Jumat, 13 November 2020

432} kajian 132 kitab an-Nawadir: Peristiwa yang dialami al-Makmun dan pamannya, Ibrahim

Oleh:[Ishadi al-Asyi]


HIKAYAH YANG KE-SERATUS TIGA PULUH DUA: "PERISTIWA YANG DIALAMI AL-MAKMUN DAN PAMANNYA, IBRAHIM"


Diceritakan dari al-Waqidi berkata sebagaimana disebutkan dalam banyak Alkitab:

Ibrahim al-Mahdi adalah saudara Harun ar-Rasyid yang mengaku sebagai pengganti Harun ar-Rasyid di daerah Rayy setelah kematian saudaranya, yakni pada masa kepemimpinan anak saudaranya, yaitu Amirul Mukminin al-Makmun. Ia menjadi penguasa di Rayy selama sekitar tiga puluh bulan. Lantas pada saat penyerangan kota itu oleh al-Makmun, Ibrahim al-Mahdi melarikan diri. Al-Makmun berusaha penuh menemukannya. Ia membuat sayembara: "Barang siapa menemukannya maka ia akan mendapatkan seratus ribu dirham atau dinar."

Dalam persembunyian, Ibrahim berkata:

"Aku menyembunyikan diri. Aku bingung pada masalah yang aku hadapi ini. Bumi seakan sempit bagiku. Aku tidak tahu ke mana aku menghadap. Lalu aku keluar dari persembunyian dengan menyamar pada siang bolong. Pada hari itu, hawa begitu panas. Tidak kuasa dengan cuaca, aku jatuh di pinggir jalan yang agak tertutup. Aku berkata: "Innaa lillaahi wa inna ilaihi raaji'un."

Aku telah menyebabkan jiwaku terancam. Apabila aku menempuh kembali jalan yang aku lewati, aku tidak ingat lagi. Padahal aku sedang menyamar.

"Pada saat itu, aku melihat seorang budak hitam berdiri di pintu rumahnya. Aku memaksa diri pergi kepadanya, dan berkata: "Apakah engkau mempunyai tempat untuk sekadar tidur sebentar..??"

"Ya, jawabnya.

"Ia membukakan pintu rumah dan berkata: "Silakan masuk."

"Aku masuk ke rumah yang terlihat amat bersih itu. Di dalamnya terdapat tikar dan bantal yang terbuat dari kulit yang bersih. Ia menutup pintu dan pergi dari hadapanku begitu saja. Aku menyangka bahwa ia termasuk orang yang mengenal aku, dan mengikuti sayembara, lalu keluar untuk melaporkan keberadaanku.

Ternyata, kenyataannya tidak demikian. Beberapa saat setelah itu, ia datang dengan seorang kuli yang membawa segala sesuatu yang dibutuhkan, seperti roti, daging, gelas, piring, dan bejana. Ia meletakkan dan menata semua dengan baik. Kemudian ia menoleh kepadaku, dan berkata:

"Allah Swt menjadikan aku sebagai tebusanmu wahai junjunganku. Aku adalah seorang tukang bekam. Aku mengerti engkau memahami penghidupan yang aku kuasai. Barangkali engkau tidak akan menerimanya. Maka itu terserah engkau. Makanan² ini tidak pernah disentuh oleh siapa pun. Oleh sebab itu, lakukan apa yang engkau kehendaki."

Kemudian ia berpaling dariku, dan aku dalam keadaan sangat lapar. Aku memasak secukupnya, dan aku tidak pernah makan senikmat ini. Setelah selesai makan, ia berkata kepadaku:

"Tuanku, apakah engkau mempunyai minuman..?? Minuman bisa mengurangi beban, membuat jiwa tenang, dan bisa menghilangkan kesusahan.

"Tentu, aku menerimanya," balasku.

"Mendengar jawabanku itu, ia pergi dan mengambilkan gelas kaca dan guci baru yang belum pernah disentuh oleh siapa pun. Ia berkata kepadaku:

"Tuan, silakan dinikmati sepuasnya.

"Aku meminum air itu, dan merasakan segar yang luar biasa. Tidak lama kemudian, ia memberikan sebuah mangkuk baru berisi buah²an dan bunga²an yang ditaruh di pot tanah yang baru. "Apakah aku boleh bersamamu..?? Aku sangat senang dengan kehadiranmu di sini," tanya budak tersebut.

"Baik, silakan," kataku.

"Setelah itu, kami minum bersama. Ketika kami minum bersama, ia seperti merasakan sesuatu. Ia berdiri dan masuk ke kamar. Ia keluar dengan membawa kecapi. Ia berkata kepadaku:

Wahai Tuanku, bukan pangkatku meminta engkau menyanyikan sebuah lagu. Akan tetapi bolehkah engkau menyanyikannya untukku..?? Meskipun sebenarnya adalah kewajibanku untuk menjaga muruahmu. Apabila engkau berkenan menyenangkan seorang budak, maka itu adalah pandanganmu yang luhur.

"Dari mana engkau tahu aku bisa menyanyikan lagu dengan baik..??" tanyaku.

"Subhanallah! Wahai tuanku, masalah ini engkau lebih terkenal daripada dia dan dia. Engkau adalah Ibrahim bin al-Mahdi, Khalifah kami kemarin yang dicari² Al-Makmun dengan suatu sayembara berhadiah seratus ribu dirham. Sekarang engkau di sini memperoleh keamanan.

"Ketika ia mengatakan itu kepadaku, maka pandanganku tentang dia berubah. Ia adalah seorang yang agung di mataku, dan jelaslah muruah dia di sampingku. Dengan segera aku mengambil kecapi itu dan menyanyikan lagu dengan indah untuknya. Pada saat itu, dalam benakku terlintas memori berpisah dengan anak²ku dan negaraku. Demi Allah, hal ini tidak pernah ditanggung oleh semua tawanan. Aku berdendang:


Semoga Tuhan memberikan hadiah Yusuf bertemu keluarganya

Dia memuliakannya di penjara meskipun ia seorang tawanan

Semoga Tuhan mengabulkan doa dan mengumpulkan cerai-berai kami

Dan Allah adalah Pemelihara Alam Yang Maha Kuasa

"Nyanyianku membuatnya hanyut dalam kesenangan, ia menari² sambil meneguk minuman yang sangat menyegarkan. Ada yang bilang bahwa ketika Ibrahim berkata kepada budaknya: "Wahai budak, talikan barang² itu, pendengarnya langsung merasakan senang. Ketika perasaan tenang dan kesenangan dirasakan, tukang cantuk berkata kepadanya:

"Wahai tuanku, apakah engkau memberikan aku izin untuk menyanyikan sebuah lagu yang terlintas dalam benakku, meskipun aku memang tidak menguasainya..??."

"Itu menambah muruahmu, kesempurnaanmu, dan kebaikan adabmu, kataku kepadanya.

"Ia mengambil kecapi, dan menyanyikan sebuah lagu:


Kami mengadu kepada para kekasih sepanjang malam

Mereka berkata; alangkah pendeknya malam ini bagi kami

Selalu kecerobohan tidur menutup mata mereka

Dengan cepat, sementara tidur tidak menutup mata kami

Ketika malam pekat membawa nafsu mendekat

Kami susah, sementara mereka senang ketika malam itu mendekat

Sungguh, apabila mereka bertemu sebagaimana kami

Niscaya mereka di ranjang tidur seperti kami


"Waktu itu, kami merasakan kesenangan besar yang belum pernah kami rasakan sebelumnya. Hampir saja aku menyangka bahwa rumah ini akan terbang bersama kami karena kesenangan tersebut. Semua kesusahan menyelimuti kami seolah hilang. Aku memintanya terus berdendang. Dengan gembira, ia menyambutnya:


la mencerca bahwa kami berjumlah sedikit

Aku berkata bahwa kemuliaan selalu sedikit

Tidak akan membahayakan, jumlah kami sedikit

Sementara tetangga kami yang besar kebanyakan hina

Pada suatu kaum, kami tidak melihat pembunuhan suatu cercaan

Ketika aku melihat itu pada Amir dan Salul

Cinta kematian mendekat kepada ajal kami

Kematian membenci umur mereka, maka panjanglah umurnya

Kesenangan begitu terasa. Kami tidur hingga setelah Isya.

Setelah itu, aku membasuh wajahku. Dalam benakku, aku masih berpikir betapa baiknya tukang cantuk ini. Ia mempunyai adab yang mulia. Aku membangunkannya dan mengeluarkan sebuah kantong yang berisi beberapa dinar, Aku memberikan semua kepadanya, dan berkata:

Allah Swt menitipkan ini kepadamu. Aku memintamu agar membelanjakan ini untukmu. Di mataku, engkau mempunyai kelebihan, ketika aku aman dari rasa takut yang menghantuiku."

"Setelah kata²ku selesai, tukang cantuk mengembalikan kantong itu, dan berkata:

Wahai tuanku, orang miskin seperti kami, yang tidak ada harganya bagi mereka, sementara aku akan mengambil harta yang diberikan zaman kepadaku, daripada dekat denganmu dan engkau mau singgah di rumahku. Demi Allah, seandainya engkau mengembalikan harta itu kepadaku, aku akan bunuh diri.

"Mendengar ucapan itu, aku mengambilnya. Dan begitu terasa bahwa betapa beratnya harta pemberian tersebut. Beberapa hari kemudian, aku jatuh dalam lamunan yang cukup lama, dengan perasaan takut yang mendadak datang seperti semula. Aku berusaha membuang rasa takut tersebut. Akan tetapi kesusahan dan ketakutan membayang²iku, bahwa semua orang melihat keberadaanku, bahwa semua orang mengetahuiku dan tempat tinggalku. Maka tidak ada satu tempat pun bagiku. Seandainya tenang, maka itu akan menjadi suatu musibah.

"Selama kira² delapan malam, aku berpindah² dari satu tempat ke tempat lain dalam kegelapan malam. Sakit yang luar biasa aku rasakan, hanya Allah Swt yang tahu. Kemudian aku sampai pada sebuah jembatan yang dijadikan tempat berkunjung oleh orang². Tentang tempat ini, seorang penyair bernama Ibnu al-Jahmi berkata:

Mata² lembut di antara tanggul dan jembatan

Melihat kesenangan yang sekiranya aku mengerti, tapi tidak aku ketahui

Jembatan yang membentang itu terkena percikan air hingga mengalir. Pada pemandangan seperti ini, aku melihat seorang pengawal yang dulu melayaniku. Ia mengetahui keberadaanku, yang kemudian menyeru:

"Orang ini buronan yang dicari Amirul Mukminin."

"Lalu ia menangkap dan mengikatku. Akan tetapi aku mampu mendorong dengan keras kuda pengawal. Aku melemparkan kedua pengawal hingga terguling di tanah. Hal itu membuat perhatian orang² menuju kepadanya. Mereka langsung mengerumuninya. Dengan segera aku lari dari pengawal yang hendak menangkapku. Hingga aku berhasil melewati jembatan, dan masuk ke sebuah rumah dengan pintu rumah terbuka. Di teras rumah tersebut, seorang perempuan sedang berdiri. Aku menyapanya:

"Wahai pemimpin perempuan, kasihani aku, dan jagalah darahku. Aku adalah seorang laki² yang sedang ketakutan.

"Beristirahatlah! Di sini ada keluasan dan kemuliaan," jawab si perempuan.

"Ia membukakan pintu kamar untukku dan mempersilakan masuk. Lalu ia menyuguhkan makanan untukku sembari berkata:

"Tenangkan dirimu! Tidak ada seorang pun yang mengetahui keberadaanmu.

"Beberapa waktu kemudian, pintu rumah diketuk dengan keras dari luar. Perempuan itu keluar hendak membukakan pintu rumah. Betapa kaget, ternyata yang mengetuk pintu adalah suaminya yang mana dia adalah seorang pengawal khalifah yang aku dorong kudanya. Kepalanya diikat dengan selembar kain, dengan darah yang mengalir pada bajunya. Pada waktu itu, ia sudah tidak menunggang kuda. Melihat keadaan ini, si istri berkata:

"Apa yang terjadi denganmu..??."

"Hari ini, aku telah ditaklukkan seorang pemuda. Dia melarikan diri." jawabnya.

"Lalu ia menceritakan kisahnya. Si istri begitu iba terhadap suaminya. Ia mengambil selembar kain dengan taburan obat di atasnya. Kemudian ia membalut luka pada tubuh si suami. Begitu selesai, si istri mempersilakan suaminya tidur. Ia mengetahui bahwa suaminya dalam keadaan lemah.

"Perempuan yang berhati lembut tersebut pergi ke tempatku, dan berkata:

"Apakah engkau yang diceritakan suamiku..??."

"Benar, jawabku."

"Tidak apa², selama dia masih sakit, engkau aman." tegasnya.

"Selama tiga hari, aku berada di rumah perempuan itu, dengan pelayanan dan penghormatan yang baik. Pada hari ketiga, ia menyapaku:

"Sekarang, suamiku telah sembuh. Aku takut ia akan menangkap dan menyakitimu. Sebaiknya engkau menyelamatkan diri.

"Aku memahami maksudnya, yang tidak ada tujuan mengusirku. Aku sabar menunggu hingga waktu malam. Setelah gelap dan berpamitan dengannya, aku keluar dengan memakai pakaian wanita. Kemudian aku pergi menuju rumah pengawalku yang dahulu, yang mempunyai seorang budak perempuan yang telah aku merdekakan. Ketika perempuan itu melihatku, ia menangis dan menaruh belas kasihan kepadaku. Akan tetapi ia tetap memuji Allah Swt, sebab aku selamat dari ancaman para pengawal Khalifah.

"Perempuan itu lalu keluar, sepertinya pergi ke pasar untuk membelikan makanan. Namun dugaanku salah, sebab ia melaporkan keberadaanku dan membawa Ibrahim al-Mushili dengan pasukannya. Pikiranku sontak tidak keruan, ketika perempuan itu menyerahkanku kepada Ibrahim.

"Dalam benakku, terbayang kematian di depan mataku. Aku digiring ke istana menghadap Al-Makmun dengan pakaian wanita itu. Kerajaan sepertinya menyediakan suatu pertemuan umum, dan aku dimasukkan ke majelis tersebut. Ternyata benar, aku diseret ke dalam ruangan tersebut. Di hadapan Khalifah, aku mengakui khilafahnya. Akan tetapi tidak semudah itu, Al-Makmun berkata:

"Allah Swt tidak akan menyelamatkanmu, dan tidak akan membiarkanmu hidup."

"Pelan² Tuan! Penguasa tuntutan menguasai qishash dan ampunan. Sementara engkau tahu bahwa ampunan lebih mendekatkan diri kepada takwa. Sungguh ampunanmu pada hari ini berharga di atas segala ampunan, sebagaimana dosa yang aku lakukan di atas segala dosa. Apabila engkau hendak menghukumku, itu adalah hakmu. Apabila engkau hendak memaafkanku, maka suatu keutamaan bagimu, seperti sebuah bait syair menyatakan:


Dosaku kepadamu sangat besar

Sedangkan engkau lebih besar darinya

Ambillah hakmu terlebih dahulu

Maka dengan belasmu, maafkanlah dosanya

Apabila aku bukanlah seorang pelaku suatu kebaikan, maka jadilah engkau sebagai pelakunya


"Setelah itu, ia mengangkat kepalanya kepadaku dengan wajah marah. Dengan segera aku berkata:


Aku telah melakukan suatu dosa besar

Sementara engkau adalah seorang pemaaf

Apabila engkau memaafkanku, maka suatu anugerah

Apabila engkau mengabaikan permohonanku, maka suatu keadilan


"Tidak aku sangka, ungkapan itu ternyata membuat hati Al- Makmun lunak. Aku diminta agar beristirahat dengan nyenyak olehnya. Kemudian aku menoleh kepada Abbas dan saudaranya, Abu Ishak, dan beberapa pejabat istimewa Bani Abbas. Dengan sedikit pandangan sinis, Abbas berkata:

"Bagaimana pendapatmu tentangnya..??"

"Respons orang² yang hadir pada majelis itu adalah isyarat agar aku mendapat eksekusi mati. Hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai bentuk eksekusi yang akan dilaksanakan, yang sekiranya bisa memberikan kebaikan bagi orang² di antara mereka yang melakukan perjanjian secara baik dengan Allah Swt, terlebih bagi yang mengetahui hari terus berganti. Al-Makmun berkata kepada Ahmad bin Khalid:

"Bagaimana pendapatmu, wahai Ahmad..??."

"Ahmad bin Khalid adalah seorang yang amat cerdas, sadar, dan cepat memahami isyarat² dan maksud² Khalifah.

Ia juga memahami bahwa tujuan Khalifah dalam kasus ini adalah pemaafan. Maka sikapnya pun ditujukan kepada yang mendukung perkataan khalifah:

"Wahai Amirul Mukminin, apabila engkau membunuhnya, engkau akan menemukan orang seperti engkau melakukan hal yang sama. Namun apabila engkau memaafkannya, engkau tidak akan menemukan orang lain berbuat sepertimu."

"Mendengar ucapan Ahmad, Al-Makmun diam beberapa saat sambil menundukkan kepala, lalu berkata:

Orang² menginginkan pembunuhan pamanku

Apabila aku melakukan, maka panahku akan mengenai aku sendiri


"Setelah ucapan itu, aku membuang rasa kepasrahanku dan bertakbir dengan suara keras yang menggemparkan majelis. Aku berkata:

"Semoga Allah Swt memaafkan Amirul Mukminin.

Al-Makmun menengok kepadaku, dan berkata:

"Tidak apa² Pamanku."

"Wahai Amirul Mukminin, dosaku sangat besar, apakah aku dibebaskan hanya dengan suatu pengakuan kesalahan..?? Sungguh, maafmu begitu agung jika hanya dibalas dengan ucapan terima kasih."

"Kemudian aku bersenandung:

Sesungguhnya Tuhan yang menciptakan kemuliaan telah memberikannya

Kepada tulang rusuk Adam kepada pemimpin ketujuh

Maka hati manusia dipenuhi oleh kepatuhan terhadapmu Dengan khusyu', mereka tunduk

Apabila aku menentangmu dan kesesatan menyodorkan berbagai sebab kepadaku

Semoga itu semua diakhiri dengan niat untuk patuh

Engkau memaafkan orang yang tidak pantas menerimanya

Juga tidak meminta pertolongan kepadamu

Engkau berbelas kepada anak burung, seperti anak burung al-Qatha

Seperti belas kasih seorang ibu dengan hati yang tulus


"Kemudian Al-Makmun berkata:

"Pamanku, engkau tidak mempunyai kesalahan. Aku telah memaafkanmu. Aku akan mengembalikan semua harta ambil darimu. Aku juga memberimu izin untuk tinggal bersamaku, kapan pun engkau mau. Paman, aku telah membunuh dengkiku dengan menghidupkan maafku. Aku memaafkanmu, dan tidak membebankanmu dengan kewajiban seorang yang meminta maaf.

"Setelah itu, Al-Makmun bersujud cukup lama, kemudian yang aku mengangkat kepala, dan berdiri."

"Wahai Paman, apakah engkau tahu, mengapa aku sujud..?? tanya Al-Makmun.

Engkau bersyukur kepada Allah Swt yang telah menundukkan musuh negaramu.

"Tidak demikian, tetapi aku bersyukur kepada-Nya yang telah memberiku ilham pemaafan kepadamu, dan lembutnya hati kepadamu. Maka sekarang ceritakan apa yang telah engkau alami.

"Atas permintaan Khalifah, aku menceritakan hal² yang aku alami, termasuk saat bersama tukang cantuk, pengawal kerajaan dan istrinya, serta pengawalku yang dahulu. Mendengar penjelasanku itu, Khalifah memerintahkan agar mereka dihadirkan ke istana. Sementara budak pengawalku yang dahulu itu sedang menunggu hadiah di rumah, sebab telah melaporkan aku kepada Khalifah. Al-Makmun berkata kepada wanita tersebut:

"Apa yang menyebabkan engkau melakukan itu kepada tuanmu..??."

"Aku menginginkan harta." jawabnya.

"Apakah engkau mempunyai anak atau suami..??," tanya Al-Ma'mun.

"Tidak," jawabnya.

"Khalifah memerintahkan pengawal agar mencambuknya sebanyak dua ratus kali, dan agar dihukum selamanya. Kemudian Khalifah menoleh kepada bekas pengawalku dan berkata:

"Sebaiknya engkau menjadi tukang cantuk. Mulai saat ini, aku menugaskanmu untuk membekam orang yang membutuhkannya. Aku perintahkan engkau untuk mengajarkan kepada anak² yatim tentang cara membekam."

"Sedangkan istrinya diberikan penghormatan dan diangkat menjadi pelayan istana. Tentangnya, Khalifah berkata:

"Ini adalah perempuan yang cerdas, yang mendahulukan urusan² penting."

"Terakhir, Khalifah berkata kepada tukang cantuk:

"Telah tampak kepadaku, engkau seorang yang mempunyai muruah baik, yang mengharuskan aku memuliakanmu.

"Setelah itu, Khalifah memerintahkan agar tukang cantuk tersebut diberi rumah sekaligus isinya yang sebelumnya ditempati oleh pengawal yang sekarang menjadi tukang cantuk. Di dalam rumah tersebut, disediakan berbagai makanan. Juga ia diberi seribu dinar setiap tahun. Allah Swt memberikan rahmat dan memaafkan mereka, apabila mereka termasuk orang yang berbuat salah. Segala puji bagi Allah Swt, Tuhan penguasa alam."

📚[An-Nawadir. Hal. 110_115]








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

646} Hukum Menikahi Lima Orang Wanita Berturut-turut Dan Mengawini Dua Orang Wanita Dalam Satu Aqad Yang Satu Sama lainnya Ada Hubungan Mahram

PERTANYAAN: Assalamualaikum Wr Wb Bagaimana hukum seorang lelaki menikahi lima orang wanita berturut2, dan laki2 mengawini dua orang wanita ...