Oleh:[Ishadi al-Asyi]
HIKAYAH YANG KE-ENAM PULUH DELAPAN: "KEUTAMAAN PUASA PADA 10 DZULHIJJAH"
الحكاية الثامنة والستون : في فضل صيام عشر ذي الحجة
حكي عن أبي يوسف يعقوب بن يوسف ، قال : كان لي رفيق وكان ورعا تقيا غير أنه كان يظهر للناس من نفسه أنه مرتکب للفسق والفجور ، وكان يلبس ثياب الفجار والفساق وله نواص مثل نواصی الشطار ، وكان يطوف الكعبة معي منذ عشر سنين ، وكان يصوم يوما ويفطر يوما وأنا صائم على الدوام ، فيقول لي : إنك لا تؤجر على صومك هذا ، لأن نفسك قد اعتادته ، وكان يصوم عشر ذي الحجة كاملا ، وكان في المفازة ، ثم إنه دخل معي إلى طرطوس فمكثنا مدة ، ثم مات وأنا معه في خربة ليس فيها أحد ، فخرجت من الخربة لأحصل له الكفن ، فإذا الناس يتحدثون بموته ويأتون إلى جنازته والصلاة عليه ويقولون : قد مات رجل زاهد عابد من أولياء الله تعالى ، فاشتريت له الكفن والحنوط ، فلما رجعت لم أقدر على الوصول إلى الخربة من كثرة الناس ، فقلت : سبحان الله ، من أعلم الناس بموت هذا حتى جاءوا إلى جنازته والصلاة عليه وهم يبكون عليه ، فدخلت الخربة بعد عناء ومشقة فوجدت عنده كفنا لا يرى مثله مكتوب عليه بخط أخضر "هذا جزاء من آثر رضا الله على رضا نفسه وأحب لقاءنا فأحببنا لقاءه ، فصلينا عليه ودفناه في مقابر المسلمين ، ثم غلب على عيني النوم فنمت فرأيته راكبا على فرس أخضر وعليه لباس أخضر وبيده لواء وخلفه شاب حسن الوحه طيب الريح وخلفه شیخان وخلفهما شيخ وشاب ، فقلت له : من هؤلاء ؟ فقال : أما الشاب فهو نبينا محمد ﷺ، وأما الشيخان فأبو بکر وعمر ، وأما الشيخ والشاب فعثمان وعلى وأنا صاحب لوائهم بين أيديهم . فقلت له : إلى أين يقصدون ؟ فقال : إلى زيارتي ، فقلت له : مم نلت هذه الكرامة ؟ فقال : بإيثاري رضا الله رضاي وبصوم عشر ذي الحجة ، فاستيقظت من منامي فما تركت صوم ذلك منذ حييت ، والله أعلم .
Diceritakan dari Abu Yusuf Ya'kub bin Yusuf. Ia berkata:
Aku mempunyai seorang teman yang wara' dan bertakwa. Hanya saja orang² menganggap bahwa dirinya sebagai orang fasik dan pendosa. Ia mempunyai pelita yang menyerupai seperti pelita, ia berthawaf di sekitar Ka'bah bersamaku selama sepuluh tahun. Ia berpuasa sehari dan berbuka sehari. Sedangkan aku puasa terus menerus.
"Engkau tidak melakukan kesalahan atas puasamu. Sebab engkau membiasakan itu," katanya padaku.
Pada 10 Dzulhijjah, ia berpuasa penuh. Padahal ia berada di padang sahara yang tandus. Kemudian ia masuk bersamaku ke kota Thurthus. Kami menetap di sana selama beberapa waktu. Namun alangkah mengagetkan, ia mati Saat itu, dan kami berada di reruntuhan bangunan yang tidak ada seorang pun selain kami. Aku mengeluarkan jenazahnya dari tempat itu ke keramaian, dan mendirikan shalat jenazah atasnya. Orang² berkata: seorang zuhud ahli ibadah telah mati. Ia termasuk kekasih² Allah Swt. Aku membelikan kain kafan untuknya. Tatkala aku pulang, aku tidak kuasa masuk ke tempat jenazah karena kerumunan orang².
Dalam hati aku berkata: "Maha Suci Allah Swt, siapa yang memberi tahu orang² tentang kematian orang ini sehingga mereka berdatangan ke jenazahnya, menshalatkan, dan menangisinya?"
Kemudian segerombolan lain dengan payah dan berat masuk ke dalam kerumunan. Mereka mengetahui kain kafan yang dipakaikan untuk orang itu begitu indah, tidak ada yang menyamainya, dan bertuliskan: "Ini adalah imbalan orang yang mendahulukan ridha Allah Swt, dan mengalahkan ridha dirinya. Ia begitu rindu bertemu kami, maka kami pun rindu untuk menemuinya."
Beberapa saat kemudian, kami melaksanakan shalat jenazah dan menguburkannya di pekuburan orang² islam. Saat orang² pulang, aku masih di sana. Aku tertidur dan bermimpi bahwa ia sedang naik kuda berwarna hijau, memakai pakaian berwarna hijau, sedang di tangannya memegang bendera. Di belakangnya terdapat seorang pemuda berwajah cakap dan berbau harum. Di belakang pemuda ini terdapat dua orang tua, dan di belakang mereka terdapat seorang tua dan pemuda.
Lalu aku berkata kepadanya: "Siapa mereka..??"
"Pemuda itu adalah Nabi Muhammad ﷺ. Sementara dua orang tua tersebut adalah Abu Bakar dan Umar. Sedangkan seorang tua dan pemuda adalah Utsman dan Ali. Kemudian aku adalah pemegang bendera, berada di depan mereka."
"Hendak ke mana mereka pergi..??" tanyaku.
"Mereka ingin berziarah kepadaku," jawabnya.
"Bagaimana engkau memperoleh keistimewaan ini..??" aku kembali bertanya.
"Sebab aku mendahulukan ridha Allah Swt, dan mengalahkan diriku sendiri, dan berpuasa tanggal sepuluh bulan Dzulhijjah, jawabnya. Sesaat kemudian, aku bangun. Setelah itu, aku tidak pernah meninggalkan puasa tersebut selama hidupku.
Wallaahu a'lam.
📚[An-Nawadir. Hal. 62_63]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar