Al-Ashmu'i menuturkan:
Orang² Arab mengundangku pada suatu jamuan makanan. Aku menerimanya dan dengan segera aku bergegas. Aku masuk ke dalam ruang tamu dengan pelan. Belum sempat aku duduk, beberapa orang Arab masuk menyerobot. Bersama mereka, ada seorang pemuda gemuk. Barangkali lebih berat dia daripada unta. Ia duduk dan mengambil banyak tempat. Ia makan dengan lima jari sekaligus. Ia mengambil makanan dengan lengannya. Sementara sisa makanan berceceran. Ia membawa sapu tangan yang ia gunakan untuk mengusap tangannya. Lalu terlihat ia mulai ngantuk setelah makan. Ia membuka mulutnya sambil memejamkan mata. Aku berkata kepadanya:
"Seolah² engkau biji di tanah tandus
Yang disiram oleh hujan lebat."
Ia menoleh kepadaku, dan berpikir sejenak. Setelah itu, ia berkata: "Pertanyaannya betina, tetapi jawabannya jantan."
Seolah² engkau kudis di pantat kambing
Yang digantung, sementara kambing itu berjalan.
Al-Ashmu'i menceritakan:
Aku hendak menertawakan orang² Arab itu dengan si gendut, akan tetapi mereka malah menertawakanku. Lalu aku berkata kepadanya: "Wahai saudara Arab, apakah engkau mengetahui suatu syair atau maknanya..??"
"Bagaimana tidak! Sedangkan aku seperti ibu dan bapaknya?"
"Aku mendengar satu bait syair, apakah engkau mengetahui bait keduanya?" tanyaku.
"Tentang apa?" tanya mereka.
Aku berpikir untuk mencari syair. Maka aku menemukan sebuah syair yang sangat sulit, sebab selalu diakhiri dengan wawu mati. Aku bersyair:
Suatu kaum dengan kenikmatan yang kami janjikan
Allah menuangkan mereka dari suatu Nuw
Ia berkata kepadaku: "Tidakkah engkau tahu Nuw itu apa?"
"Tidak," jawabku.
Nuw bersinar pada gelap malam
Yang begitu gelap, seandainya (lau)
"Engkau berkata: lau apa?"
Ia menjawab:
"Seandainya di sana seorang penunggang kuda berjalan niscaya pulang
Di atas hamparan bumi sambil menjauh (manthuw)."
Aku berkata: "Apa manthuw?"
Ia menjawab:
"Berpaling darinya dengan melipat badan
Seperti burung alap² turun dari langit (al-Jaww)."
Aku berkata kepadanya: "Jaww apa?"
Ia menjawab:
"Mendung langit dan angin turun dengannya
Angin bumi mengalir, maka naiklah (fa'luw)."
Aku berkata kepadanya: "U'luw apa?"
Ia menjawab:
"Naiklah ketika dikalahkan dari sabarnya
la seperti kaum yang memberi kabar kematian (yan'uw)."
Aku berkata kepadanya: "Yan'uw apa?"
la menjawab:
"Mereka memberi kabar kematian tentang laki² yang ditetapkan
Cukuplah dengan apa yang mereka temui dan melemparkan (yalquw)."
Aku berkata kepadanya: "Yalquw apa?"
Ia menjawab:
"Mereka melempar dengan pedang kanannya
Dan dari sedikit mereka akan sirna (yafnuw)"
Maka aku mengetahui bahwa tidak ada sesuatu setelah fana'. Akan tetapi aku ingin menyebutkan lebih berat lagi kepadanya.
Maka aku berkata: "Yafnuw apa?"
Ia menjawab:
"Apabila engkau tidak paham apa yang aku katakan
Maka engkau adalah seorang laki² (buw)."
"Buw apa?"
Ia menjawab:
"Orang bodoh yang asing yang dikelupas kulitnya
Apakah engkau akan berdiri wahai seribu tanduk atau (auw)"
"Auw apa?"
Ia menjawab:
"Atau aku memukul kepalamu dengan batu keras
Engkau berkata aku memukulnya, maka kuatkanlah (quw)."
"Quw apa?"
Ia menjawab:
"Kekuatan di kepala mempunyai tiupan
Yang menjelaskan orang yang kemasukan sinar (dhauw)."
Aku takut berkata Dhauw apa? Sebab ia akan memukulku dengan batu keras. Ia menutup itu dengan suatu bait dan menjadikan suara pukulan sebagai akhir sajak. Aku berkata kepadanya, "Wahai saudara Arab, maukah engkau menjadi tamuku? Aku hendak mengalahkanmu."
"Seorang tidak akan menolak kemuliaan, kecuali orang yang rendah diri."
Lalu aku mengajaknya ke rumahku. Aku berkata kepada istriku agar membuatkan ayam bagi kami. Istriku membuatnya, dan menghidangkan kepada kami. Aku duduk bersama anak²ku dan istriku. Aku berkata kepadanya, "Bagilah ayam itu kepada kami."
Ia memotong kepalanya untukku, dan berkata: "Kepala untuk kepala keluarga."
Kemudian ia memotong dua sayap, dan berkata: "Dua anak laki², dua sayap."
Kemudian ia memotong dua paha, dan berkata: "Dua anak perempuan, dua paha."
Kemudian ia memotong pantat ayam, dan berkata: "Ekor ayam (al-a'jzu) untuk si tua (al-'ajuz)."
Kemudian ia memotong² lagi sisa ayam, dan berkata: "Sisanya (az-zawaid), untuk pengunjung (az-zair)."
la memakannya, dan tidak memberikan sama sekali kepada kami, kecuali sedikit itu. Lalu aku meminta istriku agar membuatkan memasakkan lima potong ayam. Ia melakukannya, dan menyuguhkannya sekaligus. Dalam hati, aku akan mengalahkannya.
Aku berkata kepadanya: "Bagilah ayam ini!"
"Engkau ingin genap atau ganjil?"
"Allah Swt menyukai ganjil."
Kemudian ia berkata: "Engkau, istrimu, dan seekor ayam adalah ganjil. Dua anak dan satu ayam adalah ganjil. Dua anak perempuan dan seekor ayam adalah ganjil. Dan aku dan dua ayam adalah ganjil."
Kemudian aku berkata kepadanya: "Aku tidak rela dengan pembagian ini."
"Sepertinya, tadi engkau menghendaki ganjil?" jawabnya.
"Ya," jawabku.
Kemudian ia berkata lagi: "Engkau, dua anakmu, dan seekor ayam adalah genap. Istrimu, dua anak putrimu, dan seekor ayam adalah genap. Aku dan tiga ekor ayam adalah genap. Demi Allah Swt, aku tidak mengusai pembagian ini."
Ia telah mengalahkanku dalam syair dan makan ayam.
📚[An-Nawadir. Hal. 218_221]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar