Oleh:[Ishadi al-Asyi]
SEBAGIAN KEBAIKAN² AHLUL BAIT
Diriwayatkan bahwa Muhammad al-Jud bin 'Ali ar-Ridha bin Musa al-Kazhim bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al- Baqir bin 'Ali Zainul Abidin bin al-Husain bin 'Ali bin Abu Thalib bertanya kepada Yahya bin Aktam tentang suatu masalah di hadapan Al-Makmun. Ia berkata kepada Yahya:
"Apa pendapatmu tentang seorang laki² yang melihat perempuan pada permulaan siang dengan status haram, kemudian halal baginya ketika siang hari..?? Kemudian perempuan itu diharamkan kepadanya pada saat Zhuhur dan dihalalkan pada saat 'Ashar. Kemudian perempuan itu diharamkan pada saat Maghrib dan dihalalkan pada saat 'Isya. Kemudian perempuan itu diharamkan pada tengah malam, dan dihalalkan pada saat fajar..??"
Yahya menjawab: "Aku tidak mengetahui jawaban masalahmu. Semoga Allah Swt memberikan kebaikan kepadamu."
Lalu Khalifah al-Makmun ikut bicara: "Beri tahu kami tentang perempuan itu wahai anak Amirul Mukminin..??"
"Perempuan itu adalah seorang budak yang dilihat oleh orang lain pada permulaan siang, kemudian ia membelinya ketika matahari di atas kepala (siang). Kemudian ia memerdekakannya pada saat siang hari, kemudian ia menikahinya pada saat 'Ashar. Kemudian ia bersumpah zhihar pada saat Maghrib, kemudian ia membayar kafarat pada saat 'Isya. Kemudian ia menceraikannya pada pertengahan malam dengan thalaq raj'i, kemudian ia merujuk kembali pada saat fajar."
Mendengar uraian itu, al-Makmun berkata:
"Baik sekali, permasalahan yang engkau angkat ini! Sungguh engkau anak yang diridhai."
Begitu mengaguminya, Al-Makmun seketika itu menikahkan putrinya dengan Muhammad al-Jud. Setelah pernikahan, Muhammad al-Jud membawa istrinya ke Madinah. Beberapa waktu tinggal di Madinah bersama Muhammad al-Jud, putri al-Makmun mengirim sepucuk surat untuk ayahnya. Di dalam surat itu, ia mengeluh kalau suaminya mengajaknya pergi malam hari. Surat itu dibalas oleh al-Makmun:
"Aku tidak mengawinkan engkau dengannya untuk mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah Swt kepadanya. Jangan ulangi lagi!"
Setelah kematian Al-Makmun, Muhammad al-Jud bersama istrinya pergi kepada Al-Mu'tashim di Baghdad karena permintaan Al-Mu'tashim. Kemudian Muhammad al-Jud tinggal di sana dari bulan Muharram 202 H sampai meninggal pada tahun 203 H. Muhammad al-Jud dikuburkan di kuburan Quraisy di kuburan kakeknya al-Kazhim. Ia meninggalkan dua anak laki² dan dua anak perempuan. Yang paling rupawan di antara mereka adalah al-Hasan al-Askari. Ia disifati demikian sebab tinggal di suatu kota yang bernama al-Askari. Ia mewarisi ayahnya dalam ilmu, pengetahuan, dan keberanian. Orang tuanya dilahirkan pada tahun 153 H, dan meninggal pada tahun 203 H.
Beberapa riwayat menyebutkan bahwa al-Hasan al-Askari telah ditawan oleh Al-Mutawakkil. Pada saat itu, orang² sedang tertimpa krisis pangan. Mereka melaksanakan shalat istisqa selama tiga hari, namun tidak juga diturunkan hujan. Kemudian al-Mutawakkil memerintahkan orang Yahudi dan Nasrani ikut bersama orang². Mereka keluar bersama orang² Islam, bahkan juga pendetanya. Pendeta itu mengangkat tangannya ke langit. Tiba² mendung gelap dan menurunkan hujan.
Pada hari kedua, mereka melakukannya tanpa orang Yahudi dan Nasrani dan pendeta. Akan tetapi hasilnya sama saja, tidak ada hujan. Berangkat dari sini, lahir suatu keraguan terhadap agama Islam dari orang² awam. Sebagian dari mereka bahkan murtad dari agama Islam. Masalah serius tampaknya dihadapi oleh mereka. Kondisi demikian membuat al-Mutawakkil kebingungan. Sehingga ia mempunyai pikiran untuk menghadirkan al-Hasan al- Askari. Al-Mutawakkil berkata:
"Temuilah umat kakekmu-Rasulullah ﷺ sebelum mereka hancur!"
"Perintahkan mereka agar keluar besok. Insya Allah keraguan mereka akan hilang," pinta al-Hasan al-Askari.
Orang² membicarakan khalifah karena melepaskan al-Hasan dari penjara. Keesokan harinya, ia keluar bersama orang² untuk menjalankan shalat istisqa'. Di lapangan, ketika si pendeta mengangkat tangannya bersama orang² Nasrani, mendung gelap menjadi nyata, pertanda hujan.
Al-Hasan yang melihat itu tidak bisa tinggal diam. Ia memerintahkan orang² agar menggenggamkan tangan pendeta. Setelah tangan pendeta digenggam, tiba² di dalam genggaman itu terdapat tulang manusia. Al-Hasan lantas mengambilnya dari tangan pendeta. Kemudian al-Hasan berkata kepada pendeta: "Sekarang angkat tanganmu!"
Pendeta itu mengangkat tangannya. Akan tetapi, mendung malah menghilang, matahari kembali muncul. Orang² yang melihat kejadian itu terkagum². Kemudian al-Mutawakkil berkatä kepada al-Hasan, "Apa itu wahai Abu Muhammad..??"
"Ini adalah tulang seorang nabi. Pendeta ini telah mendapatkannya. Sesungguhnya tulang seorang nabi yang dihadapkan ke langit pasti akan menghasilkan hujan."
Setelah mengerti penjelasan al-Hasan, mereka lantas mencobanya. Tidak salah, mereka telah membuktikan itu. Dari sini, keraguan tentang Islam menjadi sirna. Mereka yang telah murtad kembali lagi ke dalam agama Islam. Al-Hasan kembali ke rumahnya dengan terhormat. Sejak saat itu, ia selalu dihubungi oleh khalifah hingga meninggal dunia.
➖➖➖➖➖
Pada masa pemerintahan al-Mutawakkil, suatu peristiwa terjadi. Seorang perempuan mengaku diri sebagai syarifah di hadapannya. Maka al-Mutawakkil mencari orang yang bisa memberi tahu perihal itu kepadanya. Mereka menunjukkan bahwa al-Hasan al-Askari mampu memberi tahunya. Al-Mutawakkil menghadirkannya dan mendudukkannya bersama dirinya di atas alas sutra. Al-Mutawakkil bertanya tentang perempuan itu kepadanya. Al-Hasan al-Askari berkata:
"Sesungguhnya Allah Swt mengharamkan hewan buas memakan anak² Husain. Lemparkan saja dia di hadapan hewan itu. Apabila hewan itu tidak memakannya, maka perempuan itu benar."
Para pengawal memanggil perempuan itu dan hendak membuktikan pengakuannya. Akan tetapi ternyata ia mengaku bahwa dirinya telah berbohong. Sebagian orang berkata kepada khalifah:
"Tidakkah engkau menguji itu kepada al-Hasan al-Askari saja, atas pernyataannya..??"
Lalu al-Mutawakkil memerintahkan melepaskan tiga hewan buas dan meletakkannya di halaman istana. Dan agar pintu istana ditutup. Al-Mutawakkil duduk di istana seraya melihat tiga hewan buas tersebut. Kemudian para pengawal diperintahkan agar menghadirkan al-Hasan al-Askari masuk dari samping menuju istana untuk duduk bersama khalifah. Ia diminta menutup pintu samping. Binatang di halaman istana itu sangat buas, hal itu terlihat dari suaranya.
Setelah hewan buas itu melihat al-Hasan al-Askari, hewan itu diam dan berjalan menuju tempat dia berdiri. Hewan itu mengusap²kan badannya kepada al-Hasan dan mengelilinginya. Sementara al-Hasan mengusap punggungnya dengan tangan dan kainnya. Kemudian hewan itu kembali ke kandangnya. Lalu pintu istana dibuka dan al-Hasan masuk kepada al-Mutawakkil dan berbicara sesaat bersamanya.
Setelah itu, ia berpamitan. Di bawah, ia memperlakukan hewan buas itu sama seperti sebelumnya. Ia keluar dari istana diberikan suatu hadiah oleh khalifah. Kemudian orang² berkata:
"Mengapa engkau tidak melakukannya..??"
Khalifah berpikir panjang mendengar pertanyaan tersebut. Akhirnya khalifah tidak berani melakukan itu, dan berkata kepada mereka:
"Apakah kalian hendak membunuhku..??"
Kemudian mereka yang mengetahui perihal itu diperintahkan agar tidak menyebarkannya kepada siapa pun. Wallaahu a'lam.
📚[An-Nawadir. Hal. 155_158]