka di jawab: boleh bagi tiap² anak atau orang tua memberikan zakat kepada mereka dari bagian orang² faqir atau miskin apabila di waktu penyerahan zakat mereka tidak termasuk orang yang wajib menafqahinya.
bahwasanya yang tidak diperbolehkan memberikan zakat itu di karenakan menafqahinya, dan jika tidak, maka boleh memberikan zakatnya, bahkan memberikan kepada mereka lebih utama dari pada memberikan kepada orang lain.
Di dalam kitab al-Majmu' Syarah al-Muhadzdzab disebutkan:
Boleh memberikan zakat kepada anak dan orang tua dari bagian ‘Amil, Mukatab, Orang yang punya hutang, dan Orang yang berperang.
Tidak boleh memberikan zakat kepada anak dan orang tua dari bagian orang² muallaf, jika termasuk orang yang wajib menafqahinya. Sebab terdapat kemanfaatan yang kembali pada pihak yang membayar zakat, yakni gugurnya nafkah. Jika orang tua atau anak termasuk orang yang tidak wajib menafqahinya maka boleh untuk memberikan zakat kepadanya.
Apabila anak atau orang tua yang faqir atau miskin dan pada sebagian ahwal tidak wajib nafaqah kepada mereka, maka boleh memberikan zakat kepada anak atau orang tuanya dari bagian orang² Faqir atau miskin tanpa khilaf, karena posisi mereka saat itu sama seperti ajnabi.
➖➖➖➖➖
INTINYA:
Hukum anak memberikan zakat kepada orang tuanya atau orang tua memberikan zakat kepada anaknya, dirincikan:
1) Furu' (anak, cucu, dst..) boleh memberikan zakat kepada orang tuanya atau kakeknya dari bagian faqir, miskin, dan muallaf, jika tidak termasuk orang yang wajib menafqahinya di saat kewajiban mengeluarkan zakat. Jika termasuk orang yang wajib menafqahinya, maka tidak boleh.
2) Ashal (ayah, kakek, dst) boleh memberikan zakat kepada anaknya atau cucunya dari bagian faqir, miskin, dan muallaf, jika tidak termasuk orang yang wajib menafqahinya di saat kewajiban mengeluarkan zakat. Jika termasuk orang yang wajib menafqahinya maka tidak boleh.
3) boleh memberikan zakat kepada tiap² mereka dari bagian 'Amil, Mukatab, gharim (orang yang punya hutang), dan orang yang berperang.
Reff:
📚[al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah. Juz. 4/ Hal. 75]:
(وَسُئِلَ) إذَا أَرَادَ الْفَرْعُ أَنْ يُعْطِيَ أَصْلَهُ مِنْ سَهْمِ الْفُقَرَاءِ أَوْ الْمَسَاكِينِ شَيْئًا مِنْ فِطْرَتِهِ أَوْ عَكْسُهُ وَالْحَالُ أَنَّهُ لَيْسَ فِي نَفَقَتِهِ ذَلِكَ الْوَقْتُ لِكَوْنِهِ مُسْتَغْنِيًا بِمَا لَا يَمْتَنِعُ مَعَهُ إطْلَاق اسْمُ الْفَقْرِ أَوْ الْمَسْكَنَةِ فَهَلْ لَهُ ذَلِكَ أَمْ لَا؟
(فَأَجَابَ) بِأَنَّهُ يَجُوزُ إعْطَاءُ الْأَصْلِ وَالْفَرْعِ بِاسْمِ الْفَقْرِ أَوْ الْمَسْكَنَةِ إذَا لَمْ يَلْزَمْهُ نَفَقَتُهُ وَقْتَ الْإِعْطَاءِ لِأَنَّهُ إنَّمَا امْتَنَعَ عَلَيْهِ إعْطَاؤُهُ عِنْدَ لُزُومِ مُؤْنَتِهِ لَهُ لِأَنَّ فِي الْإِعْطَاءِ حِينَئِذٍ إسْقَاطُ وَاجِبٍ عَلَيْهِ فَكَأَنَّهُ صَرَفَ مَالَ نَفْسِهِ لِنَفْسِهِ وَأَمَّا حَيْثُ لَمْ تَلْزَمْهُ نَفَقَتُهُ فَلَا مَحْذُورَ فِي إعْطَائِهِ مِنْ زَكَاتِهِ فَجَازَ لَهُ ذَلِكَ بَلْ يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ إعْطَاؤُهُ أَفْضَلَ مِنْ إعْطَاءِ غَيْرِهِ كَمَا شَمِلَهُ كَلَامُهُمْ فِي مَوَاضِعَ أُخَرَ.
➖➖➖➖➖
📚[al-Majmu' Syarah al-Muhadzdzab. Juz. 6/ Hal. 229]:
قَالَ أَصْحَابُنَا وَيَجُوزُ أَنْ يَدْفَعَ إلَى وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ مِنْ سَهْمِ الْعَامِلِينَ وَالْمُكَاتَبِينَ وَالْغَارِمِينَ وَالْغُزَاةِ إذَا كَانَا بِهَذِهِ الصِّفَةِ وَلَا يَجُوزُ أَنْ يَدْفَعَ إلَيْهِ مِنْ سَهْمِ الْمُؤَلَّفَةِ ان كان ممن يَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ لِأَنَّ نَفْعَهُ يَعُودُ إلَيْهِ وَهُوَ إسْقَاطُ النَّفَقَةِ فَإِنْ كَانَ مِمَّنْ لَا يَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ جَازَ دَفْعُهُ إلَيْهِ...
(وَالثَّانِي)
وَبِهِ قَطَعَ الْمَحَامِلِيُّ لَا يُعْطِيهِ شَيْئًا مِنْ النَّفَقَةِ بَلْ يُعْطِيهِ الْحَمُولَةَ لِأَنَّ نَفَقَتَهُ وَاجِبَةٌ عَلَيْهِ فِي الْحَضَرِ وَالسَّفَرِ وَالْحَمُولَةُ لَيْسَتْ بِوَاجِبَةٍ فِي السَّفَرِ قَالَ أَصْحَابُنَا الْمُتَقَدِّمُونَ لَهُ أَنْ يُعْطِيَ وَلَدَهُ وَوَالِدَهُ مِنْ سَهْمِ الْعَامِلِ إذَا كَانَ عَامِلًا كَمَا قَدَّمْنَاهُ قَالَ الْقَاضِي أَبُو الْفُتُوحِ مِنْ أَصْحَابِنَا هَذَا لَا يَصِحُّ لِأَنَّهُ لَا يُتَصَوَّرُ أَنْ يُعْطِيَ الْعَامِلَ شَيْئًا مِنْ زَكَاتِهِ قَالَ صَاحِبُ الشَّامِلِ أَرَادَ الْأَصْحَابُ إذَا كَانَ الدَّافِعُ هُوَ الْإِمَامُ فَلَهُ أَنْ يُعْطِيَ وَلَدَ رَبِّ الْمَالِ وَوَالِدِهِ مِنْ سَهْمِ الْعَامِلِ إذَا كَانَ عَامِلًا مِنْ زَكَاةِ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ هَذَا كُلُّهُ إذَا كَانَ الذى يعطيه هو الذى يلزمه نفقته فلو اعطاه غيره فَقَدْ أَطْلَقَ الْخُرَاسَانِيُّونَ فِيهِ وَجْهَيْنِ (أَصَحُّهُمَا) لَا يعطي لانه مستغن بالنفقة الواجبة عَلَى قَرِيبِهِ
(وَأَمَّا) إذَا كَانَ الْوَلَدُ أَوْ الوالد فقيرا أو مسكينا وقلنا في فِي بَعْضِ الْأَحْوَالِ لَا تَجِبُ نَفَقَتُهُ فَيَجُوزُ لِوَالِدِهِ وَوَلَدِهِ دَفْعُ الزَّكَاةِ إلَيْهِ مِنْ سَهْمِ الْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ بِلَا خِلَافٍ لِأَنَّهُ حِينَئِذٍ كَالْأَجْنَبِيِّ
Sabtu, 16 Mei 2020
160} apakah di dunia jin ada aliran sesat seperti manusia.
PERTANYAAN:
[@Mirzasaputra.BMSA]
Assalamualaikum ijin tnya
Manusia terpecah jdi 73 firqoh & satu yg msk syurga. Gmna kehidupan bangsa jin apakah di alam jin jga ada firqoh-firqohnya sperti kita?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Dalam dunia jin itu juga ada aliran² seperti kita. Mereka juga ada yang ber~aliran Qadariyah, Murjiah, Khawarij, Rafidhah, Syiah dan Sunni.
📚[Tafsir Qurthubi, Juz. 19/ Hal. 11]:
وقال السدي في قوله تعالى : طرائق قددا قال : في الجن مثلكم قدرية ، ومرجئة ، وخوارج ، ورافضة ، وشيعة ، وسنية .
[@Mirzasaputra.BMSA]
Assalamualaikum ijin tnya
Manusia terpecah jdi 73 firqoh & satu yg msk syurga. Gmna kehidupan bangsa jin apakah di alam jin jga ada firqoh-firqohnya sperti kita?
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Dalam dunia jin itu juga ada aliran² seperti kita. Mereka juga ada yang ber~aliran Qadariyah, Murjiah, Khawarij, Rafidhah, Syiah dan Sunni.
📚[Tafsir Qurthubi, Juz. 19/ Hal. 11]:
وقال السدي في قوله تعالى : طرائق قددا قال : في الجن مثلكم قدرية ، ومرجئة ، وخوارج ، ورافضة ، وشيعة ، وسنية .
Kamis, 14 Mei 2020
159} Setan di rantai di bulan ramadhan
PERTANYAAN:
[Khairulwalis.MIA.2]
Assalamualaikum
Bgaimana maksud & penjelasan syaitan di ikat di bulan ramodhon....?
🙏🏻
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Syaikh Ibnu Hajar Al-Asqalaniy dalam Fathul bari menukilkan pendapat al-Halimiy, berkata bahwa maksud setan terikat adalah setan tidak dapat melancarkan program godaan dan penyesatannya kepada orang yang sedang puasa karena kesibukan mereka dengan beraneka ragam ibadah yang ditekuni di bulan mulia tersebut.
Qadhiy ´Iyadh berkata bahwa boleh jadi maksudnya memang setan benar² dirantai sehingga menjadi tanda bagi malaikat datangnya bulan mulia dengan keagungannya sehingga tercegah para setan mengganggu orang² beriman.
Ada juga yang menjelaskan: hadits ini isyarat bahwa banyaknya pahala dan ampunan di bulan Ramadhan sehingga menghambat ruang gerak setan, jadilah si laknat itu seperti orang terikat.
Reff:
📚[Fathul Bari. Juz. 4/ Hal. 114]:
وقد اختلف العلماء في معنى تصفيد الشياطين في رمضان على أقوال:
قال الحافظ ابن حجر نقلا عن الحليمي : " يحتمل أن يكون المراد أن الشياطين لا يخلصون من افتتان المسلمين إلى ما يخلصون إليه في غيره لاشتغالهم بالصيام الذي فيه قمع الشهوات وبقراءة القرآن والذكر ، وقال غيره - أي غير الحليمي - المراد بالشياطين بعضهم وهم المردة منهم .... وقوله صفدت ... أي شدت بالأصفاد وهي الأغلال وهو بمعنى سلسلت .... قال عياض يحتمل أنه على ظاهره وحقيقته وأن ذلك كله علامة للملائكة لدخول الشهر وتعظيم حرمته ولمنع الشياطين من أذى المؤمنين ، ويحتمل أن يكون إشارة إلى كثرة الثواب والعفو وأن الشياطين يقل اغواؤهم فيصيرون كالمصفدين ، قال ويؤيد هذا الاحتمال الثاني قوله في رواية يونس عن بن شهاب عند مسلم فتحت أبواب الرحمة ، قال ويحتمل أن يكون .... تصفيد الشياطين عبارة عن تعجيزهم عن الإغواء وتزيين الشهوات . قال الزين بن المنير والأول أوجه ولا ضرورة تدعو إلى صرف اللفظ عن ظاهره"
[Khairulwalis.MIA.2]
Assalamualaikum
Bgaimana maksud & penjelasan syaitan di ikat di bulan ramodhon....?
🙏🏻
JAWABAN:
[Ishadi al-Asyi]
Wa 'Alaikumus Salam
Syaikh Ibnu Hajar Al-Asqalaniy dalam Fathul bari menukilkan pendapat al-Halimiy, berkata bahwa maksud setan terikat adalah setan tidak dapat melancarkan program godaan dan penyesatannya kepada orang yang sedang puasa karena kesibukan mereka dengan beraneka ragam ibadah yang ditekuni di bulan mulia tersebut.
Qadhiy ´Iyadh berkata bahwa boleh jadi maksudnya memang setan benar² dirantai sehingga menjadi tanda bagi malaikat datangnya bulan mulia dengan keagungannya sehingga tercegah para setan mengganggu orang² beriman.
Ada juga yang menjelaskan: hadits ini isyarat bahwa banyaknya pahala dan ampunan di bulan Ramadhan sehingga menghambat ruang gerak setan, jadilah si laknat itu seperti orang terikat.
Reff:
📚[Fathul Bari. Juz. 4/ Hal. 114]:
وقد اختلف العلماء في معنى تصفيد الشياطين في رمضان على أقوال:
قال الحافظ ابن حجر نقلا عن الحليمي : " يحتمل أن يكون المراد أن الشياطين لا يخلصون من افتتان المسلمين إلى ما يخلصون إليه في غيره لاشتغالهم بالصيام الذي فيه قمع الشهوات وبقراءة القرآن والذكر ، وقال غيره - أي غير الحليمي - المراد بالشياطين بعضهم وهم المردة منهم .... وقوله صفدت ... أي شدت بالأصفاد وهي الأغلال وهو بمعنى سلسلت .... قال عياض يحتمل أنه على ظاهره وحقيقته وأن ذلك كله علامة للملائكة لدخول الشهر وتعظيم حرمته ولمنع الشياطين من أذى المؤمنين ، ويحتمل أن يكون إشارة إلى كثرة الثواب والعفو وأن الشياطين يقل اغواؤهم فيصيرون كالمصفدين ، قال ويؤيد هذا الاحتمال الثاني قوله في رواية يونس عن بن شهاب عند مسلم فتحت أبواب الرحمة ، قال ويحتمل أن يكون .... تصفيد الشياطين عبارة عن تعجيزهم عن الإغواء وتزيين الشهوات . قال الزين بن المنير والأول أوجه ولا ضرورة تدعو إلى صرف اللفظ عن ظاهره"
Langganan:
Postingan (Atom)
646} Hukum Menikahi Lima Orang Wanita Berturut-turut Dan Mengawini Dua Orang Wanita Dalam Satu Aqad Yang Satu Sama lainnya Ada Hubungan Mahram
PERTANYAAN: Assalamualaikum Wr Wb Bagaimana hukum seorang lelaki menikahi lima orang wanita berturut2, dan laki2 mengawini dua orang wanita ...
-
Oleh:[Ishadi al-Asyi] HIKAYAH YANG KE-TIGA BELAS: {"KEUTAMAAN MALAM NISFU SYA'BAN"} الحكاية الثالثة عشرة : في فضل ليلة نصف...
-
11 HAL YANG MENYEBABKAN HATI KERAS DAN MEMBUAT LEMAH ومنها احد عشر شيئا تقسي القلوب وتورث النكد ، أحدها : لبس السراويل قائما . الثاني : الجل...
-
Oleh:[Ishadi al-Asyi] HIKAYAH YANG KE-LIMA PULUH TUJUH: {"KEUTAMAAN ILMU DAN MENCINTAI ORANG ALIM"} الحكاية السابعة والخمسون :...