Sabtu, 11 April 2020

121} Larangan mengatakan sesuatu tanpa pengetahuan.

PERTANYAAN:
assalamualaikum wr wb
Ustadz minta dalil mengenai orang yang suka membicarakan orang lain padahal orang lain itu tidak semacam yg dia tuduh

JAWABAN:
[Kakang Ishadi al-Asyi]

Wa 'Alaikumus Salam

وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤادَ كُلُّ أُولئِكَ كانَ عَنْهُ مَسْؤُلاً (36)
قَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَلْحَةَ عَنِ ابْنِ عباس يقول: لا تقل. وقال العوفي: لَا تَرْمِ أَحَدًا بِمَا لَيْسَ لَكَ بِهِ علم. وقال محمد ابن الْحَنَفِيَّةِ: يَعْنِي شَهَادَةَ الزُّورِ. وَقَالَ قَتَادَةُ: لَا تَقُلْ رَأَيْتُ وَلَمْ تَرَ، وَسَمِعْتُ وَلَمْ تُسْمِعْ، وعلمت ولم تعلم، فإن الله تعالى سَائِلُكَ عَنْ ذَلِكَ كُلِّهِ «1» ، وَمَضْمُونُ مَا ذَكَرُوهُ أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى نَهَى عَنِ الْقَوْلِ بِلَا عِلْمٍ بَلْ بِالظَّنِّ الَّذِي هُوَ التَّوَهُّمُ وَالْخَيَالُ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: اجْتَنِبُوا كَثِيراً مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ [الْحُجُرَاتِ: 12] وَفِي الْحَدِيثِ «إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ» «2» . وَفِي سُنَنِ أَبِي دَاوُدَ «بِئْسَ مَطِيَّةُ الرَّجُلِ زَعَمُوا» «3» وَفِي الْحَدِيثِ الْآخَرِ «إِنَّ أَفَرَى الْفِرَى أَنْ يرى الرجل عَيْنَيْهِ مَا لَمْ تَرَيَا» «4» . وَفِي الصَّحِيحِ «مَنْ تَحَلَّمَ حُلْمًا كُلِّفَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنْ يَعْقِدَ بين شعيرتين وليس بفاعل» «5» .
وَقَوْلُهُ: كُلُّ أُولئِكَ أَيْ هَذِهِ الصِّفَاتُ مِنَ السمع والبصر والفؤاد كانَ عَنْهُ مَسْؤُلًا أَيْ سَيُسْأَلُ الْعَبْدُ عَنْهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَتُسْأَلُ عنه عما عَمِلَ فِيهَا، وَيَصِحُّ اسْتِعْمَالُ أُولَئِكَ مَكَانَ تِلْكَ، كما قال الشاعر: [الكامل]
ذُمَّ الْمَنَازِلَ بَعْدَ مَنْزِلَةِ اللِّوَى ... وَالْعَيْشَ بَعْدَ أولئك الأيّام

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempu­nyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung­ jawabannya. (Al-Isra 17: 36)

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengata­kan bahwa makna "la taqfu" ialah: "la taqul" (janganlah kamu mengatakan).
Menurut Al-Aufi, janganlah kamu menuduh seseorang dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuan bagimu tentangnya.
Muhammad ibnul Hanafiyah mengatakan, makna yang dimaksud ialah kesaksian palsu.
Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah janganlah kamu mengatakan bahwa kamu melihatnya, padahal kamu tidak melihatnya, atau kamu katakan bahwa kamu mendengarnya, padahal kamu tidak mendengarnya, atau kamu katakan bahwa kamu mengetahuinya, padahal kamu tidak mengetahui. Karena sesungguhnya Allah kelak akan meminta pertanggung jawaban darimu tentang hal tersebut secara keseluruhan.
Kesimpulan pendapat mereka dapat dikatakan bahwa Allah Swt. melarang mengatakan sesuatu tanpa pengetahuan, bahkan melarang pula mengatakan sesuatu berdasarkan zan (dugaan) yang bersumber dari sangkaan dan ilusi.

Dalam ayat lain disebutkan oleh firmanNya:

{اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ}

Jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. (Al-Hujurat: 12)

Di dalam hadits disebutkan seperti berikut:

{إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ؛ فَإِنَّ الظَّنَّ أكذبُ الْحَدِيثِ}

Jauhilah oleh kalian prasangka. Karena sesungguhnya pra­sangka itu adalah pembicaraan yang paling dusta.

Di dalam kitab Sunnah Imam Abu Daud di sebutkan hadits berikut:

{بِئْسَ مطيةُ الرَّجُلِ: زَعَمُوا}

Seburuk² sumber yang dijadikan pegangan oleh sesorang ialah yang berdasarkan prasangka.

Di dalam hadits yang lain disebutkan:

{إِنَّ أَفَرَى الفِرَى أَنْ يُرِي عَيْنَيْهِ مَا لَمْ تَرَيَا}

Sesungguhnya kedustaan yang paling berat ialah bila sese­orang mengemukakan kesaksian terhadap hal yang tidak di­saksikannya.

Di dalam hadits shahih disebutkan:

{مَنْ تَحَلَّمَ حُلْمًا كُلف يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنْ يَعْقِدَ بَيْنَ شَعيرتين، وَلَيْسَ بِعَاقِدٍ}

Barang siapa yang berpura² melihat sesuatu dalam mimpi­nya, maka kelak di hari kiamat ia akan dibebani untuk memintal dua biji buah gandum, padahal dia tidak dapat melakukannya.

Firman Allah Swt:

[كُلُّ أُولَئِكَ]

semuanya itu. (Al-Isra, 17: 36)
Maksudnya semua anggota tubuh, antara lain pendengaran, penglihatan, dan hati,

[كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا]

akan dimintai pertanggungjawabannya. (Al-Isra, 17: 36)
Seseorang hamba akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dilakukan oleh anggota² tubuhnya itu pada hari kiamat, dan semua anggota tubuhnya akan ditanyai tentang apa yang dilakukan oleh pemilik­nya. Pemakaian kata ulaa-ika yang di tujukan kepada pendengaran, pengli­hatan, dan hati diperbolehkan dalam bahasa Arab. Seperti apa yang dikatakan oleh salah seorang penyairnya:

ذُمَّ المَنَازلَ بَعْدَ مَنزلة اللِّوَى ... وَالْعَيْش بَعْدَ أولئِكَ الْأَيَّامِ ...

Tiada tempat tinggal yang enak sesudah tempat tinggal di Liwa,
dan tiada kehidupan yang enak sesudah hari² itu (yang penuh dengan kenangan manis).
📚[Tafsir Ibnu Katsir. Juz. 3/ Hal. 37_38]
➖➖➖➖➖

Di dalam kitab: Hasyiyah As-Shawi 'ala Tafsir Jalalain menjelaskan Surat Al-Isra, 17: 36:

(ولا تَقْفُ) تتبع (ما ليس لك به علمٌ إنّ السّمع والبصر والفؤاد) القلب (كلُّ أولٓئك كان عنه مسئولا) صاحبه ماذا فعل به.

Tafsir Firman Allah SWT: (Dan janganlah kamu mengikuti) yaitu mengikuti (apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati) yaitu kalbu (semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya) yaitu pemiliknya, apa yang telah diperbuat olehnya?.

قوله: (ولا تقْفُ ما ليس لك به علم) أي لا تقل رأيت ولم ترَ، وسمعت ولم تسمع، وعلمت ولم تعلم. قوله : (كلُّ أولٓئك) أي الحواس الثلاثة. قوله : (كان عنه مسئولا) أي في الآخرة، فلا يجوز للإنسان أن يتكلم في غيره بمجرد الظن، ومن ذلك الفتوى بغير علم، وشهادة الزور، وظن السوء بالناس، وغير ذلك.

Firman Allah SWT: (Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya), yaitu janganlah kamu berkata: Aku telah melihat, padahal kamu tidak melihat. Aku telah telah mendengar, padahal kamu tidak mendengar. Dan aku telah mengetahui, padahal tidak pernah mengetahui.

Dan FirmanNya: (Semuanya itu) yaitu indera yang tiga, ialah pendengaran, penglihatan, dan hati. Dan FirmanNya: (Akan diminta pertanggung jawabannya) yaitu kelak diakhirat. Jadi bagi seorang tidaklah diperkenankan untuk berbicara tentang sesuatu hanya karena berdasarkan pada prasangkanya saja. Dan demikian pula fatwa tanpa didasari pengetahuan, persaksian palsu, prasangka buruk terhadap manusia, dan lainnya.
📚[Hasyiyah As-Shawi 'ala Tafsir Jalalain. Juz. 2/ Hal. 319 Darul kutub al-ilmiyah]


Tafsir Ibnu Katsir


Tafsir Ibnu Katsir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

646} Hukum Menikahi Lima Orang Wanita Berturut-turut Dan Mengawini Dua Orang Wanita Dalam Satu Aqad Yang Satu Sama lainnya Ada Hubungan Mahram

PERTANYAAN: Assalamualaikum Wr Wb Bagaimana hukum seorang lelaki menikahi lima orang wanita berturut2, dan laki2 mengawini dua orang wanita ...